Mendudukkan ‘Si Pemberi Testimoni’ ke Kursi Pesakitan
Lipsus Waspada Investasi Ilegal:

Mendudukkan ‘Si Pemberi Testimoni’ ke Kursi Pesakitan

Tak hanya pelaku utama dan pengurus kegiatan investasi ilegal saja yang dapat dijerat hukum. Pihak lainnya yang terkait seperti orang yang mempromosikan kegiatan investasi termasuk peserta dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
 
Skema bisnis:
             i.        Bulan Pertama:
DP Rp 2.000.000 mendapatkan: Surat Akta Notaris, Flipchart dan brosur-brosur, Souvenir senilai Rp 2 juta, dan seminar Entrepreneur cara mudah beli Property.
            ii.        Bulan Kedua:
Angsuran I: Rp 600.000 mendapatkan Flipchart/ modul dan brosur-brosur, suvenir senilai Rp 1 juta, dan seminar entrepreneur ke-2.
           iii.        Bulan Ketiga:
Angsuran II: Rp 600.000 mendapatkan Flipchart/ modul dan brosur-brosur, suvenir senilai Rp 1 juta, dan seminar entrepreneur ke-3
           iv.        Bulan Keempat:
Angsuran III: Rp 600.000 mendapatkan Flipchart/ modul dan brosur-brosur, suvenir senilai Rp 1 juta, dan seminar kepemimpinan.
            v.        Bulan Kelima:
Angsuran IV: Rp 600.000 mendapatkan Flipchart/ modul dan brosur-brosur, suvenir senilai Rp 1 juta, dan seminar management.
           vi.        Bulan Keenam:
Angsuran V: Rp 600.000 mendapatkan Flipchart/ modul dan brosur-brosur, suvenir senilai Rp 1 juta, dan seminar keuangan dan aset.
          vii.        Bulan Ketujuh:
Angsuran VI: Rp 600.000 menjadi tamu VVIP dalam Gala Dinner Property, Penyerahan rumah senilai Rp. 800 juta, dan pembicara seminar.
BAB V
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
 

Pasal 55
 
(1)Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
  1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
  2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 56
 
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1.    mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2.    mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
 
Penggunaan kedua pasal itu perlu diperhatikan dengan jeli. Pasal 55 KUHP menekankan tindakan seseorang sebagai pihak yang “turut melakukan” sementara Pasal 56 menekankan tindakan seseorang sebagai pihak yang “membantu melakukan”. Dalam bukul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo menjelaskan penerapan Pasal 55 KUHP sedikit-dikitnya harus ada dua orang, yakni orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.

Kedua orang itu, melakukan perbuatan pelaksanaan peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya, hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong. Bila seperti itu, orang yang menolong itu tidak masuk sebagai “medepleger” melainkan pelaku dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP.

Bisnis dengan model skema ponzi tidak mudah dibuktikan, tetapi ciri-cirinya yang paling bisa dikenali adalah mengandalkan rekrutmen anggota. Sebab, kalau berhenti maka berhenti pula bisnis itu. UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pun tegas dilarang skema ini. Pasal 9 undang-undang itu tegas melarang penerapan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang.

Ancamannya berat, pelaku terancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar rupiah.Kecenderungan di lapangan menunjukkan, bisnis skema piramida sulit terendus penegak hukum sepanjang tidak ada korban yang melaporkan ke polisi. Mereka baru akan melaporkan setelah alami kerugian dan biasanya korban yang berpotensi rugi paling besar adalah mereka yang ikut bisnis ini belakangan sementara mereka yang bergabung diawal sempat merasakan untung selangit itu meskipun ujungnya sama-sama berakhir pahit.

Belajar dari kasus KSP Pandawa Mandiri Group, Salman punya bawahan dengan pangkat diamond, gold, hingga silver. Para leader ini yang membantu menarik para investor serta dibantu beberapa anak buah lain yang bertugas sebagai admin. Setiap leader ini masing-masing bisa mendapat ratusan bahkan ribuan investor. Dana yang dihimpun dari para investor kemudian diserahkan kepada Nuryanto. Leader yang berhasil menarik investor mendapatkan fee sebesar 20 persen sesuai dengan klasifikasinya.

