Cegah Aksi Teror, Presiden Minta Revisi UU Terorisme Segera Rampung
Berita

Cegah Aksi Teror, Presiden Minta Revisi UU Terorisme Segera Rampung

Agar aparat hukum memiliki landasan yang kuat untuk bertindak, utamanya dalam pencegahan.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Aparat kepolisian saat menggelar latihan penanganan tindak pidana terorisme. Foto: RES
Aparat kepolisian saat menggelar latihan penanganan tindak pidana terorisme. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, bahwa terorisme sudah menjadi masalah semua negara di dunia. Terkait hal ini, sejumlah negara lain telah memiliki peraturan perundang-undangan yang memudahkan aparat untuk mencegahnya. Atas dasar itu, Jokowi berharap pemerintah dan DPR agar segera menyelesaikan RUU tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Menurut Jokowi, revisi UU ini bertujuanagar aparat penegak hukum memiliki sebuah landasan yang kuat dalam bertindak dan lebih mampu melakukan upaya pencegahan sebelum teror terjadi. “Ini yang paling penting,” kata Presiden Jokowi usai bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla meninjau lokasi ledakan teror bom Kampung Melayu, Jakarta Timur, sebagaimana dikutip dari laman Setkab, Kamis (25/5) malam.

Ia menegaskan, jika melihat peristiwa teror bom di Kampung Melayu, maka penyelesaian revisi UU merupakan sebuah hal yang mendesak. Atas dasar itu, Jokowi telah memerintahkan Menko Polhukam segera menyelesaikan revisi UU yang tengah dibahas DPR dan pemerintah tersebut.

“Ini agar aparat hukum mempunyai landasan yang kuat untuk bertindak, utamanya dalam pencegahan,” ucap Jokowi.

(Baca Juga: Ini Masukan Pakar Jaringan Terorisme Soal Revisi UU Anti Terorisme)

Saat meninjau lokasi ledakan teror bom tersebut, Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala BIN Budi Gunawan dan Wakapolri Komjen Syafruddin.

Sementara itu, Densus 88 Antiteror bersama Polda Jabar telahmenangkap tiga orang pelaku terduga teroris yang disinyalir masih berkaitan dengan insiden bom di Kampung Melayu, JakartaTimur. Penangkapan dilakukan di beberapa tempat di wilayah Bandung.

"Dari hasil pengembangan, kita telah mengamankan tiga pelaku berkaitan dengan tindak terorisme bom Kampung Melayu," ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus saat ditemui di Mapolrestabes Bandung.

Ketiga pelaku yang diamankan yakni A, W, dan J. Ketiganya ditangkap pada Jumat (26/5) dini hari di tiga tempat berbeda. A ditangkap di Jalan Mohammad Toha, Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung. Sementara W ditangkap di Jalan Rancasari, Kota Bandung, dan J ditangkap di kawasan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

"Perannya masih kita dalami. Termasuk kelompoknya. Tetapi kemungkinan mengarah ke pelaku yang di Cicendo (bom Taman Pendawa). Tapi harus dipastikan lagi," katanya.

(Baca Juga: Dua Hal yang Perlu Diatur dalam Revisi UU Pemberantasan Terorisme)

Perlu Standardisasi
Terpisah, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menginginkan keseimbangan deteksi dini dengan standardisasi akuntabilitas sebagai kunci untuk mengatasi aksi teror seperti yang terjadi di Kampung Melayu. "Perbaikan deteksi dini dan sistem akuntabilitas harus menjadi kunci, agar bom dan ledakan yang bertujuan untuk menciptakan rasa teror dan takut tidak mengancam rasa aman warga sipil," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Badan Pekerja Kontras, Putri Kanesia, dalam keterangan tertulisnya.

Menurut dia, sebagaimana yang terjadi pada ledakan Sarinah di awal tahun 2016 lalu, pada konteks sistem deteksi dini, unsur informasi intelijen menjadi andalan dari otoritas keamanan dan negara.Pengelolaan deteksi dini, lanjutnya, juga harus mengedepankan unsur-unsur akuntabilitas, dengan menggunakan sumber informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Akuntabilitas untuk menjamin rasa aman publik dan warga sipil juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip penegakan hukum dan hak asasi manusia," tutur Kanesia.

Ia menegaskan, berbagai ukuran itu yang harus dimunculkan, apalagi mengingat Presiden Joko Widodo pada pertemuan Arab Islamic America Summit telah menawarkan pokok pemikiran terkait dengan tren global kecenderungan meningkatnya radikalisme dan terorisme.

(Baca Juga: Menakar Efek Jera Para Donatur Kegiatan Terorisme)

Sejumlah pokok pemikiran itu antara lain mencakup peningkatan kerukunan umat Islam sedunia, pertukaran informasi intelijen, pertukaran penanganan pelaku teror asing, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum untuk isu tindak terorisme, serta penyelesaian akar masalah ketimpangan dan ketidakadilan, serta sikap untuk mengutamakan keberpihakan dalam mencari solusi.

"Pemerintah harus amat dengan seksama memastikan bahwa aturan-aturan hukum tidak terjebak pada situasi trade off antara menjamin rasa aman melalui pendekatan keamanan dan menjamin kebebasan fundamental sipil," katanya.

Dalam respon itu, kata Kanesia, kebijakan negara terdekat yang amat nyata yakni revisi UU Tindak Pidana Terorisme harus dapat dijadikan batu ujian guna menyeimbangkan fungsi negara hadir untuk menjamin rasa aman publik. Namun demikian, kebijakan tersebut harus dipastikan tidak kemudian membenarkan dilakukannya pembatasan hak-hak asasi tanpa menerapkan ukuran-ukuran yang ketat dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Akhir kata, Kontras berharap institusi kepolisian dapat segera mengungkap motif dan pelaku ledakan bom di Kampung Melayu," ucapnya.
Tags:

Berita Terkait