Berinvestasilah dengan Bijak, Ini Tips Aman Bagi Pemula
Lipsus Waspada Investasi Ilegal:

Berinvestasilah dengan Bijak, Ini Tips Aman Bagi Pemula

Investasi di pasar modal punya peluang return yang tinggi. Tetapi mesti dicatat, tidak ada satupun investasi tanpa risiko termasuk berinvestasi pada instrumen yang sah secara hukum.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Sudah bukan lagi zamannya menyimpan uang di balik bantal atau tempat tidur. Selain karena faktor keamanan, metode ‘menabung’ seperti itu juga tak akan menambah nilai tabungan sedikit pun. Alih-alih menyisihkan uang buat kebutuhan tak terduga, yang ada malah ludes seada-adanya.

Investasi saat ini menjadi ‘barang menarik’ di tengah masyarakat. Pelaku jasa keuangan berlomba-lomba menyediakan instrumen yang paling pas agar mereka tertarik menaruh uangnya. Dari yang paling dikenal, seperti tabungan dan deposito, pelaku jasa keuangan terus berinovasi mengembangkan instrumen-instrumen baru untuk menjangkau masyarakat dari lapisan yang lain. Ironisnya, di tengah upaya pelaku jasa keuangan menarik minat para konsumen untuk menaruh uang, muncul ‘produk-produk alternatif’ di luar jasa keuangan.

Serbuan produk semacam investasi ini memberikan tawaran yang menarik dibandingkan produk perbankan misalnya. Imbal hasil sampai 10% per bulan dari total uang yang diinvestasikan membuat masyarakat gelap mata dan berpaling menempatkan uangnya di sana. Mereka tak sadar, kegiatan penghimpunan dana itu ternyata adalah kegiatan ilegal. Ilegal di sini berarti perusahaan atau institusi bersangkutan tak memperoleh izin atau kegiatan yang dilakukan tak sesuai dengan izin yang diperoleh.

Celakanya, bila pengurus gagal mengelola uang dan akhirnya kerugian, tak ada satupun lembaga yang akan menjamin konsumen. Berbeda ketika menabung di bank, konsumen atau nasabah dapat fasilitas jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ketika terjadi gagal bayar kepada nasabah. Bila sudah seperti itu, nasib uang yang sudah diinvestasikan bisa raib tanpa sisa, kecuali konsumen itu menempuh upaya hukum misalnya gugat perdata atau penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) si pelaku ke pengadilan.

Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, Muhammad Mustofa memandang para korban kejahatan investasi umumnya merupakan orang-orang terdidik tetapi ingin memperoleh ‘rezeki’ besar dalam tempo yang cepat. Mereka cenderung punya aset uang namun hanya ditempatkan dalam deposito. Bahkan tak jarang, uang itu hanya disimpan di rumah. Kata Mustofa, hal ini disebabkan pemahaman tentang investasi yang masih minim sehingga masih banyak korban-korban kejahatan investasi. (Baca Juga: Skema Ponzi, Jerat Penipuan Investasi dengan Korban Bernilai Triliunan)

Dalam perspektif ilmu kriminologi, kejahatan investasi atau investasi bodong dipandang sebagai kejahatan yang semata-mata bukan sebagai pelanggaran hukum tetapi melihatnya sebagai pola tingkah laku yang merugikan masyarakat. Kejahatan ini bersifat transaksional, dalam arti orang-orang yang tidak mengadakan transaksi dengan pelaku kejahatan tidak akan menjadi korbannya secara langsung.

Hubungan transaksional ini, lanjutnya, dimanipulasi oleh pelaku sehingga korban punya posisi lebih lemah dibandingkan si pelaku. Bentuk-bentuk manipulasi ini beragam, seperti misalnya janji keuntungan yang besar dan cepat, legalitas perusahaan yang menawarkan investasi, kemudian dampak ‘hallo effect’ dari tokoh yang mengelola bisnis atau tokoh yang dijadikan iklan untuk memberikan kesaksian keuntungan.

Selain itu, bentuk manipulasi lainnya biasanya pelaku menggunakan label yang memberi kesan bahwa bisnis investasi yang ditawarkan adalah benar seperti menyisipkan kata-kata seperti ‘syariah’, ‘bukan bisnis riba’, dan sebagainya. Bentuk manipulasi terakhir, cerita sukses dari penanggung jawab bisnsi investasi ini yang boleh dikatakan cara paling jitu agar calon korban semakin tertarik dan silau dengan janji untung dalam sekejap itu.

