Pengambilan Keputusan Hak Angket KPK Terkesan ‘Dipaksakan’
Berita

Pengambilan Keputusan Hak Angket KPK Terkesan ‘Dipaksakan’

Selain tidak memberi kesempatan pandangan tujuh fraksi lain, Fahri dinilai abuse of power dalam memimpin rapat paripurna yang tidak sesuai prosedur ketentuan Pasal 199 ayat (3) UU MD3. Karena itu, forum persetujuan hak angket ini dinilai illegal.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Akhirnya, pengambilan keputusan terhadap penggunaan hak angket terkait dibukanya rekaman transkrip pemeriksaan Miryam S Haryani dalam rapat paripurna disetujui oleh DPR. Namun, keputusan ini tidak berjalan mulus, bahkan terkesan 'dipaksakan'. Hujan interupsi pun menghiasi pengambilan keputusan hak angket ini.

“Dengan disetujui penggunaan hak angket, maka DPR akan membentuk Pansus usai reses,” ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jumat (28/7/2017).

Sontak saja, Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani pun maju ke meja pimpinan rapat paripurna dari tempat duduknya. Sembari mengucap kata tak sepakat usai Fahri mengetuk palu sidang lantaran tanpa persetujuan dari seluruh anggota dewan. Semestinya, sebelum mengambil keputusan terlebih dahulu mendengar pendapat masing-masing fraksi partai.

Alhasil, seluruh anggota Fraksi Gerindra di ruang rapat paripurna melakukan walk out saat Ketua DPR Setya Novanto berpidato penutupan masa sidang. Baca Juga: Usulan Hak Angket Rekaman Miryam Bentuk Intervensi Penegakkan Hukum

Anggota Komisi I dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan semestinya penggunaan hak angket tak dilakukan sepihak oleh anggota dewan. Namun, momentum pekan depan memasuki masa reses, apakah tidak sebaiknya anggota dewan dapat menanyakan ke konstituennya di daerah pemilihan perihal penggunaan hak angket ini. “Jangan sampai mengambil keputusan ini malah ‘bunuh diri’. Ada baiknya kita tunda, dan tanyakan ke rakyat apa setuju kita ajukan hak angket ini,” kata Martim mengusulkan.

Fraksi Partai Demokrat dalam pandangan yang dibacakan Erma Suryani Ranik menolak tegas usulan hak angket terhadap KPK. Meski memahami tujuan para pengusul hak angket, namun disadari KPK merupakan institusi negara yang diisi oleh manusia biasa sebagai pelaksana UU. Menurut Fraksi Demokrat penggunaan hak angket dapat melemahkan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Karena itu, pengunaan hak angket dinilai tidak tepat. “Demokrat tidak setuju dengan hak angket KPK,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR ini berpandangan klarifikasi terhadap penggunaan kewenangan KPK memang sangatlah diperlukan. Namun, klarifikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme lain tanpa mengganggu proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.

Senada, PKB pun mengungkapkan penolakannya. Anggota Fraksi PKB Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz berpandangan penggunaan hak angket berpotensi melebarkan persoalan. Meski hak angket merupakan hak anggota dewan, namun anggota dewan dari Fraksi PKB tak menggunakan hak tersebut. Lagi pula, upaya koreksi terhadap kinerja KPK dalam kasus ini masih dapat dilakukan melalui Panja Komisi III, sehingga masih dapat diketahui duduk persoalan.

“Kalau menggunakan hak angket akan melebar dan akan bias. Karena itu, PKB menolak hak angket tersebut,” tegasnya.

Meski partai lain belum berkesempatan memberikan pandangannya dalam rapat paripurna, namun Fraksi PKS sudah membuat pernyataan penolakan. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini  menilai keputusan penolakan diambil setelah melakukan pengkajian mendalam atas dampak dari pengunaan hak angket ini. Baca Juga: Pakar TPPU: Hak Angket Bakal Ganggu Proses Penegakkan Hukum

Dia beralasan penggunaan hak angket terkesan bakal mengganggu dan menghambat KPK dalam melaksanakan agenda pemberantasan korupsi. “Sesuai kajian Fraksi dan arahan DPP, Fraksi PKS memutuskan tidak ikut menandatangani hak angket agar tidak terkesan mengganggu KPK dalam menegakkan hukum (pemberantasan korupsi),” ujarnya.

Kecewa
Ahmad Muzani mengaku kecewa dengan sikap pimpinan rapat paripurna, Fahri Hamzah yang terkesan memaksakan agenda hak angket. Mestinya, Fahri Hamzah sebagai pimpinan rapat mendengarkan terlebih dahulu pandangan dari masing-masing fraksi sebelum mengetuk palu sidang. “Tindakan pimpinan terlalu gegabah terhadap aspirasi dan pendapat yang berkembang dalam anggota dewan,” ujarnya.

Terkait persoalan Komisi III DPR, semestinya rapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) yakni Fadli Zon. Sementara rapat paripurna malah dipimpin oleh Fahri Hamzah yang notabene Wakil Ketua DPR bidang Kesejahteraan Rakyat. Baca Juga: Usulan Hak Angket Kasus e-KTP Dinilai Tidak Perlu

Muzani mengatakan fraksi yang dipimpinnya bakal berupaya melawan atas keputusan yang diambil yang terkesan dipaksakan. Caranya, Fraksi Gerindra bakal berupaya melobi untuk menggelar rapat paripurna di masa sidang berikutnya. “Pimpinan, saya kira memaksakan agenda ini, seharusnya mendengarkan pandangan-pandangan dulu,” ujarnya.

Sikap yang sama diutarakan Erma Suryani Ranik. Pihaknya sudah menyampaikan keberatan akibat sikap Fahri yang tergesa-gesa menyetujui usulan hak angket KPK dengan mengetuk palu sidang tanpa mendengarkan terlebih dahulu pandangan fraksi partai lain. “Kami sedikit kecewa dengan sikap bang Fahri,” ujarnya.

Cacat prosedur
Koordinator korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan mekanisme sebagaimana tertuang dalam Pasal 199 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) tak digubris Fahri sebagai pimpinan rapat paripurna. Sebaliknya, Fahri malah langsung mengetuk palu sidang untuk mengambil keputusan. Bahkan interupsi dari sejumlah anggota dewan yang menolak  keputusan tesebut diabaikan.

UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3)
Pasal 199
(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
(2) Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undangundang yang akan diselidiki; dan b. alasan penyelidikan.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Donal menilai tindakan Fahri illegal. Bahkan, bisa disebut abuse of power. Sebab, memutuskan sepihak tanpa adanya mendengarkan sikap dan pandangan anggota lain. Lagi pula tindakan Fahri dinilai merendahkan hak masing-masing anggota untuk memberikan sikap atas pengajuan hak angket tersebut “Kewenangan pengambilan keputusan bukanlah hak pimpinan, melainkan anggota,” ujarnya mengingatkan.

Dikatakan Donal, lantaran prosedur formal tak terpenuhi, maka hak angket menjadi cacat hukum. Akibatnya, penggunaan hak angket ini tak dapat digunakan. Ia berharap KPK tak perlu memenuhi undangan forum hak angket lantaran tidak sesuai prosedur dan mekanisme sesuai peraturan perundangan yang berlaku. “KPK tidak perlu datang ke forum yang illegal dan cacat hukum tersebut,” katanya.
Tags:

Berita Terkait