Apa Kabar Fungsional Penyuluh Hukum Indonesia?
Profesi Hukum:

Apa Kabar Fungsional Penyuluh Hukum Indonesia?

Indonesia baru memiliki sekitar 164 orang fungsional penyuluh hukum. Kompetensi tetap penting.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Salah satu kegiatan penyuluhan hukum yang diselenggarakan BPHN. Foto: bphn.go.id
Salah satu kegiatan penyuluhan hukum yang diselenggarakan BPHN. Foto: bphn.go.id
Konsep negara hukum kini sedang diuji. Main hakim sendiri kian sering terjadi. Produk legislasi terasa kian jauh dari nurani Pancasila. Ujaran kebencian di satu sisi terus lahir di jagad media sosial, dan pembiaran pada kelompok yang melakukan kekerasan, di sisi lain, juga terus berulang. Seolah-olah, supremasi hukum hanya slogan belaka.

Adakah hukum dan budaya penghormatan terhadap supremasinya menurun? Adakah peraturan perundang-undangan kurang disampaikan kepada masyarakat? Mengapa sebagian warga kini begitu gampang melakukan eigenrichting (main hakim sendiri), persekusi, hatespeech atau kejahatan lain yang lagi marak dan mengganggu ketenteram masyarakat? Apakah terasa kurang pencerahan terhadap masyarakat agar sama-sama menghormati hukum yang berlaku?

Pertanyaan-pertanyaan itu semakin mendapat tempat jika menyadari bahwa sebenarnya di lingkungan pemerintahan Indonesia ada satu profesi hukum yang relevan: profesi penyuluh hukum. Presiden Joko Widodo bahkan belum lama menerbitkan berita gembira kepada para penyuluh hukum, yakni Peraturan Presiden (Perpres) No. 27 Tahun 2017 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum.

Banyak orang yang sebenarnya bisa menjadi penyuluh hukum baik karena pengalaman maupun karena pengetahuan. Tetapi dalam konteks ini, penyuluh hukum adalah aparatur sipil negara (ASN) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh untuk melakukan kegiatan penyuluhan hukum.

Penyuluhan Hukum adalah kegiatan penyebarluasan informasi hukum dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mengembangkan kesadaran hukum masyarakat. Tujuan penyuluhan hukum adalah terciptanya budaya hukum dalam bentuk tertib, taat, dan patut pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Tugas yang mulia, bukan? (Baca juga: Ada Profesi Baru Lho! Penyuluh Antikorupsi).

Sayangnya, tugas mulia itu belum sepenuhnya bisa dijalankan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Kepala Pusat Penyuluhan Hukum dan Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Audi Murfi MZ menjelaskan saat ini baru ada sekitar 164 fungsional penyuluh hukum di seluruh Indonesia. Suatu jumlah yang jelas tidak mencukupi dibandingkan dengan luasnya wilayah dan banyaknya penduduk Indonesia.

Untuk mengatasi kekurangan itu, Pemerintah sedang menyusun program penyesuaian (inpassing) sehingga membuka peluang lahirnya fungsional penyuluh hukum baru. Kali ini tak hanya ASN yang berada di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga lembaga negara lainnya. Infrastrukturnya, seperti penilaian angka kredit dan peta formasi, sedang dipersiapkan. “Enam perangkat peraturannya sudah disiapkan,” jelas Audia kepada hukumonline. “Target kami di tahun 2017 ini,” sambungnya.

Oh ya, program inpassing dibenarkan sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen) No. 26 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Melalui Penyesuaian/Inpassing.

Perhatian terhadap fungsional penyuluh hukum lagi intens dilakukan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Menjelang hari lahirnya Pancasila 1 Juni lalu, misalnya, Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, melakukan telekonperensi dengan pejabat fungsional penyuluh hukum seluruh Indonesia. Dalam kesempatan itu Dirjen Widodo mengingatkan pentingnya penyuluh hukum memberikan pemahaman yang benar tentang Pancasila terhadap seluruh elemen masyarakat sebagai suatu bangsa.

Sebagai bentuk komitmen terhadap para penyuluh hukum lahirlah antara lain Perpres No. 27 Tahun 2017. Perpres ini menetapkan besaran tunjangan fungsional penyuluh hukum. Penyuluh hukum utama mendapatkan tunjangan 1,5 juta per bulan; disusul penyuluh hukum madya Rp1.260.000, penyuluh hukum muda Rp960.000, dan penyuluh hukum pertama Rp540.000 per bulan.

Peraturan lain adalah Peraturan Presiden No. 116 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden No. 89 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. (Baca juga: Ini Tunjangan Jabatan PNS Pemeriksa Desain Industri, Paten, dan Penyuluh Hukum).

Penambahan personil penyuluh hukum dan penegasan tunjangan jabatan hanya sebagian dari tantangan yang dihadapi Audi Murfi dan jajarannya. Jumlah penyuluh hukum bukan saja kurang tetapi juga sebarannya tidak merata. Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu mengakui terus terang sebaran penyuluh hukum masih belum merata. “Masih ada provinsi yang tak punya fungsional penyuluh hukum,” jelasnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, provinsi Maluku Utara, Gorontalo, Papua, dan Sumatera Utara sangat membutuhkan profesi penyuluh hukum. Apalagi saat ini ketika kondisi sosiologis masyarakat lebih membutuhkan kehadiran para penyuluh hukum.

Harapan untuk menyelenggarakan penyuluhan hukum hingga ke pelosok desa semakin terbuka. BPHN telah membuat Perjanjian Kerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun 2016 yang intinya bekerjasama mendorong desa sadar hukum dan pemberian bantuan hukum kepada warga miskin di desa. Program-program penguatan desa bisa dijalankan bersama kedua lembaga, sekaligus memfungsikan para penyuluh hukum hingga ke garda terdepan masyarakat. “Pelan-pelan kita mengarah pada 1 desa 1 penyuluh hukum,” kata Audi.

Di desa, para penyuluh hukum berperan penting bukan saja menumbuhkan kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat, tetapi juga membantu pemerintahan desa menyusun peraturan-peraturan desa, sebagaimana amanat UU No. 6 Tahun 2014  tentang Desa. BPHN sendiri punya program desa sadar hukum.

Meskipun kini ada upaya menambah jumlah penyuluh hukum, Audi Murfi menegaskan, kompetensi tetap mendapat perhatian. Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi jika ingin menjadi penyuluh. Kemampuan komunikasi dengan banyak orang adalah syarat personal yang layak dipertimbangkan.

Tinggal bagaimana merealisasikan keinginan menghadirkan para penyuluh hukum yang bisa mendorong kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan harapan itu. “Para penyuluh hukum adalah corong Pemerintah kepada masyarakat,” ujar Audi Murfi, dalam perbincangan santai di ruangannya, ditemani Sugiyanto, seorang penyuluh hukum.
Tags:

Berita Terkait