OJK Akan Wajibkan Konglomerasi Keuangan Bentuk Holding Company
Berita

OJK Akan Wajibkan Konglomerasi Keuangan Bentuk Holding Company

Kewajiban itu nantinya tertuang dalam RPOJK tentang PIKK. Aturan ini ditargetkan terbit tahun 2017 yang dimana fungsi entitas utama yang selama ini dijalankan oleh salah satu LJK dalam konglomerasi keuangan akan dilaksanakan oleh holding company konglomerasi keuangan.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Gedung OJK di Jakarta. Foto: RES
Gedung OJK di Jakarta. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun aturan yang nantinya bakal mewajibkan konglomerasi keuangan membentuk induk perusahaan (holding company). Dengan adanya induk perusahaan ini, diharapkan dapat mempermudah konglomerasi keuangan dalam melaksanakan manajemen risiko, tata kelola, dan permodalan secara terintegrasi.

Kepala Grup Penelitian, Pengaturan, dan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi OJK, Aditya Jayaantara mengatakan bahwa aturan yang nantinya dituangkan melalui Peraturan OJK (POJK) tentang Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) akan mengubah konsep Entitas Utama yang sebelumnya dapat dijalankan oleh salah satu Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam konglomerasi keuangan. Itu berarti, fungsi Entitas Utama kedepan akan dilaksanakan oleh PIKK.

“Pengawasan terintegrasi merupakan tindak lanjut Pasal 5 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Di situ diamanatkan OJK wajib lakukan pengawasan terintegrasi di tiga sektor (perbankan, pasar modal, dan sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya),” kata Adit dalam konferensi pers di gedung OJK komplek Kementerian Keuangan, Senin (12/6). (Baca Juga: Regulasi-Regulasi ‘Penjaga Optimisme’ di Sektor Jasa Keuangan)

Adit menambahkan, sejumlah aturan pelaksanaan terkait pengawasan terintegrasi itu telah diterbitkan sebelumnnya, yakni melalui POJK Nomor 17/POJK.03/2014 Tahun 2014 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan, POJK Nomor 18/POJK.03/2014 Tahun2014 tentang Penerapan Tata Kelola Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan dan POJK Nomor 26/POJK.03/2015 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan.

Tiga POJK tersebut, lanjutnya, pelaksanaan pengawasan konglomerasi keuangan masih tunduk pada rezim Entitas Utama yang memiliki keterbatasan, yakni tidak memiliki kendali terhadap LJK lain anggota konglomerasi keuangan yang menyulitkan penerapan prinsip manajemen risiko, tata kelola, dan permodalan terintegrasi. Berbeda dengan konsep PIKK, nantinya pemegang saham pengendali atau pemegang saham pengendali terakhir akan lebih mudah dalam memantau perkembangan bisnis jasa keuangan yang dimiliki.

“Dari masukan asesor luar negeri, salah satunya Financial Sector Assesment Program (FSAP), mereka sebut ada kelemahan. Sister company kesulitan peroleh akses tersebut. Kemudian berdasarkan kelemahan itu, kita coba perkenalkan pendekatan PIKK atau holding company,” kata Adit. (Baca Juga: Kerangka Hubungan Konglomerasi Keuangan Dinilai Perlu Pertimbangkan UU PT)

Di sisi lain, masih kata Adit, konsep PIKK juga akan memudahkan OJK selaku regulator untuk melaksanakan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan. Dalam RPOJK ini, yang wajib membentuk PIKK adalah pemegang saham pengendali atau pemegang saham pengendali terakhir. Dalam penerapannya, mungkin akan mengakibatkan perubahan struktur kepemilikan apabila terdapat LJK yang tidak dimiliki secara langsung oleh entitas yang ditunjuk PIKK. PIKK dapat berupa salah satu LJK dalam konglomerasi keuangan atau dapat pula berupa entitas non LJK baik yang sudah ada maupun yang baru dibentuk.

Terkait calon PIKK yang berstatus entitas non LJK, nantinya akan diatur lebih lanjut dalam pedoman pelaksanaan terkait proses penetapan PIKK di mana calon PIKK berupa entitas non LJK akan terlebih dahulu dinyatakan sebagai LJK lainnya oleh OJK sebagaimana UU Nomor 21 Tahun 2011 sehingga tunduk kepada dan diawasi oleh OJK. kemudian, LJK lainnya tersebut akan ditetapkan sebagai PIKK.

Selain itu, terkait kriteria konglomerasi keuangan, semula hanya diatur berdasarkan pertimbangan adanya hubungan kepemilikan oleh pihak yang sama. Namun, dalam RPOJK ini, ketentuan itu diubah menjadi mempertimbangkan aspek keberagaman sektor keuangan dan total aset konglomerasi keuangan. Sekedar mengingatkan, merujuk POJK Nomor 17 Tahun 2014, LJK yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan pemilik dan/atau pengendalian secara otomatis dianggap sebagai konglomerasi keuangan. (Baca Juga: OJK Siap Awasi 50 Industri Konglomerasi Keuangan)

Kedepannya, menurut RPOJK tentang PIKK ini, nantinya suatu grup LJK baru dinyatakan sebagai suatu konglomerasi keuangan apabila terdapat LJK setidaknya pada dua sektor yakni bank, perusahaan asuransi dan reasuransi, perusahaan efek, dan/atau perusahaan pembiayaan dan konglomerasi keuangan tersebut memiliki total aset minimal Rp 2 triliun.

“Berdasarkan kriteria tersebut, saat ini terdapat 48 konglomerasi keuangan dengan total aset per Desember 2016 mencapai Rp 5.915 Triliun atau 67,52% dari total keseluruhan sektor jasa keuangan,” kata Adit.

