Catatan Koalisi Terkait Kejanggalan Kasus Penyerangan Novel
Berita

Catatan Koalisi Terkait Kejanggalan Kasus Penyerangan Novel

Sebagai langkah serius, harusnya pimpinan KPK langsung membentuk crisis centre sebagai respon serius terhadap kejadian yang menimpa Novel.

Oleh:
DAN
Bacaan 2 Menit
Foto: DAN
Foto: DAN
Lebih dari sebulan peristiwa yang penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berlalu. Selama itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkesan lamban menangani kasus yang menimpa Novel. Pengungkapan terhadap siapa pelaku dan siapa aktor intelektual di balik peristiwa kekerasan yang menimpa Novel belum menemui titik terang.

“Kasus ini penting untuk segera diungkap karena serangan terhadap Novel bukanlah serangan kepada individu, melainkan serangan kepada Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK),” terang Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, dalam konfrensi pers di Jakarta, Jumat (2/6).

(Baca: Kapolda Perintahkan Segera Ungkap Pelaku Penyerangan Novel Baswedan)

Menurut Alghiffari, Novel yang dalam kasus Cicak versus Buaya jilid II dan III merupakan target kriminalisasi, saat ini merupakan representasi penyidik KPK di mata publik. Tidak hanya itu, Novel merupakan ketua wadah pegawai KPK yang berjumlah lebih dari 1000 orang. “Membiarkan kasus ini mengambang sama saja membiarkan KPK diserang ataupun dilemahkan,” ujarnya.

Dalam upaya pengungkapan, Polri beberapa kali mengumumkan hasil penyidikan kasus kekerasan terhadap Novel, namun tetapi tidak ada titik terang dan perkembangan. Dalam penelusurannya, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK justru menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyidikan kasus ini.

Pertama, tidak ditemukannya sidik jari. Alghiffari memaparkan, Kepolisian menemukan gelas atau cangkir yang digunakan untuk menyiram air keras ke wajah Novel. Namun, Kepolisian menyatakan tidak menemukan sidik jari dari gelas atau cangkir tersebut. Menurutnya, kepolisian menyatakan bahwa sidik jari yang tertinggal di gagang sangat kecil sehingga tidak cukup untuk identifikasi pelaku. Koalisi heran terhadap hal ini karena pelaku menyiram air keras ke arah mata Novel atau daerah yang sangat spesifik dan terarah.

“Tindakan tersebut pastinya memerlukan kosentrasi, tenaga, dan genggaman yang kuat sehingga sidik jari pasti tertinggal di cangkir atau gelas,” terang Alghiffari. (Baca: Operasi Telah Selesai, Sebulan Mata Novel Dilarang Kena Air)

Kedua, Kepolisian tidak mengeluarkan CCTV. Menurut Aghiffari, lazimnya polisi mengeluarkan CCTV yang terkait dengan tindak pidana sehingga mendapatkan informasi dari masyarakat. Berbeda dalam kasus ini, kepolisisan tidak mengeluarkan CCTV yang berada di rumah Novel, sekitar komplek perumahan, dan juga jalan yang diduga dilalui oleh pelaku.

Ketiga,tangkap dan lepas orang yang diduga pelaku. Kepolisian telah melakukan pemeriksaan dan atau penangkapan AL, H, dan M yang diduga menjadi pengintai ataupun eksekutor penyerangan Novel. Namun setelah itu, polisi kembali melepaskan tiga orang tersebut. Menurut keterangannya, polisi menyebutkan bahwa orang-orang tersebut merupakan orang yang sedang mengintai kendaraan bermotor atau kegiatan “mata elang”.

“Hal ini sangat janggal karena kegiatan mata elang umumnya tidak dilakukan berhari-hari di dalam komplek perumahan. Dan yang terpenting adalah ada saksi yang mengetahui bahwa dua orang tersebut telah lama mengintai rumah Novel dan bertanya-tanya mengenai kegiatan Novel,” tegas Alghiffari.

Selain itu, seorang saksi yang ditangkap diduga kuat adalah orang yang pada tanggal 5 April 2017 melihat-lihat dan kemudian mendatangi rumah Novel. Ia berpura-pura menanyakan apakah rumah Novel menjual gamis laki-laki. Untuk diketahui, istri Novel memang menjual gamis, namun menjual gamis secara online dan tidak menjual gamis untuk laki-laki.

Keempat, inkonsistensi keterangan Mabes Polri dan tim penyidik. Menurut keterangan Alghiffari, beberapa kali Polri mengeluarkan keterangan bahwa kepolisian telah mengetahui pelaku penyiraman Novel dan juga telah melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga pelaku. Namun ternyata tidak ada perkembangan yang jelas. Keterangn tersebut bahkan direvisi oleh tim penyidik Polda Metro Jaya menyatakan orang yang ditangkap bukanlah pelaku.

Selain kejanggalan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK, sebenarnya menemukan berbagai kejanggalan lain. Namun koalisi tidak akan membuka ke publik melainkan menunggu tim investigasi independen terbentuk dan menyerahkannya kepada tim investigasi independen tersebut.

(Baca: Presiden Diminta Bentuk Tim Investigasi Independen Kasus Novel)

Terkait tim independen tersebut, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur, mengatakan perlu segera dibentuk tim independen karena ia menduga penyelesaian kasus Novel tidak akan berjalan dengan benar apabila hanya diserahkan kepada kepolisian.

“(tim investigasi independen) Untuk membantu kalau ada masalah komunikasi di internal sehingga tim independen membantu akan mengatasi itu,” ujar Isnur.

Ia mencontohkan persoalan Cicak versus Buaya I yang menurutnya terdapat persoalan internal di tubuh kepolisian sehingga proses penyelesaiannya menjadi terhambat. Untuk itu Isnur juga mendesak Presiden agar tidak hanya mempercayakan penyelesaian kasus Novel kepada kepolisian.

“Harusnya diimbangi dong, misalnya dulu kasus Munir, (penyelesaiannya) diimbangi oleh tim pencari fakta,” katanya.

Menyoal pimpinan KPK, Isnur menyayangkan respon normatif yang ditunjukkan oleh para pimpinan KPK. Menurutnya, sebagai langkah serius, harusnya pimpinan KPK langsung membentuk crisis centre sebagai respon serius terhadap kejadian yang menimpa Novel.
Tags:

Berita Terkait