23 Permen Hambat Investasi, Industri Manufaktur dan Teknologi Kena Dampak
Utama

23 Permen Hambat Investasi, Industri Manufaktur dan Teknologi Kena Dampak

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengkaji aturan itu untuk selanjutnya diteruskan kepada kementerian terkait.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Kepala BKPM Thomas Lembong  (kiri) dan Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis saat konferensi pers di kantor BKPM Rabu (21/4). Foto: NNP
Kepala BKPM Thomas Lembong (kiri) dan Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis saat konferensi pers di kantor BKPM Rabu (21/4). Foto: NNP
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) masih menemukan sejumlah regulasi yang baru diterbitkan tahun ini akan berpotensi menghambat investasi. Paling tidak, ada puluhan Peraturan Menteri (Permen) yang dinilai menghambat realisasi investasi bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).

Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan bahwa 23 Permen yang baru saja diteken pemerintah berpotensi mempersulit ruang gerak pelaku usaha. Pasalnya, beberapa regulasi itu mengatur sejumlah syarat serta tambahan izin-izin baru yang mesti dipenuhi pelaku usaha bila ingin berinvestasi. Hal itu jelas sekali bertolakbelakang dengan upaya pemerintah yang terus menggenjot peringkat Indonesia terkait kemudahan dalam berinvestasi (Ease of Doing Business).

“Dalam lima bulan terakhir, lebih banyak re-regulasi. Banyak muncul Permen yang atur syarat dan izin-izin baru, bukannya penyederhanaan (deregulasi),” kata Lembong saat diwawancara di kantornya, Rabu (23/4).

Lembong menambahkan, kondisi belakangan ini memang cukup membuat pelaku usaha khususnya PMA khawatir untuk berinvestasi. Mereka khawatir terhadap risiko mengenai kepastian berinvestasi lantaran belakangan ini pemerintah justru banyak melakukan re-regulasi ketimbang deregulasi aturan-aturan yang menghambat investasi. Akibatnya, kata Lembong, realisasi investasi yang dilakukan oleh PMA cenderung mengalami stagnasi dari tahun ke tahun.

Padahal, Presiden Joko Widodo dalam suatu rapat terbatas baru-baru ini pernah meminta agar Indonesia mencari contoh negara yang dinilai berhasil dalam membuat regulasi di bidang investasi. Kata Lembong, Indonesia bisa saja berkaca dari negara tetangga, yakni India dan Vietnam. Kedua negara ini berhasil mencapai realisasi investasi, salah satunya dengan melakukan deregulasi peraturan secara besar-besaran dimana iklim investasi di negara itu semakin terbuka dan membuat pelaku usaha lebih leluasa.

“Kita melihat dua negara semakin melakukan deregulasi, semakin terbuka dan membuat leluasa para pelaku usaha,” katanya.

Sebelumnya, sewaktu memimpin rapat terbatas bertema “Akselerasi Peningkatan Peringkat EoDB” pada 29 Maret 2017 yang lalu, Presiden Joko Widodo, mengatakan bahwa masih ditemukannya banyak regulasi yang menghambat investasi. Presiden juga mengungkapkan bahwa masih banyak peraturan termasuk Permen yang bermunculan padahal seharusnya tidak perlu lagi lebih banyak aturan yang berpotensi semakin menambah persoalan baru lantaran regulasi itu semestinya bisa stabil.

Waktu itu, Presiden juga meminta kepada para menteri dan lembaga terkait agar mengatasi hambatan investasi akibat regulasi yang diterbitkan dengan melakukan deregulasi secara tepat waktu. Pasalnya, presiden ingin agar peringkat Indonesia dalam EoDB bisa masuk dalam jajaran 40 besar. Ia optimis bisa mencapai target itu lantaran saat ini Indonesia dikategorikan sebagai negara top reformer dimana posisi Indonesia berada di peringkat 91 atau berhasil naik 15 peringkat dari posisi sebelumnya.

"Kalau dibuat juga dengan konsultasi publik yang baik berkali-kali, berbulan-bulan, dan transparan sehingga jangan sampai tahu-tahu keluar mendadak, keluar Permen, kaget semua, ramai semuanya, dan sekali lagi saya harapkan peringkat EODB pada tahun ini bisa meningkat lebih baik lagi," kata Presiden waktu itu.