“Menghadapi setiap kejahatan yang utama dilakukan adalah upaya pengendaliannya bukan pemberantasannya karena memberantas kejahatan hampir tidak mungkin dilakukan,” kata Mustofa di Jakarta awal April lalu.

Satgas Waspada Investasi, wadah yang bertugas melakukan pencegahan dan penindakan kegiatan investasi ilegal, telah menutup 19 kegiatan investasi yang berpotensi merugikan masyarakat sepanjang tahun 2017. Mereka terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar korban kegiatan investasi jahat ini tidak semakin meluas. Melalui laman resmi Investor Alert Portal, Satgas mempublikasikan ratusan kegiatan investasi ilegal sehingga masyarakat bisa waspada dan memastikan terlebih dulu apakah mereka ditawari oleh perusahaan atau kegiatan yang masuk daftar tersebut.

Mesti dicatat, kegiatan investasi yang berpotensi merugikan masyarakat tak selamanya dilakukan dengan modus penghimpunan dana dari masyarakat. Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, menegaskan pihaknya tak hanya fokus terhadap kegiatan-kegiatan yang menggunakan modus penghimpunan dana masyarakat, melainkan Satgas fokus juga terhadap kegiatan lain sepanjang berpotensi merugikan masyarakat.

Salah satu kegiatan yang tidak melakukan penghimpunan adalah yang dilakaukan PT Trima Sarana Pratama atau dikenal dengan nama CPRO-Indonesia. Modus yang mereka pakai, yakni memberikan solusi pemilikan rumah idaman dengan DP murah hanya Rp 2 juta dan cicilan ringan sebesar Rp 600 ribu, dibayarkan selama 6 kali tanpa bunga. Tawaran itu jelas menarik, selain jangka waktu cicilan yang singkat, CPRO-Indonesia juga menjanjikan penyerahan rumah seharga Rp 800 juta rupiah itu pada bulan ke-7.

Belum selesai disitu, perusahaan yang berkantor di GG. Sekip Ujung Nomor 35, RT.001 RW.007, Kel. Utan Kayu Selatan Kec. Matraman, Jakarta Timur itu juga menjanjikan bonus tambahan berupa royalty yang dibayarkan setiap bulan berkisar mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 650 juta.Untungnya, Satgas Waspada Investasi pada 14 Februari 2017 kemarin telah memanggil Direktur dan Komisaris CPRO-Indonesia, Nuralim dan Khoirul Saleh ke kantor sekretariatnya di gedung OJK. (Baca Juga: Belajar dari Kasus Pandawa, Mari Kenali Kriteria Perusahaan Investasi Ilegal)

Dalam pertemuan, pihak CPRO-Indonesia bersikap sangat kooperatif tetapi Satgas menilai kegiatan yang dilakukan berpotensi merugikan masyarakat. Pada hari yang sama pula, Satgas menghentikan kegiatan itu serta Direksi CPRO-Indonesia diminta menandatangani surat pernyataan penghentian. Resmi sejak 14 Februari itu, kegiatan CPRO-Indonesia dihentikan. Apabila masih dilakukan, Direksi dalam surat pernyataannya menyatakan siap untuk ditindak oleh aparat penegak hukum.

Lain CPRO-Indonesia, lain halnya dengan UN Swissindo. Pelaku kegiatan dengan modus penawaran pelunasan kredit atau pembebasan hutang macet di perbankan, perusahaan pembiayaan, serta lembaga jasa keuangan lainnya ini jadi contoh modus-modus penipuan berkedok investasi. Pelaku menghasut para debitur untuk tidak membayar hutang mereka kepada para lembaga jasa keuangan dengan hanya menerbitkan surat jaminan pembebasan hutang yang mengatasnamakan Presiden RI, lucu betul.

