Perusahaan Jasa Antar Uang pada ATM Rawan Dipakai Edarkan Uang Palsu
Utama

Perusahaan Jasa Antar Uang pada ATM Rawan Dipakai Edarkan Uang Palsu

BI bersama Polri berkoordinasi secara intensif untuk melakukan pengawasan terhadap BUJP, yang salah satu tugasnya memberikan jasa pengantaran uang untuk bank tertentu. Kedua belah pihak berkomitmen untuk fokus memberantas tindak kejahatan yang memanfaatkan jasa perbankan sebagai sarana melakukan kejahatan.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Foto: NNP
Foto: NNP
Bank Indonesia (BI) mengadakan rapat koordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada Senin (5/6) di Mabes Polri, Jakarta. Dalam pertemuan itu, pimpinan lembaga beserta jajarannya sepakat untuk bersinergi memperkuat keamanan sistem pembayaran dan pengelolaan uang di Indonesia.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi pihak Polri termasuk jajaran Polda hingga Polres atas komitmennya ikut mensukseskan kerja-kerja BI baik di tingkat pusat hingga di daerah-daerah. Dukungan pengamanan itu, kata Agus, sangat dibutuhkan BI mengingat lingkup wilayah kerja BI semakin luas bahkan sudah menyasar ke daerah-daerah perbatasan hingga ke pulau terluar di Indonesia.

“Kita juga akan dapat pengawalan oleh polisi karena di dua tahun, BI tambah 60 kas titipan diseluruh Indonesia di daerah terpencil. Kita perlu pengawalan yang diberikan Polisi. Di pulau terluar juga dibantu kepollisian air,” kata Agus seusai rapat tertutup itu digelar.

Dalam pertemuan itu, lanjut Agus, pihaknya menyampaikan keamanan sistem pembayaran mesti dijaga ketat. Sebab, bila sistem pembayaran tidak berjalan efektif misalnya masih ditemukan beredarnya uang palsu atau peretasan (hacking) sistem pembayaran, hal itu dikhawatirkan berdampak pada stabilitas sistem keuangan yang berdampak antar institusi keuangan satu dengan lainnya.

Yang paling dikhawatirkan, tidak efektifnya sistem pembayaran yang diakibatkan setidaknya dua faktor itu mengulang ‘sejarah kelam’ sistem perbankan nasional yang dulu menimpa sejumlah bank sekira tahun 1997-1998. Agus menegaskan, BI bersama Polri wajib menjaga stabilitas sitem keuangan, salah satunya dengan memastikan sistem pembayaran terbebas atau menjadi sarana oleh pelaku kejahatan dalam melancarkan aksinya. (Baca Juga: Bareskrim Ringkus Pelaku Pemalsuan Uang)

“Kalau seandainya sistem pembayaran tidak menjadi efektif dan banyak terjadi pemalsuan uang dan sistem ada hacking, bisa menurunkan kepercayaan masyarakat, itu berpengaruh ke stabilitas. Itu bisa berdampak antar insitansi, bisa terjadi risiko sistemik. Kita tidak ingin kejadian tahun 1998 terjadi karena integriitas termasuk peredaran uang rupiah tidak terjaga,” kata Agus.

Dikatakan Agus, hal lainnya yang terus menjadi fokus BI dan Polri adalah pengawasan terhadap Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), yakni perusahaan yang melakukan kegiatan usaha kawal angkut uang atau lazim disebut Cash in Transit (CiT). meski dilakukan supervisi oleh BI dan Polri, Agus mewanti-wanti agar perusahaan itu meningkatkan integitas sehingga tidak sampai ada tindak kejahatan yang berusaha memanfaatkan celah pada perusahaan ini.

Selain menyediakan jasa sebagai kurir angkut uang dan barang berharga, kegiatan BUJP lainnya diantaranya, kegiatan penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang rupiah (cash processing), penyimpanan uang (cash in safe), serta pengisian ATM (replenishment). BI mewajibkan semua bank serta perusahaan jasa pengolahan uang untuk memastikan uang yang dire-sirkulasi atau diedarkan kembali oleh bank atau perusahaan CiT terbebas dari tindak pidana pemalsuan uang serta dalam kondisi yang layak edar sesuai standar yang ditetapkan BI.

“Tentu integritas pengurusnya yang kelola uang itu perlu disupervisi oleh BI. Karena kita tidak mau mesin hitungnya tidak standar, sehingga pada saat menghitung dia salah. Atau ada kemungkinan uang palsu masuk dalam sistem,” kata Agus.