Menindaklanjuti hal itu, Lembong mengatakan bahwa pihaknya segera melakukan kajian terhadap 23 Permen yang dinilai hambat investasi. Bila perlu, aturan-aturan yang lain sepanjang mengatur izin-izin yang menghambat kemudahan berinvestasi juga akan ia kaji secara mendalam. Bahkan tak cuma BKPM, kabarnya tim dari Kantor Staf Presiden (KSP) juga akan membahas aturan itu secara intensif. Dikatakan Lembong, dari 23 Permen itu saja misalnya, setidaknya terdapat dua sektor yang akan terkena dampaknya, yakni sektor manufaktur dan teknologi.

“Sementara ini, penjelasan saya cukup segitu aja,” kata Lembong saat ditanya lebih detil mengenai Permen apa saja yang dianggap menghambat itu.

Selain itu, masih kata Lembong, ia mendorong agar pemerintah terutama Kementerian membuat peraturan secara transparan. Uji publik mesti digelar untuk menjaring masukan supaya aturan itu tidak membuat kaget saat diterbitkan. Tak kalah penting juga, peraturan itu harus bisa memperhatikan global best practice sebagai acuan keberhasilan di negara-negara lain.

“Ketidakstabilan regulasi dan regulasi yang ngawur kendala nomor satu investasi,” tutupnya.

Hukumonline.com
Sumber: BKPM (Realisasi Triwulan I 2017 Berdasarkan Sektor)

Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis, pada kesempatan yang sama, menambahkan bahwa pemerintah harus terus melakukan deregulasi lantaran ada dua masalah dalam peraturan-peraturan tersebut, yakni aturan dibuat untuk berlaku surut (retroaktif) dan aturan itu tidak mengatur masa transisi. Bagi pelaku usaha, itu akan punya dampak serta risiko yang sangat tinggi buat keberlangsungan usahanya.

“Karena investor datang dengan mengantongi dan berpedoman dengan regulasi yang lama,” kata Azhar.

Ia menambahkan, semestinya peraturan itu dibuat untuk diberlakukan kedepan sehingga pelaku usaha yang sudah masuk dan berinvestasi di Indonesia tidak merasa kaget lantaran harus menyesuaikan dengan perubahan regulasi. Belum lagi, ada pula regulasi yang dibuat dan diminta berlaku tanpa adanya masa peralihan. Peraturan yang baik biasanya mengatur ketika ada izin yang masih berlaku, maka izin itu tetap berlaku dan kemudian setelah mengajukan perpanjangan barulah mengikuti ketentuan baru yang diatur.

(Baca Juga: Progress Simplifikasi Regulasi Bidang Perizinan dan Investasi)

Diwartakan Hukumonline sebelumnya, pemerintah tengah fokus melaksanakan simplifikasi regulasi tahun 2016 bidang perizinan dan investasi pada 20 Kementerian/Lembaga (K/L). Staf Ahli Kepala Bappenas Diani Sadiawati, menerangkan bahwa Bappenas bersama KSP dan Kementerian Dalam Negeri telah menyelenggarakan pertemuan dengan 20 K/L terkait perizinan dan investasi untuk menetapkan target pelaksanaan pemangkasan regulasi Tahun 2016 lalu.

Berdasarkan laporan hingga Desember 2016, sebanyak 8.811 regulasi, 1.133 regulasi diantaranya terkait perizinan dan investasi. Dari jumlah tersebut rincian capaian tahun 2016 sebanyak 324 regulasi telah dicabut hingga akhir 2016. Sebanyak 75 regulasi telah direvisi dan sebanyak 19 regulasi diantaranya beririsan dengan upaya yang telah dilakukan Kementerian Perindustrian dalam Paket Kebijakan Ekonomi. Langkah simplifikasi regulasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri melalui pembatalan sebanyak 3.143 regulasi yang terdiri atas Peraturan dan Keputusan Menteri Dalam Negeri serta Peraturan Daerah/Peraturan Kepala Daerah.

Dalam prosesnya, Kemendagri menggunakan kriteria, Pertama, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, kepentingan umum, kesusilaan, dan menghambat perizinan dan investasi. Kedua, peraturan yang dijadikan dasar pembentukan telah dibatalkan dengan Putusan MK. Lalu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Paket Kebijakan Ekonomi I-XIII telah melakukan deregulasi sebanyak 204 regulasi yang meliputi pencabutan, revisi dan pembentukan regulasi baru.