Satgas Waspada Investasi menyatakan kegiatan UN Swissindo tersebut tidak sesuai dengan mekanisme pelunasan kredit ataupun pembiayaan yang lazim berlaku di perbankan dan lembaga pembiayaan. Satgas Waspada Investasi pada 13 September 2016 juga telah melaporkan hal ini ke Bareskrim Polri. Polresta Samarinda Kaltim bertindak cepat di mana pada, 29 Oktober 2016 lalu mereka berhasil menangkap Ketua Swissindo Korwil Kaltim atas laporan dari sejumlah pelapor yang telah tertipu dengan sertifikat yang diberikan tersangka.

Muncul pertanyaan, apa yang membut masyarakat mudah sekali mempercayai tipu daya pelaku investasi ilegal? Apa karena tingkat literasi keuangan masyarakat masih sangat rendah atau faktor lain seperti mereka ingin mengejar imbal hasil tinggi tanpa risiko seperi yang dijanjikan? Tapi yang jelas, dari kondisi itu dapat ditarik kesimpula bahwa minat masyarakat untuk berinvestasi sangat tinggi.

Tengoklah total dana yang berhasil dihimpun oleh Salman Nuryanto, pendiri KSP Pandawa Mandiri Group yang cukup fantastis. Hitungan yang dicatat Satgas Waspada Investasi per November 2016 lalu, total dana yang berhasil dihimpun Salman dan belasan leader-nya mencapai Rp 500 miliar. Sementara itu, versi Polda Metro Jaya menunjukkan jauh lebih besar dimana total dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp 3,8 triliun. Meski kegiatan itu akhirnya dihentikan serta sejumlah pengurusnya dipolisikan oleh para korban, terlihat jelas bahwa minat masyarakat untuk berinvestasi sangat besar.

Hal itu dibenarkan oleh Presiden Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen, Lilis Setiadi. Ia membenarkan bahwa minat masyarakat untuk berinvestasi sangat besar. Sayangnya, potensi yang besar itu tidak diimbangi dengan pemahaman yang baik mengenai cara dan instrumen investasi apa yang menguntungkan dan tidak menjerumuskan masyarakat. Masyarakat seakan lupa akan satu hal bahwa tidak ada satupun investasi yang tidak punya risiko.

Investor maunya return tinggi, likuiditas tinggi, jadi kapanpun bisa dicarikan tapi risiko rendah atau (bahkan) tidak ada. Kalau bicara investasi, tidak ada satupun yang tanpa risiko. Cuma kadar risiko-nya saja (yang berbeda) berapa besar,” kata Lilis di Jakarta awal April kemarin. (Baca Juga: Non-Conviction Based Asset Forfeiture untuk Buru Aset Pelaku Investasi Ilegal)

Seperti adagium: “high risk high return, low risk low return”, semakin besar untung maka sejalan dengan risiko besar, begitu sebaliknya. Ambil contoh, berinvestasi pada saham punya potensi return hingga 100%, tetapi dalam periode tertentu ada potensi kehilangan yang bisa mencapai minus 30%. Semua itu bisa saja berbalik dalam sekejap karena risiko-risiko, seperti misalnya berkurangnya nilai investasi, pasar, kredit, nilai tukar mata uang asing, kondisi politik dan ekonomi, likuiditas, serta berubahnya regulasi berpengaruh terhadap investasi.

Lilis mengatakan, yang mesti dipastikan sebelum berinvestasi sebetulnya bukan mengenai besarnya return serta risiko dari suatu produk yang dipilih. Terpenting adalah ketahui dulu tujuan apa yang ingin dicapai dalam berinvestasi, misalnya untuk tujuan pendidikan atau persiapan memasuki masa pensiun, atau tujuan lainnya. Bila sudah tahu tujuannya, maka akan tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam berinvestasi.

Bila diasumsikan, investasi itu misalanya untuk melanjutkan pendidikan si anak masuk ke Sekolah Menengah Umum (SMU) dalam tiga tahun kedepan, seseorang bisa menentukan instrumen investasi apa yang tepat bila tujuan investasi untuk membayar pendidikan anak pada tiga tahun mendatang.

“Terkadang orang itu langsung tanya, produknya apa dan return-nya berapa. Mereka lupa dasarnya. (Misal) dana buat married enam bulan lagi. Tapi dia taruh di saham yang small chip (kapitalisasi pasar di bawah), karena enam bulan saham tidak cocok (bahkan) obligasi (sekalipun) tidak cocok. Mungkin yang cocok hanya tabungan, deposito atau reksa dana pasar uang,” katanya mencontohkan.

