KPK Mesti Usut Tuntas Dugaan Suap di Kemendes
Berita

KPK Mesti Usut Tuntas Dugaan Suap di Kemendes

Majelis Kehormatan BPK akan menjatuhkan sanksi etik terhadap dua orang auditor yang diduga terlibat suap di Kemendes PDTT setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Pakar hukum Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti mengusut tuntas dugaan kasus suap di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Saya kira KPK harus menelusuri dugaan keterlibatan pimpinan di Kemendes mulai dari sekjen (sekretaris jenderal) hingga menterinya," kata Asep di Jakarta Senin (29/5/2017). Baca Juga: KPK Tetapkan Irjen Kemendes-Auditor BPK Jadi Tersangka Kasus Suap  

Asep menyebutkan menteri dan sekjen secara struktural merupakan pejabat paling bertanggung jawab terhadap setiap keputusan pada lembaga kementerian. Terlebih menurut Asep, salah satu tersangka kasus itu yakni Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT Sugito sebagai Ketua Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang merupakan orang kepercayaan Menteri Desa PDTT Eko Sandjojo.

Asep menyayangkan keterlibatan pejabat eselon I Kemendes PDTT (Irjen Kemendes) atas dugaan kasus suap itu karena lembaga itu menjadi kementerian andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan program kerja nawacita. Dia menekankan Kemendes PDTT memiliki anggaran yang besar, sehingga mesti mendapatkan pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan.

"Pengelolaan dana desa cukup besar, sehingga perlu pengawasan ketat. Ada pendampingan dana desa yang dipusatkan di Kemendes, namun bermasalah sehingga perlu penyelidikan hingga ke akarnya," saran dia.

Hanya oknum
Terpisah, Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Harry Azhar Azis membantah adanya isu jual beli opini predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) setelah tertangkapnya auditor BPK oleh KPK, pada Jum’at (26/5).  

"Ditangkapnya dua auditor bukan berarti orang-orang di BPK melakukan itu (jual beli predikat WTP), tapi hanya dilakukan oleh oknum," ujar Harry Azhar Azis saat menghadiri pemberian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2016 di Kantor BPK RI Perwakilan Sulsel, Senin (29/5).

Lagipula, kata dia, tertangkapnya auditor BPK oleh KPK pun masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan dan belum ada putusan sifatnya mengikat atau inkracht. Harry menyebut, penangkapan dua auditor BPK yakni RS dan AS itu kembali akan dilakukan evaluasi berkala, baik evaluasi atas putusan majelis kehormatan BPK maupun karena kasus insidentil seperti yang dilakukan oleh KPK.

"Biarkan KPK bekerja dan tentu kami juga di BPK akan melakukan evaluasi secara internal. Evaluasi-evaluasi sering kita lakukan dari waktu ke waktu, baik yang dihukum secara internal ataupun yang ketangkap seperti kasus baru-baru ini," jelasnya.

Mantan Ketua BPK RI itu melanjutkan keputusan baru akan diambil majelis kehormatan BPK setelah dua orang auditor itu mendapatkan hukuman yang mengikat atau inkracht. "Sanksinya pasti sangat tegas, tapi kita belum bisa menghakimi juga karena keputusan yang sifatnya mengikat belum ada. Nanti setelah putusan pengadilan keluar baru kita terapkan juga sanksi etiknya," katanya.

Sebelumnya, Staf Badan Pekerja Anti Corruption Commitee (ACC), Wiwin Suwandi mengatakan, penangkapan auditor BPK oleh KPK menunjukkan jika predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan pemerintah atau pemerintah daerah dan lembaga daerah rawan dimainkan.

Sebab, kepala daerah, instansi dan juga kementerian/lembaga negara sangat berkepentingan terhadap opini WTP ini untuk membangun citra yang bersih dari korupsi di masyarakat.Penyidik KPK mengungkap dugaan kasus suap pejabat Kemendes PDTT terhadap BPK terkait pemberian predikat WTP pengelolaan keuangan Kemendes PDTT anggaran 2016 pada Jumat (26/5).

KPK menetapkan empat tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) itu yakni Auditor Utama Negara III Rochmadi Sapto Giri (RS), Auditorat BPK Ali Sadli (AS), Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo.

Atas perbuatan itu, Sugito dan Jarot Budi Prabowo diduga sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait