Ditangkap, LPSK Diminta Beri Perlindungan Miryam S Haryani
Berita

Ditangkap, LPSK Diminta Beri Perlindungan Miryam S Haryani

LPSK mesti aktif jemput bola. Keterangan Miryam dalam kasus proyek e-KTP sebagai saksi mesti dilindungi karena berpotensi mendapat banyak tekanan dalam upaya membongkar kasus mega skandal korupsi proyek e-KTP senilai Rp2,3 triliun.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Di persidangan, Miryam mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik KPK.
Di persidangan, Miryam mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik KPK.
Setelah mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK, tersangka kasus memberi keterangan tidak benar, Miryam S Haryani akhirnya ditangkap pihak kepolisian di sebuah hotel di bilangan Kemang, Senin (1/5) kemarin. Penangkapan berlangsung tanpa adanya perlawanan. Miryam pun langsung diboyong markas Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan penangkapan yang dilakukan Polda Metro mesti diapresiasi. Penangkapan yang dilakukan kepolisian di bilangan Kemang Jakarta Selatan menjadi angin segar bagi pengungkapan kasus dugaan korupsi mega skandal proyek e-KTP sebesar Rp2,3 triliun. Miryam diharapkan buka mulut atas pihak-pihak yang diakuinya mengintervensi saat menjalani pemeriksaan sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat penyidik KPK.

“Semoga dengan ditemukannya Miryam kita harapkan dapat menguak misteri siapa sesungguhnya yang menekan dirinya saat di BAP,” ujarnya di Jakarta, Selasa (2/5/2017).

Miryam diminta jujur memberikan keterangan di depan penyidik maupun di muka persidangan sesuai yang dialami dan dilakukannya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek e-KTP. Terlebih, penyidik senior KPK Novel Baswedan menyatakan Miryam dalam pemeriksaan mengakui ada anggota dewan yang mengintervensi saat menjalani pemeriksaan. “Apa benar ada sejumlah anggota komisi III menekan dirinya,” ujarnya.

Ia berpendapat bila semua pertanyaan terjawab, maka Pansus hak angket DPR terhadap KPK dalam kaitannya membuka rekaman pemeriksaan Miryam di KPK tak diperlukan lagi. Dengan begitu, nantinya polemik terkait rekaman dan adanya tudingan kecurigaan keterkaitan dengan kasus proyek e-KTP dapat segera diakhiri. Ujungnya, KPK dalam melanjutkan pemeriksaan kasus e-KTP tanpa lagi ada pihak yang ‘menganggu’. Baca Juga: Akhirnya, Miryam Haryani Praperadilankan KPK

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menambahkan terlepas status Miryam, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta memberikan perlindungan terhadap politisi Partai Hanura itu. Nasir berpendapat, Miryam rawan mendapat tekanan atas informasi yang dimilikinya dalam kaitan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini. Itu sebabnya, menjadi keharusan agar LPSK memberikan perlindungan terhadap Miryam.

“Keterangan Miryam yang berubah-ubah ini adalah ‘sinyal’ yang bersangkutan mengalami sejumlah tekanan dan mungkin ancaman dari pihak lain,” sebutnya.

Dikatakan Nasir, sebagai lembaga yang terbentuk atas amanat UU No. 31 Tahun 2014 jo Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK mestinya wajib aktif dalam memberikan perlindungan terhadap saksi yang berpotensi menuai ancaman.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpandangan Miryam berhak mendapat perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga serta harta bendanya dari ancaman yang terkait dengan keterangan yang akan, sedang, dan yang telah diberikannya bebas dari berbagai tekanan. “Untuk itu, sebaiknya LPSK segera ‘jemput bola’ untuk melindungi Miryam,” harapnya. Baca Juga: Membuka ‘Simpul' Keterlibatan Nama Besar dalam Kasus e-KTP

Nasir menyayangkan sikap kurang responsifnya KPK dalam memberikan perlindungan terhadap Miryam sebagai saksi dalam kasus mega korupsi E-KTP. Sebab, sedari awal Miryam merasa diancam dan ditekan oleh sejumlah pihak. Karena itu, KPK semestinya mengambil langkah berkoordinasi dengan LPSK. 

Dia beralasan sebagai saksi, keterangan Miryam dilindungi UU. Nasir berharap LPSK segera mengambil langkah cepat, sehingga pengungkapan kasus e-KTP dapat berjalan dan tidak ada satupun pihak yang dapat menghambat proses penanganan korupsi ini.

Bentuk arogansi kekuasaan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Adrianus Garu menilai hak angket yang digulirkan sejumlah anggota Komisi III DPR merupakan tindakan bodoh saat negara sedang gencar melawan koruptor. Semestinya, DPR tidak melakukan intervensi, tetapi justru memberikan dukungan penuh terhadap KPK. Terlebih, hak angket terhadap KPK bentuk arogansi kekuasaan. Baca Juga: Usulan Hak Angket Rekaman Miryam Bentuk Intervensi Penegakkan Hukum

“Itu kerja bodoh DPR di tengah negara melawan koruptor. DPR harusnya jangan intervensi. Malah DPR sendiri yang biarkan korupsi dan arogansi kekuasaan merajalela,” tudingnya.

Adrianus meminta KPK agar tetap melawan segala bentuk pelemahan terhadap agenda pemberantasan korupsi karena sebenarnya rakyat berada di belakang KPK. Karena itu, KPK pun diminta membersihkan semua anggota dewan di senayan yang terlibat kasus korupsi e-KTP tanpa pandang bulu.

Senator asal Nusa Tenggara Timur itu juga meminta KPK bekerja sama dengan PPATK mengusut semua harta kekayaan semua anggota DPR yang belum melaporkan LHKPN. “KPK jangan mau dilemahkan. Ada rakyat dibelakang. Bersihkan semua DPR yang sudah terlibat tanpa pandang bulu,” tegas politisi Partai Hanura itu.
Tags:

Berita Terkait