Sedangkan para nasabah mendapatkan keuntungan sebesar 10 persen per bulan dari setiap dana yang disetor ke Pandawa Group. Menurut pengakuan Salman kepada Satgas Waspada Invstasi dan Polda Metro Jaya, sebagian uang dari para investor itu dipinjamkan kembali kepada para pedagang skala UMKM di pasar-pasar se Jabodetabek. Mereka membayar bunga 20 persen per bulan dari dana besarnya dana yang dipinjamnya itu.

Karena kredit para pedagang mengalami kemacetan, diduga hal ini mengakibatkan Nuryanto tidak dapat memberikan keuntungan serta modal seperti yang dijanjikan kepada para nasabahnya. Penyidik Polda Metro Jaya juga telah menyita sejumlah aset milik Salam, diantaranya sebidang tanah di beberapa lokasi, ratusan kendaraan, dan rekening senilai Rp 250 miliar dari Salman dan kawan-kawan. Penyidik dalam pengembangannya juga telah mentapkan 19 tersangka yang merupakan leader dan admin per Maret 2017.

Para leader yang dijadikan tersangka yakni Dani Kurniawan (leader), Arif Firmansyah (leader), Moh Soleh (diamond), Anto Wibowo (leader 7), Dedi Susanto (leader 8), Vita Lestari (diamond), Reza Fauzan (leader 8), Abdul Karim (leader 8), Ricky M Kurniawan (leader 8), Tohiron (leader 8), Yeret Meta (leader 8), Roni Santoso (leader 8), Madamin (diamond), Sutaryo (leader 7), dan Subardi (leader 7). Mereka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Terpisah, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Dul Alim mengatakan penanganan kasus investasi ilegal atau bodong akan ditekankan pada upaya pengembalian aset pelaku kepada korban. Dul bilang, pihaknya juga akan fokus mendakwa dan menutut pelaku dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Bareskrim menekankan kepada semua jajaran Direktur Reserse di Polda di dalam penanganan investasi bodong jangan hanya berhenti pada tindak pidana asal saja tetapi harus dikejar sampai ke asetnya,” kata Dul di Jakarta awal April.

Dul melanjutkan, bila proses hukum tidak maksimal dalam arti aset pelaku masih ada dan tidak dioptimalkan perampasannya, ada kemungkinan pelaku setelah keluar dari penjara akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Bila asetnya masih ada, mereka akan ‘berhitung’ misalnya biaya untuk membayar pengacara sekian atau bahkan mereka mencoba untuk meringankan hukuman menjadi sekian tahun dengan membayar dari sisa asetnya sehingga putusan yang dijatuhkan tidak maksimal.

“Maka TPPU akan kami gencarkan untuk tangani investasi bodong ini. karena kalau sampai pidana asal saja ini jelas masih banyak menimbulkan celah untuk mereka kembali lagi. Kami berdasarkan putusan pengadilan menyarankan semua aset ditindaklanjuti lagi dengan money laundering-nya,” tutup Dul.


Apa sebetulnya yang dijanjikan Salman Nuryanto, pendiri KSP Pandawa Group, sampai-sampai ada ribuan orang tertarik menitipkan uang kepadanya. Per November 2016 lalu, mantan tukang bubur ayam ini berhasil menghimpun dana hingga Rp 500 miliar rupiah, sebelum akhirnya ia dijebloskan ke penjara.

Hijrah dari kota asalnya di Pemalang, Jawa Tengah, Salman kemudian membuka kantor di Jalan Raya Meruyung No. 8A, RT.002/RW.024, Meruyung, Limo, Kota Depok, Jawa Barat. Pria yang dikabarkan sempat mengganti identitas ini ‘sukses’ membuat orang-orang bahkan dengan latar belakang pendidikan tinggi sekalipun terperangkap dalam bisnis haramnya. Bagaimana tidak, ia mengumbar janji imbal hasil tinggi hingga 10% per bulan dari nilai uang yang diinvestasikan. Yang lebih menarik lagi, ia berjanji tak akan ada risiko sama sekali.

