Lindungi Warga Negara Lewat Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM
Berita

Lindungi Warga Negara Lewat Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM

Rencana aksi ini akan memperlihatkan peta legislasi yang mendukung dan menghambat dalam rangka meningkatkan peran negara untuk melindungi HAM terkait dengan operasi korporasi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) meluncurkan Rencana Aksi Nasional tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (RAN Bisnis dan HAM). Peluncuran yang dilakukan pada Jumat 16 Juni 2017 itu merupakan wujud komitmen Indonesia terkait HAM.

Dalam siaran persnya yang diterima Hukumonline, ELSAM menyatakan, hal ini juga menjadi catatan Indonesia sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang meluncurkan RAN Bisnis dan HAM yang diinisiasi National Human Rights Institutions (NHRIs) serta organisasi masyarakat sipil. Pada tanggal yang sama juga merupakan enam tahun pasca PBB mengesahkan The United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs on B&HR).

(Baca: Kemudahan-Kemudahan TKA Bekerja di Kawasan Ekonomi Khusus)

RANBisnis dan HAM merupakan instrumen nasional untuk menerapkan Prinsip-Prinsip Panduan PBB mengenai Bisnis dan HAM pada level nasional. RAN Bisnis dan HAM juga merupakan strategi kebijakan dikembangkan dalam rangka melindungi HAM warga negara dari dampak negatif operasional dunia usaha dengan merujuk  pada Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM.

Sejak disahkannya prinsip tersebut pada tahun 2011, Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights mencatat, terdapat14 negara yang sudah memiliki RAN Bisnis dan HAM. Keempat belas negara tersebut adalah Inggris, Belanda, Italia, Spanyol, Finlandia, Denmark, Lithuania, Swedia, Swiss, Kolombia, Norwegia, Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis. Semua berasal dari Eropa, serta Amerika.

Ada 20 negara lain yang telah menyatakan bahwa mereka akan merancang RAN Bisnis dan HAM. Untuk Asia Tenggara, yang sedang merancang RAN tersebut adalah Indonesia dan Filipina yang diinisiasi oleh NHRI dan NGO. Sementara itu, pemerintah yang telah berkomitmen untuk menyusun RAN Bisnis dan HAM adalah Malaysia, Myanmar dan Thailand.

Proses penyusunan RAN Bisnis dan HAM ini telah dimulai sejak September 2014 dengan melibatkan berbagai pihak, di antara lain Kementerian/Lembaga terkait, kelompok bisnis, serta masyarakat sipil. Penyusunan RAN Bisnis dan HAM ini dilatarbelakangi oleh ketimpangan pola relasi negara, pasar dan masyarakat. Diindikasikan bahwa kekuasaan pasar lebih kuat dibandingkan kekuasaan negara yang tercermin dalam konflik-konflik yang berdimensi pelanggaran HAM dalam pengelolaan sumber daya alam.

Dalam rencana aksi ini akan memperlihatkan peta legislasi yang mendukung dan menghambat dalam rangka meningkatkan peran negara untuk melindungi HAM terkait dengan operasi korporasi. Merujuk peta regulasi yang ada, saat ini sebenarnya sudah banyak regulasi yang sudah mendukung penerapan Prinsip-prinsip Panduan PBB, namunbelum terbangun koherensi kebijakan yang mengefektifkan Prinsip-Prinsip Panduan tersebut.

(Baca: Komnas HAM Minta Rekomendasi UPR Dipantau)

Meski begitu, ELSAM menilai, RANBisnis dan HAM perlu diatur lebih lanjut melalui peraturan presiden, mengingat dimensi dan dinamika relasi Bisnis dan HAM yang sangat luas sehingga perlu diatur dalam suatu peraturan tersendiri.Selanjutnya terdapat konvensi ketatanegaraan untuk mengatur lebih lanjut suatu ketentuan undang-undang melalui peraturan presiden.

Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2015-2019 merupakan contoh konvensi ketatanegaraan yang mengatur lebih lanjut norma hukum HAM seperti diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia agar lebih memiliki daya laku secara operasional.

Selanjutnya sebangun dengan logika hukum implementasi RANHAM, maka Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM juga menjadi kewajiban hukum bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM sesuai dengan ruang lingkup kewenangannya.

Dalam Kertas Kebijakan ELSAM & Komnas HAM yang diperoleh Hukumonline, RAN Bisnis dan HAM semestinya ditempatkan pada upaya untuk menerapkan Prinsip-Prinsip Panduan PBB dalam ranah hukum nasional agar norma yang tercantum di dalamnya mempunyai daya laku yang lebih efektif.

Atas dasar itu, RAN Bisnis dan HAM akan menempatkan korporasi sebagai aktor penting untuk berperan sebagai agen yang menghormati HAM. Dalam konteks Indonesia, setidaknya tercatat ada tiga karakteristik. Pertama, seiring dengan pelaksanaan politik desentralisasi dan otonomi daerah, maka setiap pemerintah daerah juga mesti memikul kewajiban untuk melindungi HAM setiap warganya yang terdampak operasional yang berada di dalam yurisdiksi masing-masing.

(Baca: Mempersoalkan Isu HAM dan Lingkungan di Tengah Dorongan Investasi Industri Minerba)

Kedua, BUMN dibebani kewajiban konstitusional untuk berperan sebagai agen ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara yakni sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketiga, kontribusi dan kemandirian UMKM yang berperan besar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Keberadaan dan kehadiran UMKM sebagai subjek hukum perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan yang memadai.

Masih dalam Kertas Kebijakan ELSAM dan Komnas HAM, RAN Bisnis dan HAM juga pelru untuk memperkuat perlindungan tiga hal. Yakni, perlindungan bagi pemangku hak yang berisiko terdampak di tempat kerja, perlindungan bagi pemangku hak yang berisiko terdampak di komunitas dan perlindungan terhadap keberadaan lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan.
Tags:

Berita Terkait