(Baca Juga: Putusan MK Berdampak pada Program Deregulasi Sektor Investasi)

Hukumonline.com


Sumber: Bappenas.

Simplifikasi regulasi tahun 2017 ini, lanjutnya, akan dilakukan melalui dua mekanisme yakni self assessment dan peer assessment. Ada empat isu prioritas yang sudah ditentukan. Empat isu itu terkait sumber daya alam (SDA), perizinan dan investasi, perindustrian dan perdagangan, dan tema strategis sesuai dengan RKP yang akan ditentukan kemudian serta disesuaikan dengan karakteristik masing-masing K/L

Self assessment, pelaksanaan simplifikasi regulasi berdasarkan target yang ditentukan oleh K/L berdasarkan tema yang disepakati dengan Bappenas. Sedangkan Peer Assesment adalah pelaksanaan simplifikasi regulasi dengan mengakomodasi masukan dari berbagai pihak, termasuk K/L terkait, organisasi profesi, dunia usaha, pakar, dan lain sebagainya,” katanya.

Bappenas selaku koordinator juga menentukan K/L pelaksana simplifikasi regulasi. Sejauh ini, sudah ada 17 Kementerian yang akan menjadi K/L pelaksana. Langkah selanjutnya adalah penentuan aksi. Penentuan aksi ini dilakukan dengan update inventarisasi regulasi, identifikasi dan analisis regulasi yang akan disimplifikasi, dan simplifikasi regulasi. Sementara langkah selanjutnya diikuti dengan pembahasan target dengan K/L, yang dilakukan dengan pertemuan untuk menyepakati target simplifikasi regulasi masing-masing K/L dengan menyesuaikan pada karakteristik setiap K/L.

“Dalam mekanisme peer assessment, nantinya akan ada diskusi dengan organisasi profesi dan dunia usaha, diskusi dengan penerima manfaat dan praktisi, debottleneckin, dan kerjasama dengan media yakni menggali masukan dari praktisi dan pengusaha,” tutup Diani.

Realisasi Investasi Tumbuh 13,2%
Dalam laporan Triwulan I 2017, BKPM mencatat realisasi investasi PMDN dan PMA mencapai Rp 165,8 triliun dimana realisasi ini mengalami peningkatan dari penerimaan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 146,5 triliun atau terjadi peningkatan sebesar 13,2%. Total realisasi ini diharapkan dapat memperkecil jarak atas target realisasi investasi tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 678,8 triliun.

"Melihat data realisasi PMA dan PMDN TW l tahun 2017 ini, menggambarkan bahwa minat investasi di Indonesia tetap tinggi dan kami semakin optimis bahwa target tahun 2017 yang sebesar Rp 678,3 triliun akon dapat tercapai,” sebut Lembong.

Bila dirinci, realisasi PMDN selama Triwulan I 2017 sebesar Rp 68,8 triliun atau naik 36,4% dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnnya yang hanya sebesar Rp 50,4 triliun. Sementara, realisasi PMA sebesar Rp 97,0 triliun atau naik 0,94% dari total realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 96,1 triliun.

Dari segi sektor industri, lima besar sektor yang mendominasi baik PMDN dan PMA secara berturut-turut: sektor pertambangan (Rp 29,6 triliun/17,7%); sektor industri makanan (Rp 18,5 triliun/11,1%), sektor transportasi gudang, dan telekomunikasi (Rp 18,4 triliun/11,1%); sektor listrik, gas, dan air (Rp 167 triliun/10,1%); dan sektor industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik (Rp 15,2 triliun/9,2%).

BKPM juga mencatat, realisasi investasi berdasarkan lokasi proyek  adalah: Jawa Barat (Rp 29,3 Triliun, 17,7%); DKI Jakarta (Rp 24,2 Triliun, 14,6%); Jawa Timur(Rp 12,6 Triliun, 7,6%);Banten (Rp 12,4 Triliun, 7,4%)dan Jawa Tengah (Rp 11,9 Triliun, 7,2%).Lalu, Limabesar negara asal PMAadalah: Singapura (US$ 2,1miliar, 28,2%); Jepang (US$ 1,4 miliar, 19,2%); R.R. Tiongkok (US$ 0,6 miliar, 8,2%); Amerika Serikat (US$ 0,6 miliar, 8,2%) dan Korea Selatan (US$ 0,4 miliar, 5,8%).
Tags:

Berita Terkait