Gubernur Bengkulu, Tersangka Bergelar Doktor Hukum Berpredikat Cum Laude
Berita

Gubernur Bengkulu, Tersangka Bergelar Doktor Hukum Berpredikat Cum Laude

Prof Amzulian berharap OTT Gubernur Bengkulu menjadi terapi kejut bagi siapa saja untuk tidak lagi melakukan hal-hal yang menyimpang.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/6). Foto: RES
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/6). Foto: RES
Pasca menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (RM) dan istrinya, Lili Martiani Maddari (LMM), serta dua orang swasta, Rico Diansari (RDS) dan Jhoni Wijaya (JHW) yang terjaring rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa (20/6) sebagai tersangka, KPK melakukan penahanan terhadap keempat tersangka tersebut.

"RM ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, istrinya LMM ditahan di Rutan KPK. Sedangkan untuk dua orang swasta, RDS (Direktur Utama PT Rico Putra Selatan) ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat dan JHW (Direktur PT Statika Mitra Sarana) di Rutan Cipinang," kata Juru Bicara Febri Diansyah, Rabu (21/6).

Baca Juga: Gubernur Bengkulu Tersangka Suap Proyek Jalan, Mendagri Prihatin

Sebagaimana diketahui, Ridwan, Lili, dan tiga orang swasta diamankan petugas KPK karena diduga melakukan transaksi suap terkait dua proyek jalan di Bengkulu. Setelah melakukan pemeriksaan secara intensif dan gelar perkara, KPK hanya menetapkan empat orang sebagai tersangka. Seorang lagi berstatus sebagai saksi.

Salah seorang swasta yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Rico Diansari, Direktur Utama PT Rico Putra Selatan. Rico juga diketahui menjabat sebagai Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Bengkulu dan pernah mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Bengkulu Selatan pada Pilkada 2009 lalu.

Sementara, Ridwan sendiri adalah Ketua DPD I Partai Golkar Bengkulu periode 2016-2020. Dari hasil penangkapan di beberapa lokasi, KPK mengamankan uang sejumlah Rp1 miliar yang tersimpan dalam sebuah kardus. Penangkapan Ridwan merupakan OTT ketiga yang dilakukan KPK sepanjang bulan Ramadhan.

Ridwan adalah Gubernur Bengkulu periode 2016-2021. Karir politik Ridwan terbilang cukup mulus. Sebelum menjadi Gubernur Bengkulu, Ridwan pernah menjabat sebagai Bupati Musi Rawas, Sumatera Selatan selama dua periode, yaitu 2005-2010 dan 2010-2015. Ridwan pernah pula duduk sebagai anggota DPR pada 1999-2005.

Namun, siapa menduga, Ridwan adalah seorang Doktor Hukum yang lulus dengan predikat cum laude. Apabila melihat latar belakang pendidikan Ridwan, ayah dari delapan orang anak ini mulanya memang tidak menekuni bidang hukum. Awalnya, Ridwan lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada 1986.

Pasca mendapat gelar sarjana di bidang ekonomi, Ridwan malang melintang sebagai akuntan. Bahkan, Ridwan sempat menjabat Direktur Komersial di PT Unelec Indonesia atau Unindo (BUMN-PMA). Hingga pada 2008, Ridwan mengambil program magister hukum di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (UNSRI).

Baca Juga: Ini Para SH Pemenang Pilkada Serentak

Melanjutkan studinya, Ridwan, pada 2010 menempuh program doktoral di Fakultas Hukum UNSRI. Ridwan meraih gelar doktor hukum dengan predikat cum laude pada 2013 setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Sistem Pemilihan Kepala Daerah Beragam di Indonesia (Implikasi Makna Restriktif dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945)".
Nama/NIMHari/Tgl Ujian Terbuka/Tgl LulusJudul DisertasiPembimbingKeterangan
Ridwan Mukti
20103603011
Senin
23 Desember 2013
Sistem Pemilihan Kepala Daerah Beragam di Indonesia (Implikasi Makna Restriktif dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945). Promotor :
Prof Amzulian Rifai, SH, LLM, PhD
Co-Promotor 1 :
Dr Febrian, SH, MS
Co-Promotor 2 :
Dr Zen Zanibar MZ, SH, MH
Lulus
Sumber: Website Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Disertasi Ridwan dipromotori oleh Dekan Fakultas Hukum UNSRI Prof Amzulian Rifai yang sekarang menjabat Ketua Ombudsman. Ridwan menjalani Sidang Terbuka di hadapan lima penguji, antara lain Prof Mahfud MD, Dr Zen Zanzibar, dan Prof Amzulian. Sidang tersebut juga dihadiri tokoh nasional, seperti Akbar Tanjung dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin.