Terlepas dari hal itu, investasi sejatinya punya prinsip yakni dilakukan setelah kebutuhan-kebutuhan pokok serta penunjang terpenuhi. Artinya, ketika uang yang dipakai untuk kebutuhan pokok masih sisa dan orang itu tidak tahu mau diapakan sisa uangnya, di situlah investasi bisa dilakukan. Untuk memudahkan, ada enam tahapan sebelum orang itu memilih berinvestasi. Tahap pertama, managing debt: yakni utang-utang seperti kartu kredit, KPR, cicilan kendaraan, dan sebagainya. kita tahu berapa uang yang dimiliki dan berapa yang harus disisihkan untuk membayar kewajiban. Pada tahap pertama ini, seseorang hanya perlu menyesuaikan antara uang dan kewajiban.

Tahap kedua, cost of living: biaya-biaya kebutuhan seperti uang transport, kebutuhan dapur dan lain-lain sehingga membutuhkan instrumen yang likuid karena bisa diambil sewaktu-waktu seperti pada tabungan yang bisa ditarik melalui mesin ATM. Tahap ketiga, emergency fund: kebutuhan mendesak seperti sakit, rumah rusak karena bocor yang diasumsikan jumlahnya 3 hingga 6 kali lebih besar dari biaya bulanan. Kebutuhan ini juga harus ditempatkan di instrumen yang sedikit likuid karena sewaktu-waktu harus ditarik, misalnya pada instrumen deposito.

Tahap keempat, tabungan: ini lazim dipakai untuk kebutuhan jangka pendek seperti misalnya kebutuhan pendidikan anak sekolah kira-kira 1 – 2 tahun mendatang. Tahap kelima, investing: ini betul-betul untuk mencapai target keuangan yang sifatnya jangka menengah sampai panjang. Misalnya, kebutuhan anak untuk kuliah dalam 10 tahun kedepan. Tahap keenam, gambling: disini investasi masuk ke fase bila rugi maka kebutuhan nomor 1 – 5 setidaknya tidak terganggu karena fase ini adalah fase dimana sesorang masih kelebihan dana dan dia tidak tahu lagi uangnya akan ditempatkan pada instrumen apa.

“Investasi bodong banyak yang malah kebalik. Sebetulnya, itu semua spekulasi karena kenyataannya orang-orang banyak yang tarik dana dari kartu kredit, pinjam uang dari tetangga, saudara dll, (atau istilahnya) mending berhutang untuk kemudian masuk (loncat) langsung ke nomor 6,” kata Lilis.
Hukumonline.com
(Keterangan: ilustrasi tahapan-tahapan dalam berinvestasi. Sumber: Batavia Prosperindo Aset Manajemen)

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana pemula yang ingin berinvestsi, instrumen apa yang pas tetapi tetap punya kinerja return yang menarik? Lilis berpendapat, instrumen pasar uang seperti tabungan atau deposito yang punya risiko minim serta return yang kecil bisa jadi cocok buat pemula. Namun, bila yang dibicarakan investasi jangka menengah atau panjang dan mengharapkan return yang tinggi, tentunya tidak akan terkejar bila hanya ‘parkir’ di instrumen itu. Jalan keluarnya, masuklah ke instrumen pasar modal.

Sayangnya, tak mudah bagi pemula untuk berinvestasi langsung di pasar modal. Mereka acapkali menemui kendala, seperti sulitnya akses informasi, kemampuan menganalisa, melakukan diversifikasi portofolio, serta terbatasnya waktu memantau kondisi pasar. Ambil contoh, seseorang punya uang Rp 100 juta tetapi ingin melakukan diversifikasi aset ke 100 saham. Secara operasional, tentu akan menyulitkan karena harus memantau banyak aset dan butuh waktu yang banyak untuk itu.

“Saran saya yang baru masuk ke pasar saham (berinvestasi) lewat reksa dana. Ini juga instrumen pasar modal,” katanya menyarankan.

Secara definisi, reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal dimana himpunan dana tersebut selanjutnya diinvestasikan ke dalam portofolio efek oleh manajer investasi dan diadministrasikan oleh bank kustodian. Kerjasama dan aturan main ‘wadah’ ini tertuang dalam kontrak yang disebut Kontrak Investasi Kolektif.

“Jadi dari bapak A: 100 juta, B: 5 juta, C: 2 miliar, D: 50 juta. Dihimpun dalam reksa dana kemudian diinvestasikan ke berbagai efek dan dikelola manajer investasi. Tapi keseluruhan administrasi itu dikelola oleh pihak yang independen, tidak boleh terafiliasi, yakni Bank Kustodian. Jadi pihak manajer investasi tidak pernah menerima dana langsung dari investor. Investor menyerahkan dokumen dan mentransfer dananya langsung ke rekening atas nama Reksa Dana yang diadministasi Bank Kustodian,” katanya menjelaskan.

Hukumonline.com

(Keterangan: Perbandingan risiko dan return. Sumber:Batavia Prosperindo Aset Manajemen)

Lilis melanjutkan, instrumen reksa dana sangat cocok buat pemula lantaran uang yang dihimpun itu dikelola oleh manajer investasi secara transparan. Investor dapat melihat hasil investasi tersebut setiap hari karena bank kustodian menghitung aset itu setiap hari dalam bentuk Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan disampaikan melalui surat kabar nasional. Bagi pemula yang berminat, kinerja dari reksa dana juga dapat dipantau dari prospektus (semacam panduan informasi) selain itu nilai investasi awal untuk reksa dana ini sangat terjangkau mulai dari jutaan bahkan sampai terkecil Rp 100 ribu rupiah.


Tips Memilih Reksa Dana

1.    Cek keabsahan Manajer Investasi dan Reksa Dana yang ditawarkan di www.ojk.go.id

2.    Teliti dan Kenali Manajer Investasinya
Ø  Latar belakang pendiri dan pihak manajemen
Ø  Berapa lama telah beroperasi
Ø  Berapa besar dana kelolaannya
Ø  Pihak-pihak yang bekerja sama (BK, auditor, Agen Penjual, dll)

3.    Pahami Reksa Dana yang kan Diinvestasikan
Ø  Berapa lama telah diluncurkan
Ø  Bagaimana kinerja historisnya
Ø  Berapa besar portofolionya
Ø  Pihak-pihak yang bekerja sama (BK, auditor, Agen Penjual, dll)
Ø  Kemudahan akses informasi

Untuk diketahui, reksa dana punya beberapa tipe. Pertama, reksa dana pasar uang ini menempatkan investasi ke deposito atau obligasi jatuh tempo yang kurang dari setahun. Return yang bisa didapat di kisaran 3-5% per tahun. Kedua, reksa dana terproteksi ini cocok untuk investasi yang jangka waktunya di antara 2 - 3 tahun dengan return mencapai 7 – 8 % pertahun. Sayangnya, reksa dana terproteksi ini tidak bisa diperjualbelikan setiap hari. Ketiga, reksa dana pendapatan tetap ini bisa diperjualbelikan setiap hari dengan return yang bisa mencapai 9 – 10%.

Keempat, reksa dana campuran ini punya return kira-kira 10 – 15% per tahun dimana uang yang dihimpun dikelola pada obligasi, saham, dan deposito yang masing-masing tidak lebih dari 75%. Kelima, reksa dana saham ini punya tingkat risiko dan return yang cukup tinggi lantaran regulasi mewajibkan penempatan uang pada saham sebesar 80%. Keenam, reksa dana penyertaan terbatas ini tidak ditawarkan umum karena nilai investasi minimal sebesar Rp 5 miliar dan ini khusus diperuntukkan untuk membantu pembiayaan proyek-proyek infrastruktur.

“Reksa dana ini sudah dipajakkan, sesuai dengan aturan main yang berlaku. Jadi semua sudah dipotong pajak. Kustodian hitung NAB tiap hari, itu sudah bersih dari pajak. Sehingga kalau dapat keuntuingan dari reksa dana, maka bebas pajak. Kalau nanti dipajakkan lagi berarti nanti double taxation, pajaknya dobel,” katanya.

Keputusan berinvestasi ada di tangan anda. Terpenting adalah pahami kebutuhan investasi anda baru kemudian pilih instrumen investasi yang dirasa aman baik dari sisi risiko dan return. “Berinvestasilah dengan Bijak”.

Tags:

Berita Terkait