KPK Minta PP Hak Warga Binaan Ditegakkan Terkait Jaksa Urip
Berita

KPK Minta PP Hak Warga Binaan Ditegakkan Terkait Jaksa Urip

Pembebasan bersyarat ini dapat menjadi preseden tidak baik ke depan jika diteruskan dengan pemberian-pemberian remisi atau pembebasan bersyarat.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Mantan jaksa, Urip Tri Gunawan mengajukan peninjauan kembali terkait kasus kasus di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/9). Urip membacakan sendiri memori PK, tanpa didampingi pengacara.
Mantan jaksa, Urip Tri Gunawan mengajukan peninjauan kembali terkait kasus kasus di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/9). Urip membacakan sendiri memori PK, tanpa didampingi pengacara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2012  tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 Tahun 1999  tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan ditegakkan terkait pembebasan bersyarat yang diterima mantan Jaksa Urip Tri Gunawan, terpidana kasus suap dan pemerasan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Yang pasti ke depan kita harus tegakkan bersama-sama PP No. 99 Tahun 2012 dan juga terkait hukuman tambahan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juga perlu menjadi kesadaran bersama," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/5/2017). Baca Juga: Perhimpunan Magister Hukum Gugat PP Warga Binaan

Menurut Febri, dalam UU Pemberantasan Tipikor maupun KUHP diatur dan dimungkinkan berupa hukuman tambahan seperti pencabutan hak-hak narapidana. "Apakah itu pencabutan hak politik, pencabutan hak sebagai narapidana, remisi atau hak-hak yang lain. Saya kira ini perlu dijadikan sikap bersama untuk meningkatkan efek jera dalam pemberantasan korupsi," tuturnya.

Febri pun menegaskan KPK belum menerima surat dari Kementerian Hukum dan HAM soal pembebasan bersyarat dari mantan Jaksa Urip Tri Gunawan itu. "Yang terjadi terkait pembebasan bersyarat terpidana Urip Tri Gunawan ada surat dari pihak Kemenkumham untuk menanyakan perihal denda yang sudah dibayarkan dan konversi dari denda tersebut dengan hukuman pengganti, jadi surat itulah yang kami terima," tuturnya.

Menurut Febri, KPK belum merespons terkait surat tersebut karena perlu dicek terlebih dahulu dan mempertimbangkan banyak hal. "Jadi kalau ada yang mengatakan pembebasan bersyarat Urip tersebut sudah dikonsultasikan dengan KPK, sudah seizin KPK saya kira itu tidak tepat karena surat yang dikirim ke KPK adalah surat pertanyaan permintaan penjelasan terkait dengan (konversi) denda," ucap Febri. Inisiator Petisi Remisi Koruptor: Presiden Pastikan Tolak Remisi Koruptor

Yang pasti, kata Febri, terkait pembebasan bersyarat tersebut dapat menjadi preseden tidak baik ke depan jika diteruskan dengan pemberian-pemberian remisi atau pembebasan bersyarat meski itu diatur dalam Undang-Undang. Menurut dia, ada kebijakan dan sikap yang sebenarnya ditunjukkan sesuai PP No. 99 Tahun 2012 dimana ada kekhususan dan keseriusan untuk pemberantasan korupsi.

"Bukan ketentuan minimal yang diambil karena kalau kita baca UU bahwa 2/3 menjalani masa pidana tersebut adalah ketentuan yang minimal jadi tidak harus 2/3 menjalani masa pidana kemudian harus dibebaskan karena ada syarat-syarat yang lain, tetapi ada hal-hal lain yang perlu juga diperhatikan," kata Febri mengingatkan.

PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan ditetapkan ketika Menteri Hukum dan HAM dijabat oleh Amir Syamsudin. PP ini mengatur pemberian remisi terhadap narapidana. Narapidana untuk kasus-kasus pidana khusus (korupsi) tidak mendapatkan remisi atau pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana. Baca Juga: Pemerintah Didesak Tinjau Ulang Remisi buat Koruptor

Sebelumnya, mantan Jaksa Urip Tri Gunawan divonis 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider satu tahu kurungan dalam kasus suap dan pemerasan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Urip Tri Gunawan dinyatakan bebas bersyarat oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM pada Jumat (12/5) lalu.
Tags:

Berita Terkait