Divonis 9 Tahun Penjara, Eks Politisi PAN Ini Juga Dicabut Hak Politiknya
Berita

Divonis 9 Tahun Penjara, Eks Politisi PAN Ini Juga Dicabut Hak Politiknya

Andi menilai putusannya ini tidak adil karena konstruksi yang dibangun dari kasus sebelumnya yang jauh berbeda dari fakta persidangan.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Mantan anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro usai mendengarkan pembacaan vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/4). Foto: RES
Mantan anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro usai mendengarkan pembacaan vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/4). Foto: RES
Mantan Ketua Kelompok Fraksi Partai Amanat Nasional (Kapoksi PAN) di Komisi V DPR Andi Taufan Tiro divonis sembilan tahun penjara dan pencabutan hak politik karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp7,4 miliar terkait kasus program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Taufan Tiro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Andi Taufan Tiro selama sembilan tahun penjara dan ditambah denda Rp1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim Fazhal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Andi Taufan divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Baca Juga: Legislator Didakwa Terima Suap Proyek Jalan Rp7,4 Miliar

Hakim juga mencabut hak politik Andi Taufan selama lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pidananya terkait kasus program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Menjatuhkan pidana tambahan berupan pencabutan hak untuk tidak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah pidana pokok selesai dijalankan," tambah hakim Fazhal.

Alasan pencabutan hak politik itu dikarenakan Andi Taufan telah menggunakan uang yang dari APBN untuk kepentingan dirinya sendiri. "Menimbang berdasarkan fakta terdakwa adalah ketua kelompok fraksi yang mengkoordinasikan anggota Komisi V PAN dan menyalahgunakan jabatan dengan menggunakan dana program aspirasi jalan Maluku sebesar Rp170 miliar kemudian menerima uang dari Abdul Khoir dan Hengky Poliesar sebesar Rp7,4 miliar untuk biaya umroh dan operasional.”

Hakim sependapat dengan jaksa penuntut umum bahwa tindakan itu merusak sendi demokrasi dan good governance principles, sehingga jika biaya politik yang digunakan terdakwa berasal dari hasil kejahatan maka output-nya tidak akan sejalan dengan tujuan bernegara, sehingga perlu kiranya mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik," dalihnya.

Hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan dalam perbuatan Andi Taufan yaitu sudah mengembalikan sejumlah uang ke KPK. "Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang bebas korupsi, terdakwa menikmati uangnya untuk kepentingan pribadi yaitu liburan ke luar negeri dan kegiatan politiknya, perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan asas check and balances. Hal yang meringankan, terdakwa sopan, belum pernah dihukum, mengembalikan Rp500 juta ke KPK," jelas hakim Fazhal.

Majelis hakim menilai Andi Taufan terbukti menerima uang sejumlah Rp3,9 miliar dan 257.661 dolar Singapura atau setara Rp2,5 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama dan 101.807 dolar Singapura atau setara Rp1 miliar dari Hengky Poliesar selaku Direktur Utama PT Martha Tehnik Tunggal, sehingga totalnya Rp7,4 miliar.

Uang tersebut digunakan Andi untuk berlibur ke Eropa, membayar paket umroh dan membiayai operasional kegiatan politiknya. Uang diterima Andi agar ia menyalurkan program aspirasinya dalam proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara senilai Rp170 miliar serta mengarahkan Abdul Khoir dan Henky Polesar sebagai pelaksana proyek itu.

Abdul Khoir disepakati mendapat jatah proyek Peningkatan Ruang Jalan Wayabula-Sofi senilai Rp60 miliar dengan fee untuk Andi Taufan sebesar 7 persen atau sejumlah Rp4,2 miliar yang diberikan melalui tenaga ahli anggota Komisi V dari fraksi PAN yaitu Yasti Soepredjo Mokoagow dan proyek Pembangunan Ruas Jalan Wayabula-Sofi senilai Rp40 miliar dengan fee 7 persen yaitu Rp2,8 miliar yang diberikan melalui Imran S Djumadil.

Sedangkan Hengky Poliesar mengerjakan pembangunan jalan Kontainer Ruas Jailolo-Mutui dan bila ingin proyek itu harus memberikan komisi sejumlah Rp1,1 miliar kepada Andi Taufan. Atas permintaan itu Henky menyetujuinya.

Tidak adil
Terhadap putusan itu, Andi Taufan menyatakan pikir-pikir, sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK juga pikir-pikir. Usai sidang, Andi merasa putusan itu tidak adil.

"Konstruksi yang dibangun JPU itu berdasarkan yurisprudensi kasus lama tanpa perhatikan fakta persidangan. Saya berharap majelis hakim perhatikan fakta persidangan tapi ternyata majelis hakim juga ikut konstruksi yang dibuat JPU. Saya bisa apa? Tentu saya akan pikirkan langkah hukum saya. Menurut saya sangat tidak adil karena konstruksi yang dibangun itu dari kasus sebelumnya padahal jauh berbeda dari fakta persidangan," kata Andi seusai sidang.

Namun ia tidak mempermasalahkan pencabutan hak politiknya. "Saya tidak mengurus politik. Masalah politik bagi saya sudahlah hidup bukan politik. Masih banyak jalan untuk hidup jadi tidak masalah,” kata Andi.

Terkait perkara ini, sudah ada 6 orang yang dijatuhi vonis yaitu anggota Komisi V dari fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putrani yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan; dua rekan Damayanti yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi sudah divonis masing-masing 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan; anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto yang divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan; Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary divonis 6 tahun penjara. Sedangkan Abdul Khoir sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Sedangkan tiga orang masih berstatus tersangka di KPK yaitu Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PKS Yudi Widiana Adia, anggota Komisi V dari fraksi PKB Musa Zainuddin dan pemilik PT Cahaya Mas Maluku So Kok Seng alias Aseng. Baca Juga: Tingkat Banding, Vonis Penyuap Damayanti Cs Berkurang Jadi 2,5 Tahun
Tags:

Berita Terkait