Pasal Ini Jadi Alasan Hak Angket Berbahaya Bagi Independensi KPK
Berita

Pasal Ini Jadi Alasan Hak Angket Berbahaya Bagi Independensi KPK

Ketika panitia angket meminta informasi atau dokumen terkait pengungkapan perkara.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Penggunaan hak angket terhadap KPK disinyalir dapat membahayakan independensi lembaga antirasuah tersebut. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menilai, gangguan independensi terhadap KPK dapat terjadi ketika Panitia Angket meminta informasi dan dokumen terkait pengungkapan perkara.

Wewenang Panitia Angket ini sesuai ketentuan Pasal 205 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam pasal itu disebutkan, pihak (pejabat negara, pejabat pemerintahan, badan hukum atau warga masyarakat yang memberikan keterangan kepada Panitia Angket), wajib hadir untuk memberikan keterangan, termasuk menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan kepada panitia khusus.

Hal ini semakin berbahaya, lanjut Miko, apabila penggunaan hak angket erat kaitannya dengan penanganan perkara yang tengah dilakukan KPK. “Dalam konteks kewenangan, penggunaan hak angket ini akan bertentangan dengan independensi KPK dalam pengungkapan kasus-kasus korupsi, seperti, kasus e-KTP dan BLBI,” tulis Miko dalam siaran persnya.

(Baca: KPK Diminta Penuhi Undangan Pansus Hak Angket)

Miko menilai, alasan anggota DPR yang mengusulkan hak angket karena KPK berjalan tanpa pengawasan merupakan asumsi yang tidak tepat. Sebagai penegak hukum yang menjalankan kewenangan pro justitia, pengawasan terhadap KPK melekat dalam sistem peradilan pidana.

Misalnya, ketika melakukan penyadapan, KPK wajib menghadirkan rekaman penyadapan itu ke pengadilan agar dapat diterima sebagai bukti. Ketika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka KPK wajib melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan untuk diperiksa secara terbuka.

“Hal ini berlaku sama untuk kewenangan-kewenangan penegakan hukum KPK lainnya. Artinya, KPK dilengkapi sistem pengawasan dan harus tunduk pada sistem peradilan pidana yang mengharuskan adanya mekanisme saling uji,” tutur Miko.

Meski begitu, lanjut Miko, KPK dapat menolak untuk memberikan informasi atau dokumen terkait perkara kepada Panitia Angket. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yakni informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum.

(Baca: KPK Minta Masukan Ahli Terkait Pansus Hak Angket)

Mulai dari menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana, mengungkapkan identitas informasi, pelapor, saksi dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana, mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional, membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya dan membahayakan keamanan peralatan, sarana dan prasarana penegak hukum.

Atas dasar itu, Miko mengatakan, sebaiknya DPR berpikir ulang untuk meneruskan pelaksanaan hak angket ini. Apabila diteruskan dengan mengabaikan prinsip independensi penegakan hukum, maka kesan bahwa hak angket ini bertujuan untuk political shaming dan mendelegitimasi KPK semakin terasa kuat.

“Pengungkapan informasi maupun dokumen kepada Pansus Hak Angket membuka peluang tidak hanya gangguan terhadap independensi KPK. Tetapi juga independensi badan yudisial (pengadilan) dalam memutus perkara-perkara yang sedang atau akan diperiksa di depan persidangan,” kata Miko.

Sebelumnya, DPR menunjuk Agun Gunandjar Sudarsa (Fraksi Partai Golkar) sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK. Sedangkan tiga orang wakilnya adalah Risa Marisa, Taufikulhadi dan Dossy Iskandar Prasetyo. Ketiganya merupakan anggota Komisi III DPR. Risa adalah politisi PDIP, Taufikulhadi dari Nasdem dan Dossy dari Hanura.

(Baca: Disebut Kasus dalam e-KTP, Agun Gunanjar Pimpin Pansus Hak Angket KPK)

Agun sendiri berharap KPK dapat menghadiri undangan Panitia Angket. Menurutnya, hak angket bertujuan untuk mengetahui kewenangan yang dijalankan KPK sesuai tidaknya dengan peraturan perundangan bila dkaitkan dengan kondisi objektif masyarakat saat ini. Ia menampik, ada target tertentu melalui Pansus Hak Angket KPK.
Tags:

Berita Terkait