Tindaklanjuti Perppu 1/2017, Presiden Minta Dibangun Sistem Informasi Pajak yang Andal
Berita

Tindaklanjuti Perppu 1/2017, Presiden Minta Dibangun Sistem Informasi Pajak yang Andal

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak memiliki akses untuk mendapatkan informasi keuangan Wajib Pajak Indonesia yang memiliki rekening keuangan di Hong Kong.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta dibangunnya sebuah sistem data informasi perpajakan yang lebih andal, yang lebih terintegrasi, dan lebih sederhana, tidak terlampau rumit atau bahkan berbelit-belit. Selain itu, perlu juga dibangun sistem teknologi informasi perpajakan yang memudahkan bagi wajib pajak dan bisa dijamin keamanannya.

“Saya yakin modernisasi teknologi informasi perpajakan akan menjadi salah satu pilar penting dalam reformasi perpajakan yang sedang kita gulirkan,” kata Presiden Jokowi, seperti ditulis laman Setkab, Selasa (20/6) sore.

Menurut Presiden, setelah program amnesti pajak berakhir, kita telah memiliki pondasi yang semakin kokoh untuk memperbaiki basis data wajib pajak. Tapi, Presiden mengingatkan, perbaikan basis data wajib pajak saja belum cukup.

“Direktorat Jenderal Pajak perlu menyiapkan sistem pengelolaan data dan informasi yang akurat serta terintegrasi secara menyeluruh. Sehingga sistem perpajakan, sistem kependudukan, sistem keuangan, maupun sistem yang lain yang relevan bisa terintegrasi dengan baik,” tutur Presiden Jokowi.

Penyiapan sistem data informasi yang lebih andal ini, lanjut Presiden, sangat mendesak karena Indonesia memiliki komitmen untuk bergabung dengan 139 negara lainnya di dunia dalam kerangka kerja sama pertukaran informasi secara otomatis. (Baca Juga: DPR Pertanyakan “Ihwal Kegentingan Memaksa” Terbitnya Perppu 1/2017)

Saat ini, menurut Presiden, sudah sebanyak 90 negara sudah menandatangani multilateral competent authority agreement. “Indonesia juga punya komitmen yang tegas soal ini dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan,” ujar Presiden.

Untuk itu, Presiden meminta momentum ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membangun sistem data sistem informasi perpajakan yang lebih komprehensif, lebih terintegratif.

“Saya yakin langkah reformasi dan moderenisasi sistem teknologi informasi perpajakan ini akan sangat bermanfaat bagi upaya peningkatan tax ratio, kemudian mendorong kepatuhan pajak secara sukarela, serta mencegah penghindaran dan penggelapan pajak,” kata Jokowi.

Jalin Kerjasama
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, dan Commissioner of Inland Revenue Department, Hong Kong, Mr. Wong Kuen-fai, telah menandatangani Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) di Kantor Pusat Inland Revenue Department, Hong Kong. Dengan ditandanganinya BCAA, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak memiliki akses untuk mendapatkan informasi keuangan Wajib Pajak Indonesia yang memiliki rekening keuangan di Hong Kong.

“Informasi keuangan yang diperoleh dari Hong Kong tersebut akan digunakan untuk melengkapi basis data perpajakan yang dapat digunakan untuk menguji tingkat kepatuhan perpajakan sehingga diharapkan dapat mendorong kesadaran Wajib Pajak Indonesia untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela, terutama melaporkan penghasilan dan aset keuangannya di luar negeri,” tulis Subdit Humas Perpajakan Direktorat P2 Humas, Ditjen Pajak, dalam keterangan pers, yang diterima hukumonline.

(Baca Juga: Tak Ada Jaminan Data Keuangan yang Dibuka DJP Tak Bakal Disalahgunakan)


Perjanjian pertukaran informasi keuangan secara bilateral antara Indonesia dan Hong Kong ini dimungkinkan setelah adanya Perppu No.1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Nomor 1/2017. Beleid ini yang mengatur mengenai wewenang Direktorat Jenderal Pajak untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dari Lembaga Keuangan di seluruh Indonesia dan wewenang Menteri Keuangan untuk melaksanakan pertukaran informasi keuangan dengan otoritas yang berwenang di negara atau yurisdiksi lain.

Hong Kong sendiri telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan AEOI secara resiprokal dengan negara atau yurisdiksi mitranya dan akan bertukar informasi pertama kali pada tahun 2018. Hong Kong juga telah mengesahkan peraturan domestik (legal framework) untuk pelaksanaan AEOI yaitu Inland Revenue (Amendment) (No. 3) Ordinance 2016 yang berlaku efektif mulai tanggal 30 Juni 2016.

Menurut Ditjen Pajak, penting bagi Indonesia untuk dapat melaksanakan AEOI dengan Hong Kong mengingat berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, Hong Kong menempati peringkat keempat sebagai negara asal investasi terbesar di Indonesia, yaitu sebesar USD2,2 miliar dalam 1.137 proyek pada tahun 2016. Selain itu, berdasarkan data hasil program Amnesti Pajak, Hong Kong menempati urutan ketiga jumlah dana repatriasi sebesar Rp16,31 triliun dan urutan ketiga deklarasi harta luar negeri sebesar Rp58,15 triliun.

Penandatanganan BCAA ini kembali membuktikan kesungguhan Indonesia untuk memenuhi komitmen global dalam memerangi kecurangan pajak yang dilakukan perusahaan multinasional dan individu super-kaya dengan tidak melaporkan penghasilan dan harta mereka yang berada di negara lain. Ditjen Pajak mengimbau seluruh Wajib Pajak untuk melaporkan penghasilan dan membayar pajak dengan jujur dan benar sebagai sumber pembiayaan pemerintah untuk membangun Indonesia yang lebih makmur dan adil.

Tags:

Berita Terkait