Presiden Yakin Kebijakan Satu Peta Atasi Masalah Konflik Lahan
Berita

Presiden Yakin Kebijakan Satu Peta Atasi Masalah Konflik Lahan

Dari 85 target rencana aksi peta tematik yang diatur dalam Perpres Nomor 9 tahun 2016, baru 26 peta yang sudah lengkap untuk seluruh wilayah Indonesia.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Rapat Terbatas (ratas) membahas Kebijakan Satu Peta di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (13/6) sore. Setahun  yang lalu, menurut Jokowi, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 tahun 2016 dirinya telah minta untuk dilakukan percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta, one map policy.

“Kebijakan satu peta ini sangat penting, sangat dibutuhkan untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor ke dalam satu peta secara terintegrasi, sehingga tidak terdapat lagi perbedaan dan tumpang tindih informasi geospasial, dan akan hanya ada satu referensi geospasial yang menjadi pegangan dalam pembuatan kebijakan strategis maupun penerbitan perizinan,” katanya sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab.

Jokowi yakin, kebijakan satu petaakan mempermudah penyelesaian konflik yang timbul akibat tumpang tindih pemanfaatan lahan, serta membantu penyelesaian batas daerah di seluruh Indonesia. “Untuk itu pada Rapat Terbatas siang hari ini saya ingin mendengar laporan dari Menko mengenai perkembangan implementasi dari kebijakan satu peta ini di lapangan,” tuturnya.

(Baca: Ratusan Ribu Bidang Tanah di Ibukota Belum Bersertifikat)

Laporan yang diterima, lanjut Jokowi, dari 85 target rencana aksi peta tematik yang diatur dalam Perpres Nomor 9 tahun 2016, baru 26 peta yang sudah lengkap untuk seluruh wilayah Indonesia. “57 peta lainnya masih dikompilasi dan 2 peta tematik masih belum ada. Dan saya juga mengingatkan pada ratas tanggal 7 April 2016, saya minta untuk terlebih dahulu difokuskan di pulau Kalimantan,” katanya.

Dalam ratas kali ini turut hadir, Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menperin Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Rini Soemarno, Mentan Amran Sulaiman, Menhub Budi Karya Sumadi, Menteri LHK Siti Nurbaya, dan Menkominfo Rudiantara

Usai mengikuti ratas, Menko Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan bahwa dirinya diminta Presiden Jokowi untuk melaporkan perkembangan setelah setahun lebih dilaksanakan. “Presiden itu kan minta pertama itu Kalimantan, baru Sumatera, dan lain-lain. Kenapa memilih ini itu, karena persoalannya banyak di situ,” jelasnya.

(Baca: Inilah Perpres tentang Pembentukan Badan Restorasi Gambut)

Terkait persoalan tumpang tindih lahan, lanjut Darmin,adalah masalah yang paling rumit. Dalam persoalan tersebut berdampak overlap pada pertambangan, kehutanan. Ia juga menyampaikan bahwa ratas yang telah berlangsung melaporkan seperti apa pencapaiannya kepada Presiden Jokowi.

“Laporannya sangat teknis, saya tidak bisa ingat satu per satu, tetapi intinya adalah memang meminta apa namanya arahan Presiden untuk beberapa hal, terutama kalau tumpang tindih siapa yang dimenangkan,” tambah Darmin.

Misalnya, lanjut Darmin, tambang yang tumpang tindih dengan hutan dan beberapa sektor lain. Akibatnya, terjadi sengketa lahan. Atas dasar itu, perlu ada kejelasan cara mengatasi persoalan ini sehingga sengketa tak terjadi.

(Baca: Kebijakan Satu Peta Perlu Akomodasi Peta Partisipatif)

“Ini memang harus ada aturan mainnya, kalau enggak, BIG (Badan Informasi Geospasial) itu enggak bisa menyelesaikannya. Dia bisa bikin peta, tapi kalau sudah tumpang tindih, dari kewenangannya dia akan minta, kewenangannya gimana ini? Mana yang menang,” ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Pada dasarnya, lanjut Darmin, tidak mudah untuk menentukan kewenangan salah satu kementerian terkait. Ini dikarenakan ada prinsip sebelumnya siapa duluan, dia yang menang. Maka itu, perlu kehati-hatian dalam memperbaiki persoalan ini. “Mana yang duluan dikeluarkan dia yang menang, tapi apa hak begitu? Memang Presiden masih minta coba dikaji dulu deh, jangan nanti sudah maju kemudian terpaksa dirombak lagi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait