Dalam deklarasi itu hadir pimpinan Fakultas Hukum PTM dari Aceh, Medan (UMSU), Tapanuli Selatan (Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan), Tangerang, Asahan, Yogyakarta (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Asahan, Kendari, dan Malang (Universitas Muhammadiyah Malang). Saat ini ada 37 program studi hukum di lingkungan PTM se-Indonesia.
Sebelum Deklarasi Medan dibacakan sudah lebih dahulu dilakukan konsolisasi Forum Dekan Fakultas Hukum PTM se-Indonesia. Trisno menjelaskan sudah ada pertemuan-pertemuan sebelumnya yang membahas dunia peradilan, khususnya berkaitan dengan RUU Jabatan Hakim. “Dalam pertemuan itu, kami membahas berbagai hal berkenaan dengan RUU (Jabatan Hakim) ini,” jelas dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu kepada hukumonline. Baca juga: Independensi dan Akuntabilitas Harus Sama-Sama Diperjuangkan).
Trisno, doktor ilmu hukum dari Universitas Diponegoro, juga memastikan pandangan-pandangan dalam Deklarasi Medan sudah dikoordinasikan dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah di Jakarta. Koordinasi itu penting karena Forum Dekan Fakultas Hukum PTM berada di bawah naungan Muhammadiyah. Substansi deklarasi juga dikonsultasikan dengan bidang hukum dan HAM di PP Muhammadiyah. (Baca juga: Ada Usulan tentang Reassessment Hakim Lima Tahunan).
Forum Dekan Fakultas Hukum PTM menjelaskan Deklarasi Medan merupakan wujud kepedulian dan perhatian terhadap dunia peradilan, dalam hal ini RUU Jabatan Hakim. Peran Komisi Yudisial salah satu yang mendapat perhatian. “RUU Jabatan Hakim ini dapat menjadi pegangan dalam pengembangan terhadap pembentukan karakater hakim,” kata Trisno.
Dalam proses penyusunan pandangan Forum Dekan tersebut ternyata ada kesamaan pandangan dengan organisasi masyarakat sipil khususnya di lingkungan Muhammadiyah. Karena itu, saat pembacaan Deklarasi Medan, ada perwakilan masyarakat sipil yang ikut.
Isi Deklarasi
Ada 4 poin isi Deklarasi Medan yang mendorong upaya perwujudan akuntabilitas peradilan yang sesungguhnya. Pertama, tuntutan kepada dunia peradilan Indonesia untuk mewujudkan dan nembuktikan kinerjanya dalam memenuhi keadilan yang sesungguhnya demi kembalinya kepercayaan publik.
Kedua, desakan terhadap percepatan dan kematangan pembahasan RUU Jabatan Hakim dan pengawalan adanya jaminan terhadap kepentingan publik dan akuntabilitas peradilan pada konten di dalamnya.
Ketigai, desakan terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang ikut andil dalam pembahasan RUU Jabatan Hakim untuk memasukkan beberapa konten utama seperti rekrutmen hakim yang melibatkan banyak pihak; evaluasi rutin untuk memastikan kelayakan tugas profesi hakim, dan penerapan prinsip shared responsibility sebagai realisasi akuntabilitas peradilan pada manajemen jabatan hakim. (Baca juga: Pentingnya Konsep Shared Responsibility dalam Rekrutmen Hakim).
Keempat, apresiasi kepada DPR yang telah menjadi inisiator pengusulan RUU Jabatan Hakim sekaligus dukungan untuk terus menerus konsisten mewakili suara publik dalam pengelolaan manajemen hakim yang akuntabel dan partisipatif melalui pelibatan banyak pihak.