Baca Juga: Bupati Musirawas Raih Doktor Hukum Cumlaud UNSRI

Kala itu, Prof Amzulian pernah berkata, Ridwan merupakan lulusan doktor kelima dari UNSRI dengan hasil cukup baik. Bahkan, Prof Amzulian mengatakan disertasi Ridwan akan dijadikan acuan nasional bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah se-Indonesia ke depan, meski prosesnya membutuhkan waktu panjang.

Ridwan pun, ketika itu, mengatakan disertasinya akan disosialisasikan ke pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri dan DPR untuk mendukung bahan pembahasan DPR dalam menciptakan pemilihan kepala daerah ke depan. Ia berharap disertasinya dapat mengubah secara perlahan pola pemilihan kepala daerah.

Sebab, menurutnya, pola pemilihan kepala daerah secara langsung yang berlaku selama ini, mengarah pada pemborosan anggaran dan tingginya potensi konflik di masyarakat. Ia menilai, bila Pilkada dilakukan dengan sistem beragam, maka Pilkada ke depan akan lebih menghemat biaya dan meminimalisir tingkat perpecahan.

Apapun prestasi yang telah ditorehkan Ridwan, "tercoreng" dengan dugaan suap yang kini tengah menjerat Gubernur Bengkulu ini. Padahal, Ridwan baru sekitar satu tahun menduduki “kursi empuk” sebagai Gubernur Bengkulu, menggantikan Gubernur sebelumnya, Junaidi Hamsyah (2012-2015) yang juga terkena kasus korupsi.

Selaku bekas promotor disertasi Ridwan, Prof Amzulian berharap proses hukum Ridwan berjalan secara profesional. Di saat bersamaan, ia merasa sangat prihatin dengan apa yang menimpa Ridwan. Ia menilai, selama ini, Ridwan adalah pemimpin daerah yang berhasil dengan berbagai prestasi gemilang selama menjadi Bupati, bahkan ketika menjadi anggota DPR.

"Kedua, saya, Ketua KPK dan Ketua BNN hadir saat awal Gubernur menjabat dan mengadakan acara tanda tangan pakta integritas untuk semua jajarannya. Mestinya, sejak awal, pakta integritas ini menjadi instrumen efektif mencegah hal seperti ini, terkait etika birokrasi," ujar Ketua Ombdusman ini kepada hukumonline.

Prof Amzulian mengatakan, semestinya OTT semacam ini menjadi terapi kejut bagi siapa saja untuk tidak lagi melakukan hal-hal yang menyimpang. Ia menganggap gelar doktor hukum tidak banyak berkorerasi dengan perilaku seseorang. "Akil Mochtar, Patrialis Akbar juga Doktor Hukum UNPAD (Universitas Padjajaran)," sebutnya.

Selain pernah menandatangani pakta integritas, Ridwan pernah berinisiatif meminta KPK mengawasi dan mendampingi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, bahkan Ridwan mencanangkan program agar Bengkulu terbebas dari korupsi. Alhasil, Bengkulu pun masuk menjadi salah satu daerah tujuan koordinasi dan supervisi KPK.

Dalam kegiatan itu, KPK mendorong penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), serta penerapan e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Namun, fakta berkata lain. Ridwan justru terjerat korupsi. Alexander meminta pejabat daerah lain bisa memetik pembelajaran dari kasus Gubernur Bengkulu ini.

"Peringatan" KPK
Sebenarnya, setelah melakukan OTT terhadap Kepala Seksi (Kasi) III Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu Parlin Purba pada Jumat (9/6), KPK sempat "memperingatkan" mengenai daerah-daerah mana saja yang menjadi tujuan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Bidang Penindakan dan Pencegahan Terintegrasi.