PBI Nomor 18/15/PBI/2016 tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR):
 
1.    PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan dan stabilitas moneter dan memastikan proses pelaksanaan dan kerja sama dalam pengolahan uang Rupiah tetap dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.    Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:
a.    Jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah terdiri atas:
1)   distribusi Uang Rupiah;
2)   pemrosesan Uang Rupiah;
3)   penyimpanan Uang Rupiah di khazanah; dan/atau
4)   pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan Uang Rupiah pada antara lain Automated Teller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM), dan/atau Cash Recycling Machine (CRM).
b.    Setiap Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang akan menjadi PJPUR untuk melakukan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah harus memperoleh izin dari Bank Indonesia. Pengajuan izin dapat dilakukan secara sekaligus atau sebagian.
c.    PJPUR yang akan membuka Kantor Cabang wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Dalam memberikan izin Bank Indonesia melakukan analisis administratif, penilaian hasil pengawasan terhadap PJPUR dan pemeriksaan lokasi.
d.    Bank Indonesia berwenang menetapkan pemberian izin sebagai PJPUR dan persetujuan pembukaan Kantor Cabang.
e.    PJPUR wajib melaksanakan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah paling lambat 90 hari sejak tanggal pemberikan izin. PJPUR wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia apabila PJPUR telah atau belum dapat melaksanakan kegiatannya.
f.     PJPUR dilarang mengalihkan pelaksanaan atas jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah kepada pihak lain.
g.    Dalam rangka pengawasan, Bank Indonesia berwenang meminta PJPUR untuk melakukan dan/atau tidak melakukan suatu kegiatan tertentu dan menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan PJPUR.
h.    PJPUR wajib menggunakan sarana, prasarana, dan infrastruktur yang telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
i.     Dalam rangka memenuhi kebutuhan Uang Rupiah di masyarakat dalam kondisi yang layak edar, PJPUR wajib memenuhi standar kualitas Uang Rupiah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
j.     Pelanggar atas kegiatan pengolahan Uang Rupiah oleh PJPUR dikenakan sanksi administratif, meliputi 1) teguran tertulis; 2) penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; 3) pencabutan izin; dan/atau 4) kewajiban membayar.
k.     Selain mengenakan sanksi administratif, Bank Indonesia dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya.
l.     Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
3.    Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 31 Oktober 2016.           
 
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dalam kesempatan yang sama mengatakan hingga saat ini setidaknya sudah ada 25 perusahaan yang tercatat izinya di kepolisian sebagai perusahaan pemberi jasa pengantaran uang pada ATM. Bila diantara perusahaan itu masih ada yang belum mengantongi izin BI, ia mendorong agar perusahaan yang belum itu segera mengajukan izin ke BI agar proses pengawasannya lebih mudah dan dapat dilakukan secara bersama.

“Kita harapkan mereka juga dapatkan izin dari BI agar lalu lintas uang ini termonitor oleh BI sebagai bank sentral,” kata Tito. (Baca Juga: Masyarakat Dimintai Waspadai Peredaran Uang Palsu Saat Pilkada)

Berkaitan dengan peredaran uang palsu, lanjut Tito, pihaknya berkomitmen untuk terus bersinergi dalam hal dilakukan penegakan hukum. Sepanjang 2016 kemarin, Polri berhasil mengungkap sebanyak 111 kasus uang palsu dengan total tersangka sebanyak 246 orang di seluruh Indonesia. pengungkapan kasus-kasus itu juga tidak hanya menjerat si pengedar uang palsu, melainkan Polri juga berhasil meringkus sindikat uang palsu mulai dari distributor, pembuat, dan pemodal uang palsu. Beberapa kasus diantaranya juga telah diputus oleh pengadilan dengan vonis rata-rata dijatuhi vonis 8 tahun hingga 15 tahun terhadap terdakwa.

“Kita harap, kita bisa optimalkan pengungkapan kasus ini supaya tidak ada uang palsu yang beredar di Indonesia,” kata Tito.

Dalam rapat itu, BI dan Polri juga memperkuat kerjasama lainnya diantaranya pengendalian inflasi, sistem pembayaran, dan penanggulangan kejahatan di dunia maya. Kedua belah pihak juga saling bersinergi dengan jajarannya yang berada di tingkat pusat maupun daerah. Pihak Polri menekankan bahwa penegakan hukum terkait penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI juga semakin ditingkatkan sementara BI memberikan dukungan berupa penyediaan keterangan ahli dalam setiap proses hukum.

Kerjasama di bidang sistem pembayaran antara lain dilakukan dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana terkait alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK), yaitu kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit. Penegakan hukum lainnya terkait sistem pembayaran seperti pada penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing  Bukan Bank (KUPVA BB) tidak berizin, penyelenggara transfer dana ilegal (PTD), serta pemalsuan cek atau bilyet giro juga terus diperkuat.

Dalam pertemuan itu, BI dan Polri juga membahas pengendalian harga pangan. Kerjasama ini telah terjalin sejak dibentuknya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Kata Agus, pengendalian inflasi ini semakin relevan menjelang hari raya Idul Fitri yang biasanya ditandai dengan lonjakan harga sehingga upaya pencegahan hingga penegakan hukum terhadap pelaku penimbunan, pungutan liar, atau peningkatan harga sepihak baik dari sisi distributor maupun pedagang.

“Kami diskusi soal inflasi. Polri buat Satgas Pangan dengan Kementerian Industri, Perdangan, KPPU, Bulog, dsb. Tujuanya, dalam rangka stabilitas harga pangan terutama sembako. Saat ini, ada 79 kasus yg diungkap jajaran kepolisian yang berdampak ke inflasi. BI punya peran penting. Nanti kita kolaborasi antara satgas pangan dengan tim inflasi tingkat pusat dan deraah. Saya sudah koordinasikan dengan para Kapolda. Sehingga stabilitas terjaga,” kata Tito.

Tags:

Berita Terkait