Gamawan: Saya Tidak Kenal Andi Agustinus
Berita

Gamawan: Saya Tidak Kenal Andi Agustinus

Gamawan diperiksa KPK dikonfirmasi soal hubungannya dengan Andi Agustinus.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memberikan keterangan pada sidang lanjutan dugaan korupsi proyek E-KTP dengan terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3).
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memberikan keterangan pada sidang lanjutan dugaan korupsi proyek E-KTP dengan terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3).
Mantan Menteri Dalam Negeri periode 2009-2014 Gamawan Fauzi mengaku siap disumpah terkait dirinya yang tidak pernah menerima aliran dana pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (e-KTP).

"Jangankan sumpah, apapun saya siap kalau sumpah sudah lama saya siap. Saya tidak pernah macam-macam mulai dari Bupati, Gubernur, ini kan fitnah saja," kata Gamawan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6/2017).

Gamawan pada Kamis diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (e-KTP).

Ia pun membantah terkait pernyataan Andi Agustinus yang menyebutkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman meminta uang untuk dirinya. "Salah itu, tidak pernah. Jangan buat isu seperti itu padahal itu sudah dijelaskan di pengadilan," kata Gamawan.

Ia pun menyatakan dalam pemeriksaan kali ini dirinya dikonfirmasi soal hubungannya dengan Andi Agustinus. "Konfirmasi yang dulu bahwa saya tidak kenal Andi, saya tidak kenal dia," ucap Gamawan.

Sebelumnya, Gamawan Fauzi membantah menerima uang terkait korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) senilai 4,5 juta dolar AS dan Rp50 juta.

"Satu rupiah pun saya tidak pernah menerima Yang Mulia. Demi Allah, saya kalau mengkhianati bangsa ini menerima satu rupiah, saya minta didoakan seluruh rakyat Indonesia, jika menerima saya dikutuk Allah SWT," kata Gamawan saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu.

Hal ini diungkapkan Gamawan ketika menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim John Halasan saat memimpin sidang. "Terkait dengan program e-KTP, apakah saudara pernah menerima sesuatu?" tanya hakim John Halasan kepada mantan Mendagri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Tentang uang Rp50 juta, Gamawan mengaku bahwa itu honor sebagai pembicara di lima provinsi. "Saya baca disebut-sebut terima Rp50 juta untuk lima daerah. Saya perlu clear-kan, Yang Mulia, karena banyak yang bertanya kepada saya. Uang itu honor saya pembicara, Yang Mulia, di lima provinsi," kata Gamawan.

Ia mengatakan bahwa honor tersebut sesuai aturan yang berlaku, dimana tiap jamnya diberi honor Rp5 juta. "Saya bicara dua jam tiap provinsi," kata Gamawan. Baca Juga: Gamawan Bersedia Dikutuk Apabila Mengkhianati Bangsa

Dalam dakwaan disebut bahwa Gamawan menerima disebut menerima 4,5 juta dolar AS dan Rp 50 juta terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun ini.Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus, mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketiga tersangka ini, perkaranya bakal segera disidangkan. Baca juga: Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP
Tags:

Berita Terkait