Ketika itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Bengkulu menjadi salah satu daerah tujuan Korsup KPK di tahun 2017. Pada 2016, KPK melakukan Korsup di enam hulu wilayah dan bertambah menjadi 21 wilayah di tahun 2017. Mengingat penempatan Tim Korsup di daerah-daerah, tidak heran jika banyak informasi yang masuk ke KPK.

"Kami informasikan juga, dengan adanya tim kami di daerah-daerah, tidak menutup kemungkinan nanti di daerah, antara dua, (pertama) daerah tersebut akan makin baik dengan adanya Korsup kami di sana, kedua adalah makin banyak penangkapan di daerah-daerah karena tangan-tangan kami, tim kami sudah ada di daerah-daerah," terangnya.

Walau memilih mengutamakan pencegahan, Basaria berharap akan terjadi perubahan drastis dengan adanya Tim Korsup. "Kenapa di sana banyak, justru itulah yang mau kami coba. Setiap daerah itu punya karakteristik tersendiri. Ini tim kami yang ada di sana, apa yang harus dibenahi. Ini sekarang sudah kami mulai dengan membuat evaluasi-evaluasi setiap bulannya," tuturnya.

Untuk diketahui, pada 2016, KPK mendampingi enam provinsi, yaitu tiga daerah dengan tingkat kerawanan korupsi yang berulang, seperti Sumatera Utara, Riau, dan Banten, serta tiga daerah otonomi khusus, yakni Aceh, Papua, dan Papua Barat. Dalam perjalanannya, ada tiga daerah yang meminta pendampingan KPK, yakni Bengkulu, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.

Pendampingan KPK tersebut dimaksudkan untuk mendorong daerah-daerah melakukan perbaikan sistem, khususnya tata kelola anggaran, perencanaan dan pendirian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).KPK juga mendorong daerah agar mengadopsi praktik terbaik tata kelola pemerintahan berbasis elektronik atau e-government.

Bengkulu sendiri memiliki catatan “kelam” mengenai para pemimpinnya. Dua Gubernur pendahulu Ridwan, Agusrin M Najamuddin dan Junaidi Hamsyah juga terjerat kasus korupsi. Agusrin menjabat sebagai Gubernur Bengkulu pada 29 Nopember 2005 sampai 2011. Kasus Agusrin sempat "mandek" di Kejaksaan, tetapi akhirnya dilimpahkan ke pengadilan.

Meski sempat divonis bebas, Agusrin divonis bersalah di tingkat kasasi. Mahkamah Agung (MA) menghukum Agusrin empat tahun penjara dan denda Rp200 juta dalam perkara korupsi dalam penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Provinsi Bengkulu Tahun 2006 yang merugikan keuangan negara Rp20,16 miliar.

Sementara, Junaidi menjabat sebagai Gubernur Bengkulu pada 2012 sampai 2015. Beberapa waktu lalu, perkara Junaidi baru dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung. Padahal, Junaidi telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi honor Tim Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus sebesar Rp5,6 miliar tahun 2011 oleh Bareskrim Mabes Polri sejak 2015 lalu.

Tak hanya kepala daerahnya. Lebih dari setahun lalu, KPK melakukan OTT terhadap dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba dan Toton, panitera Pengadilan Negeri Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, dan dua terdakwa kasus korupsi honor tim pembina RSUD M Yunus, Syafri Syafi'i dan Edi Santoni. Mereka melakukan transaksi suap untuk mempengaruhi putusan Syafri dan Edi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bengkulu.

Selain itu, dua pekan lalu, KPK melakukan OTT terhadap Kasi III Intel Kejati Bengkulu Parlin Purba, Amin Anwari selaku Pejabat Pembuat Komitmen Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII Bengkulu, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto, Murni Suhardi. Ketiganya, diduga melakukan tindak pidana suap terkait pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) atas pelaksanaan proyek-proyek di BWS Provinsi Bengkulu Tahun Anggaran 2015-2016.
Tags:

Berita Terkait