Kebijakan Ini Perlu Ditiru Daerah Lain dari Makassar
Laporan dari Makassar:

Kebijakan Ini Perlu Ditiru Daerah Lain dari Makassar

Evaluasi pelaksanaannya akan ditagih pada pertengahan tahun.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum DPN Peradi, Fauzie Yusuf Hasibuan menyerahkan cendera mata kepada Kepala Biro Hukum Pemprof SUmawesi Selatan, disaksikan Ketua DPC Peradi Makassar M. Jamil Misbach (kiri). Foto: MYS
Ketua Umum DPN Peradi, Fauzie Yusuf Hasibuan menyerahkan cendera mata kepada Kepala Biro Hukum Pemprof SUmawesi Selatan, disaksikan Ketua DPC Peradi Makassar M. Jamil Misbach (kiri). Foto: MYS
Datang mewakili Gubernur, Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Syamsul Basri Syam menyampaikan terima kasih kepada Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang telah menyelenggarakan seminar internasional tentang arbitrase, Kamis (05/5). Perhelatan itu, kata dia, sangat penting artinya bagi masyarakat Sulawesi Selatan yang terus berkembang.

Indikator perkembangan itu antara lain bisa dilihat pada kenaikan pendapatan perkapita per tahun, dari 9 juta menjadi 45 juta rupiah; atau pada nilai uang yang beredar, dan jumlah kendaraan yang terus bertambah di jalanan. Tetapi di tengah perkembangan pesat itu masih ada warga miskin yang harus dibantu. “Sepuluh tahun terakhir, Sulawesi Selatan mengalami pertumbungan ekonomi,” kata Syamsul.

Salah satu bantuan yang diberikan pemerintah, khususnya pemerintah kota Makassar, adalah alokasi dana bantuan hukum untuk warga miskin. Makassar salah satu dari sedikit pemerintah daerah yang memiliki payung hukum khusus tentang anggaran bantuan hukum. Ada Peraturan Daerah Kota Makassar No. 7 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum. Perda ini merujuk pada UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Menurut Ketua DPC Peradi Makassar, M. Jamil Misbach, Perda Bantuan Hukum itu disusun dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Advokat Peradi juga dilibatkan Pemkot dan DPRD Makassar pada saat proses penyusunan Perda tersebut. Perada ini diyakini Jamil akan sangat bermanfaat bagi masyarakat miskin. “Dengan Perda ini, masyarakat miskin merasa kepentingannya terwakili dalam mencari keadilan,” ucapnya saat diwawancarai hukumonline.  “Pemerintah memampukan mereka melalui dana bantuan hukum,” sambungnya.

Kebijakan Pemkot Makassar membuat Perda Bantuan Hukum dengan melibatkan kalangan advokat dan lembaga bantuan hukum mendapat apresiasi dari Ketua DPN Perhimpunan Advokat Indonesia, Fauzie Yusuf Hasibuan. Saat membuka seminar internasional tentang arbitrase di Makassar, Kamis (05/5), Fauzie secara khusus memberikan apresiasi. Apalagi hanya satu dua kota yang berkomitmen menganggarkan bantuan hukum pada APBD-nya. (Baca juga: Peradi Fauzie Berharap Bantuan Hukum Pro Bono Tepat Sasaran).

Fauzie mengajak para advokat di daerah ikut mendorong terbentuknya regulasi pemberian bantuan hukum di daerah seperti yang dilakukan Makassar. “Ini inisiatif yang patut dicontoh daerah lain,” ujarnya. (Baca juga: DPR Kecewa Anggaran Bantuan Hukum Menurun Tajam).

Perda Kota Makassar tentang Bantuan Hukum diberlakukan mulai 30 Desember 2015. Terdiri dari 28 pasal, Perda ini antara lain mengatur tentang parameter warga miskin, persyaratan dan mekanisme mendapatkan bantuan hukum, serta mekanisme pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan hukum. (Baca juga: Jika Advokat Meminta Imbalan Saat Memberikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma).

Direktur LBH Makassar, Haswandy Andi Mas, mengatakan program bantuan hukum dalam konteks Perda tersebut berjalan tetapi belum sepenuhnya mencapai sasaran membantu warga miskin ketika menghadapi persoalan hukum. Sudah ada beberapa proses mediasi yang dilakukan dengan difasilitasi oleh aparat pemerintah kota. Pada awalnya ada Tim 9 yang dibentuk untuk menjalankan program bantuan hukum. Tetapi, Haswandy mengakui penyelenggaraan bantuan hukum di Makassar belum maksimal (membantu warga miskin).

Makassar memiliki 9 organisasi pemberi bantuan hukum (OBH) yang terakreditasi. Jumlah ini belum sepadan dengan jumlah warga miskin yang harus dibantu. Seorang advokat membantu 2000 orang warga miskin agar mereka melek hukum. Ini berkaitan dengan minimnya jumlah advokat di OBH yang terakreditasi. Padahal, penyaluran dana bantuan hukum untuk orang miskin dilakukan melalui OBH tersebut.

Perda Bantuan Hukum di Makassar sudah berlaku selama hampir 1,5 tahun. Dalam waktu yang relatif singkat itu, seharusnya ada evaluasi terhadap program bantuan hukum, termasuk peraturan teknis lanjutan (Peraturan Walikota). “Nanti Juni akan kami dorong untuk dilakukan evaluasi,” kata Haswandy.

Pasal 27 Perda Kota Makassar No. 7 Tahun 2015 memang menentukan enam bulan sejak Desember 2015, peraturan pelaksanaan Perda itu sudah harus ditetapkan. Inilah antara lain yang ingin ditagih LBH Makassar dan OBH lain yang terakreditasi.
Tags:

Berita Terkait