Penyimpangan Distribusi Zakat, Pahami Aspek Hukumnya
Melek Hukum Saat Berlebaran

Penyimpangan Distribusi Zakat, Pahami Aspek Hukumnya

Potensi zakat di Indonesia sangat besar. Pahami masalah hukumnya agar tak salah langkah.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembayaran zakat. Foto: RES
Ilustrasi pembayaran zakat. Foto: RES
Zakat adalah salah satu pranata keagamaan (Islam) yang sejatinya dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Zakat dibayarkan oleh mereka yang mampu dan mempunyai hasil sesuai takaran yang telah ditentukan agama (Islam). Potensi zakat di Indonesia sangat besar, baik dari zakat harta maupun zakat fitrah.

Setiap menjelang lebaran, ummat Islam yang memenuhi syarat membayarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerima, lazim disebut mustahiq. Umumnya, penyaluran zakat dilakukan melalui badan yang disebut amil zakat.

Di Indonesia, zakat tak hanya diatur oleh agama, tetapi juga sudah diserap dalam hukum negara. Indonesia memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Bahkan ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang bertugas mengelola dan menyalurkan zakat dari masyarakat. Di tengah-tengah masyarakat malah ada lembaga amil zakat (LAZ) tersendiri, yang biasanya bertugas menerima zakat di masjid-masjid sekitar. Anda menyalurkan zakat lewat masjid terdekat atau lembaga amil zakat yang kini sudah banyak?

(Baca juga: Ini Anggota Baznas Periode 2015-2020)

Tentu saja, para pembayar zakat ingin zakat mereka tersalurkan kepada orang yang benar-benar membutuhkan, kepada mustahiq yang sebenarnya. Siapa saja mustahik yang berhak, UU Pengelolaan Zakat tak mengatur langsung, ia merujuk pada syariat Islam. Menurut syariat Islam, ada 8 kelompok yang masuk kategori mustahik, yakni fakir, miskin, amilin, muallaf, riqob (hamba sahaya), gharimin (orang yang terbelit utang), fii sabilillah, dan ibnu sabil.

Jika kita telisik, UU Pengelolaan Zakat sebenarnya mengatur secara khusus pengawasan terhadap pengelolaan zakat. Mengapa? Ini berkaitan dengan potensi besar zakat, yang berarti juga berpotensi disalahgunakan. Penyalahgunaan zakat harus dihindari seperti yang disebut dalam UU Pengelolaan Zakat. Pasal 37 Undang-Undang ini melarang setiap orang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat yang ada dalam pengelolaannya. Ini berarti ada sanksi lho kalau panitia zakat menyalahgunakan zakat.

Dari rumusan itu jelas perbuatan yang dilarang adalah memiliki zakat yang telah dikumpulkan; menjaminkan zakat yang terkumpul untuk meminjam uang misalnya; menghibahkan zakat kepada keluarga sendiri, menjual kepada orang lain karena butuh uang, dan mengalihkan hasil zakat kepada pihak ketiga demi keuntungan pribadi.

Karena itu, pada saat membayar zakat pastikan bahwa Anda membayar atau menyalurkan kepada pihak tepat dan terpercaya. Jika membayar lewat Lembaga Amil Zakat (LAZ), mohon dipastikan LAZ tersebut berbadan hukum. Undang-Undang mengatur demikian. Masalah LAZ dan Baznas ini sebenarnya pernah diributkan ke Mahkamah Konstitusi gara-gara ‘izin’ dari Baznas. Mahkamah Konstitusi menyatakan tak ada salahnya amil zakat tradisional mengelola dan mengumpulkan zakat tanpa harus ada izin dari Baznas. Jadi, Anda boleh membayar zakat kepada amil yang ada di masjid sekitar rumah Anda.

(Baca juga: MK: Amil Tradisional Tak Perlu Izin Baznas)

UU Pengelolaan Zakat merujuk syariat Islam sebagai ukuran keabsahan pembayaran zakat. Karena itu, zakat yang Anda bayar sudah dianggap sah sepanjang dilakukan menurut syariat Islam. Salah satu contohnya, pembayaran zakat fitrah sudah harus dilakukan sebelum shalat Idul Fitri.

Sebagai pembayar zakat, Anda juga perlu memahami jika ada penyimpangan terhadap zakat yang terkumpul. Ada tiga ketentuan pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku penyimpangan dalam UU Pengelolaan Zakat. Pertama, siapapun yang dengan sengaja dan melawan hukum tidak mendistribusikan zakat sesuai syariah Islam. Misalnya, tidak menyalurkan kepada mustahik. Sanksinya bisa berupa pidana penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.

Kedua, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menjaminkan, menghibahkan, mengambil zakat dengan maksud dimiliki atau perbuatan lain yang diatur dalam Pasal 37 UU Pengelolaan Zakat tersebut. Sanksinya sama dengan ketentuan pidana yang pertama tadi.

Ketiga, setiap orang yang bertugas sebagai amil zakat dengan sengaja dan melawan hukum mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. Ingat! Ancaman sanksi yang ketiga ini sudah dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi. Sebab, dapat mengancam keberadaan amil zakat atau panitia pengumpulan zakat pada masyarakat.

Jika Anda adalah amil zakat di kompleks perumahan atau di masjid, pahamilah perbuatan-perbuatan apa yang terlarang menurut hukum nasional.
Tags:

Berita Terkait