Tentunya siapa yang akan menolak bila diajak ikut bisnis instan ini lebih-lebih bunga yang ditawarkan deposito di perbankan sekalipun per tahunnya hanya di kisaran 6-8%. Itu pun masih ada risiko misalnya inflasi atau gejolak ekonomi yang bisa datang sewaktu-waktu. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa seorang Salman yang hampir 20 tahun menjajakan kudapan lalu terjun membuat bisnis kilat, dan anehnya bisa membuat banyak orang yakin dengan prospek bisnisnya.

Ternyata, Salman tidak bekerja sendiri. Dalam setiap kasus penipuan ‘berkedok’ investasi atau penjualan langsung (Multi Level Marketing/MLM), lazimnya bisnis semacam ini bisa sukses mendulang uang dalam sekejap berkat ‘campur tangan’ pihak yang punya posisi sentral di mata masyarakat. Sebut saja, tokoh agama, artis terkenal, atau public figure lainnya. Mereka berperan seperti layaknya marketing dan membantu orang-orang semacam Salman untuk melebarkan jaringan kaki-kaki (downline) bisnis mereka. (Baca Juga: OJK Didorong Gugat Perdata)

Peran “Si Pemberi Testimoni” ini lebih dari sekadar cuap-cuap. Mereka menggaet calon korban potensial agar bisnis dengan skema piramida (Ponzi scheme), yakni model bisnis yang butuh banyak anggota baru tiap periode untuk bisa terus tumbuh. Tanpa ada anggota baru yang ikut,  bisnis jahat bisa terseok-seok karena uang yang dibayarkan anggota baru tidak bisa diputar oleh pengurus untuk membayarkan profit kepada para leader.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan investasi ilegal atau bodong dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Katanya, tak cuma pelaku utama (pendiri) dan pengurus yang dapat dijerat secara pidana, namun pihak terkait lain termasuk “Si Pemberi Testimoni” turut menjadi subjek yang harus bertanggungjawab karena menyebabkan korban yang dirugikan semakin luas.

“Kalau lihat di Pasal 55 Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), selain pelaku juga dihukum. Tetapi harus dilihat konteksnya,” kata Tongam kepada Hukumonline di kantornya akhir April 2017 lalu.

Tongam menjelaskan, sepanjang orang itu memberikan anjuran dengan kesadaran sendiri dan tanpa paksaan dari siapapun kepada calon korban sehingga korban akhirnya tertarik dan menginvestasikan uangnya ke bisnis haram itu, maka unsur dari kedua pasal itu dinilai terpenuhi. Bahkan, Tongam cukup ekstrim lantaran berpendapat kalau peserta yang menawarkan model investasi ilegal ini kepada calon korban lainnya dapat dijerat pasal yang sama.

Satgas Waspada Investasi menegaskan, kegiatan investasi ilegal adalah murni kejahatan seperti halnya kejahatan narkotika atau bahkan korupsi. Artinya, siapapun yang terlibat terlepas peran mereka masing-masing. dianggap sebagai pelaku kejahatan. Makanya, Satgas Waspada Investasi bersama-sama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat di berbagai daerah agar masyarakat sadar bahwa investasi bodong bukan sekedar penipuan yang merugikan masyarakat, melainkan sebuah kejahatan.

“Kita menganggap ini adalah kejahatan, orang-orang yang terlibat disitu bisa diminta pertanggungjawaban. Kita ingin jangan sampai bertebar penawaran-penawaran investasi ilegal karena mereka menganggap ini adalah kegiatan biasa,” kata Tongam. (Baca Juga: Belajar dari Kasus Pandawa, Mari Kenali Kriteria Perusahaan Investasi Ilegal)

Kata Tongam, Satgas Waspada Investasi bekerja keras agar pola pemikiran (mindset) masyarakat bisa berubah. Pasalnya, tidak mudah menyadarkan masyarakat bahwa kegiatan investasi ilegal bukan sekedar kegiatan yang merugikan dari sisi ekonomi semata melainkan punya dampak hukum serius bagi yang terlibat. Sekedar tahu, kegiatan yang digolongkan sebagai investasi ilegal bukan hanya kegiatan yang tidak memiliki izin dari otoritas terkait.