Di tempat yang sama, Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi OJK, Agus Edi Siregar menjelaskan bahwa dalam draf RPOJK tentang PIKK, kewajiban pembentukan induk usaha ini paling lambat pada 1 Januari 2019. Akan tetapi, dalam hal terdapat kondisi tertentu, OJK dapat mempertimbangkan untuk memperpanjang batas waktu penyesuaian dengan RPOJK ini.

“Kita rencanakan per 1 Januari Tahun 2019 dengan pertimbangan misalnya perusahaan terbuka (Tbk.) perlu RUPS untuk diskusi dengan pemegang saham lain,” kata Edi.

Selain pertimbangan itu, Edi mengatakan bahwa tidak semua konglomerasi keuangan punya struktur yang simple. Dari 48 konglomerasi keuangan yang ada, ada sebagian konglomerasi yang punya struktur bersilang dari segi kepemilikan. Sehingga, untuk proses pembentukan induk usaha ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses misalnya merger atau rencana aksi perusahaan lainnya.

Edi memastikan, RPOJK tentang PIKK ini bakal terbit paling lambat tahun ini. Saat ini, pembahasan yang menarik dan butuh kajian mendalam adalah terkait dengan isu pajak. Pihak OJK sendiri juga telah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait hal ini. Kata Edi, isu mengenai pajak ini muncul dalam konteks konglomerasi keuangan yang dimiliki oleh banyak pihak sehingga membutuhkan waktu untuk membentuk induk usaha.

“Kita lagi diskusi hangat, kalau struktur pemegang saham banyak, itu mereka mesti lakukan merger perusahan pemilik. Pemiliknya mesti konsolidasi. Dan itu ada isu pajak, kami lagi diskusi dengan Ditjen Pajak. Ini berdampak ke terbitnya POJK ini. Perhitungan kami, rencana tidak sampai akhir tahun. Sebab, kalau ada isu pajak, mesti hati-hati karena ada uu tersendiri,” kata Edi.

Dalam RPOJK tentang PIKK ini, kata Edi, selain mengubah ketentuan terkait kriteria konglomerasi keuangan, nantinya dalam RPOJK tentang PIKK ini juga mengubah sejumlah definisi. Dalam ketentuan umum, akan didefinisikan kembali beberapa hal, antara lain soal grup LJK, konglomerasi keuangan, financial holding company (PIKK) dan entitas utama. Pengaturan ini sejalan dengan prinsip joint forum dan praktik umum yang berlaku di internasional. Beberapa negara seperti Malaysia, Korea, dan Singapura telah menerapkan aturan tentang financial holding company.

Aturan pembentukan PIKK dan perubahan itu untuk melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawsan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan. kata Edi, OJK sudah dalam tahap permintaan tanggapan publik atas RPOJK tentang PIKK di mana beberapa tanggapan tertulis telah diterima diantaranya dari pemegang saham pengendali, pemegang saham pengendali terbatas konglomerasi keuangan, entitas utama, dan asosiasi terkait. OJK terus menunggu masukan dari segenap pemangku kepentingandalam penerapan ketentuan PIKK nantinya.

Selain itu, soal konglomerasi keuangan juga akan segera diluncurkan Roadmap Pengawasan Terintergrasi OJK 2017-2019. Lewat peta jalan itu, OJK berusaha melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi, mengembangkan sistem dan metodologi pengawasan terintegrasi dan memperkuat implementasi pengawasan terintegrasi. Sehingga, dengan adanya holding company khusus untuk sektor jasa keuangan, maka seluruh aktivitas konglomerasi keuangan dapat dikonsolidasikan dan dikendalikan oleh PIKK.

“Yang penting niatnya adalah untuk merapikan dan transparansi kepemilikan sehingga jelas siapa yang bertanggungjawab,” kata Edi.
Definisi Terkait Konglomerasi Keuangan
 
  1. ·         Grup LJK adalah dua atau lebih LJK yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian.
  2. ·         Konglomerasi Keuangan adalah grup LJK yang melakukan kegiatan usaha jasa keuangan yang signifikan dan paling sedikit pada dua sektor atau jenis usaha yang berbeda, yaitu perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga pembiayaan, dan/atau lembaga jasa keuangan lainnya.
  3. ·         Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (Financial Holding Company) adalah badan hukum yang dibentuk dan/atau dimiliki oleh pemegang saham pengendali/pemegang saham pengendali terakhir untuk mengkonsolidasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas konglomerasi keuangan.
  4. ·         Entitas Utama adalah LJK induk dari konglomerasi keuangan yang melakukan koordinasi LJK anggota konglomerasi keuangan dalam rangka penerapan peraturan dan pengawasan terintegrasi.
 
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan bahwa dengan adanya RPOJK tentang PIKK ini, kedepan konglomerasi keuangan wajib menerapkan pengawasan yang lebih masif mengingat ketika ada persoalan yang dialamai oleh anak perusahahaan, maka konglomerasi keuangan secara umum juga akan terkena dampaknya baik langsung ataupun tidak langsung.

“Perlu ketahui bahwa mereka dilihat secara grup, tidak bisa oper sana dan oper sini. Satu sakit bisa sakit semua, karena itu harus dikelola secara profesional. Tidak ada istilah direksi itu kurang bagus, karena persoalan bisa datang dari anak-anak perusahan. Tidak bsia dibedakan lagi. Kalau persoalan anak perusahaan besar, induknya bisa tertarik, keseluruhan grup bisa alami kesulitan,” kata Muliaman.
Tags:

Berita Terkait