Jualan Takjil Tanpa Izin di Fasilitas Umum, Begini Hukumnya
Berita

Jualan Takjil Tanpa Izin di Fasilitas Umum, Begini Hukumnya

Jika ingin memanfaatkan fasilitas umum harus menaati rencana tata ruang agar mendapatkan izin berjualan di area fasilitas umum.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Jualan Takjil Tanpa Izin di Fasilitas Umum, Begini Hukumnya
Hukumonline
Bulan Ramadhan identik dengan makanan untuk berbuka puasa (takjil). Biasanya saat sore tidak sedikit orang yang berjualan takjil, baik dipinggir jalan, di dalam komplek perumahan, atau di fasilitas umum lainnya. Lalu, apakah berjualan takjil difasilitas umum dapat dikenakan sanksi?

Sebagaimana dikutip dari Klinik Hukumonline, jika seseorang ingin melakukan pemanfaatan fasiltas umum harus diperhatikan beberapa hal. Namun yang paling penting adalah kegiatan tersebut  harus menaati rencana tata ruang agar dapat mendapatkan izin berjualan di area fasilitas umum. Sehingga berjualan difasilitas umum harus didasarkan oleh izin.

Kemudian, apabila pedagang tidak memiliki izin ternyata dapat dinyatakan melanggar Pasal 61 huruf a UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU 26/2007). Pelanggaran berjualan tanpa izin tersebut dapat dikenakan sanksi administratif ataupun pidana. Izin pemanfaatan ruang tersebut berasal dari pejabat berwenang, sesuai Pasal 61 huruf a UU 26/2007.

"Jika para pedagang dan preman tersebut menggunakan sarana dan prasarana perumahan tanpa izin, maka pada dasarnya mereka tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pelanggaran atas Pasal 61 huruf a UU 26/2007, dapat dikenai sanksi administratif (Pasal 62 UU 26/2007) atau sanksi pidana," berikut kutipan Klinik Hukumonline.

Mengenai sanksi pidana dapat dilihat dalam Pasal 69 UU 26/2007, yaitu setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.

(Baca: Mengintip Kebijakan di Daerah Selama Ramadhan)

Pemanfaatan sarana dan prasarana perumahan sendiri wajib mengacu Pasal 61 UU 26/2007. Dalam pemanfaatan ruang, tiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat berwenang, mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Berjualan Takjil di Jakarta
Di Jakarta terdapat Perda yang mengatur mengenai ketertiban penggunaan sarana dan prasarana untuk umum yaitu Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda DKI Jakarta 8/2007). Sedangkan pedagang kaki lima yang berjualan di fasilitan umumterdapat dalam Pasal 1 angka 14 Perda DKI Jakarta 8/2007.

“Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah antara lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan.”

Dalam Perda tersebut dapat diketahui bahwa memang ada pedagang kaki lima yang mendapat izin dari pemerintah dan memang ada pula tempat-tempat tertentu yang ditunjuk oleh Gubernur sebagai tempat yang diperbolehkan untuk berjualan bagi pedagang kaki lima.

(Baca: Puasa, Jam Kerja Advokat Tak Berubah)

Kemudian, berdasarkan Pasal 61 Perda DKI Jakarta 8/2007, bagi mereka yang melanggar Pasal 25 ayat (2), yang berbunyi “setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar yang ditetapkan Gubernur” dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta.
Tags:

Berita Terkait