Ada dua kriteria investasi dikategorikan ilegal. Pertama, kegiatan itu tidak punya izin sama sekali dari otoritas terkait. Kedua, kegiatan itu punya izin tetapi usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Menyoal modus yang digunakan juga beragam, tidak terbatas hanya penghimpunan dana tetapi kadangkali dikaburkan dengan kegiatan jual beli ‘secara normal’, misalnya jual beli voucher pulsa elektronik atau jual obat-obatan herbal.

“Satgas tidak hanya (fokus) penghimpunan dana tetapi kegiatan yang ada kaitan dengan investasi. Contoh, perusahaan jual barang tetapi dia tawarkan kalau ada peserta banyak, dia akan dapat bonus. Itu juga jadi concern kita. Jadi perusahaan yang seperti MLM tetapi yang dikejar bonus, bukan barangnya yang dijual,” kata Tongam.

Soal modus inilah yang sebetulnya patut diwaspadai. Dari sekitar 19 kegiatan usaha yang ditutup Satgas Waspada Investasi sepanjang tahun 2017, beragam modus yang ditemukan secara kasat mata, seperti lazimnya bisnis normal. Salah satunya, PT Trima Sarana Pratama atau dikenal dengan CPRO-Indonesia, dimana modusnya yakni memberikan solusi rumah idaman dengan DP murah sebesar Rp 2 juta dan cicilan ringan hanya Rp 600 ribu selama 6 kali tanpa bunga.

Bagaimana tidak menarik minat, selain jangka waktu cicilan yang diberikan singkat, CPRO-Indonesia juga menjanjikan penyerahan rumah seharga Rp 800 juta rupiah setelah menyesaikan semua cicilan tersebut pada bulan ke-7. Belum selesai disitu, perusahaan yang berkantor di GG. Sekip Ujung Nomor 35, RT.001 RW.007, Kel. Utan Kayu Selatan Kec. Matraman, Jakarta Timur juga menawarkan bonus tambahan berupa royalty omzet nasional yang dibayarkan setiap bulan berkisar Rp 100 juta sampai Rp 650 juta.

(Baca Upaya Satgas Waspada Investasi Kejar Aset Pelaku Investasi Ilegal: Satgas Waspada Investasi Buru Aset Pelaku Investsi Ilegal yang Disembunyikan)

Satgas Waspada Investasi, pada 14 Februari 2017 telah memanggil Direktur dan Komisaris CPRO-Indonesia, Nuralim dan Khoirul Saleh ke kantor sekretariatnya di gedung OJK. Saat pertemuan, pihak CPRO-Indonesia bersikap kooperatif namun Satgas menilai kegiatan yang dilakukan berpotensi merugikan masyarakat. Karenanya, Satgas menghentikan kegiatan dan Direksi CPRO-Indonesia bersedia menandatangani surat pernyataan penghentian itu. Sejak tanggal 14 Februari itu, kegiatan CPRO-Indonesia resmi dihentikan dan apabila masih dilakukan, Direksi siap untuk ditindak oleh aparat penegak hukum.
Modus Operandi PT Trima Sarana Pratama
(CPRO-Indonesia)
Sumber: Satgas Waspada Investasi, OJK.

Kepala Departeman Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, A. Kamil Razak, dalam kesempatan terpisah April 2017 lalu, mengatakan pelaku kegiatan investasi ilegal di daerah memakai daya pikat tokoh masyarakat untuk menggaet calon korbannya. Kata Kamil, si tokoh masyarakat itu berputar mengelilingi kampung memakai mobil yang didapat dari hasil ikut sertanya dalam kegiatan investasi.

Kamil melanjutkan, “Si Pemberi Testimoni” itu memakai strategi itu agar calon korban percaya bahwa kegiatan yang ia prospek itu tidak main-main. Kekuatan profil si tokoh itu juga berpengaruh cukup kuat karena biasanya mereka menjadi orang yang dihormati dan segala bentuk tindak-tanduknya diperhatikan serta menjadi acuan bagi masyarakat biasa.

“Kalau dia tidak jalankan dengan mobil tadi mengajak orang, ini loh saya dapat mobil. Ini kan sudah melakukan suatu kejahatan. Membantu perusahaan mempromosikan bahwa ini baik (padahal tidak baik). Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP nya kena, jadi tolong dilaporkan saja,” kata Kamil.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait