Ingat! Layanan Publik Tidak Boleh Berhenti Selama Liburan
Melek Hukum Saat Berlebaran

Ingat! Layanan Publik Tidak Boleh Berhenti Selama Liburan

Perlu regulasi yang mengatur kompensasi bagi petugas atau pekerja yang bekerja di hari libur.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi rumah sakit. Foto: RES
Ilustrasi rumah sakit. Foto: RES
Hampir semua orang antusias menghadapi liburan karena bisa bebas dari kegiatan rutin walau hanya sementara waktu. Tapi apa jadinya jika semua orang libur? Siapa yang mengatur lalu lintas jalan, menjaga keamanan masyarakat, kebutuhan akan air, listrik dan lainnya?

Makanya ketika liburan tidak semua orang bisa meninggalkan pekerjaan yang biasa dilakukannya setiap hari, terutama mereka yang kerjanya berkaitan dengan pelayanan jasa publik. Prinsip-prinsip pelayanan publik itu sudah diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

(Baca juga: Serangan WannaCry, Warning Bagi Instansi Pelayanan Publik)

Komisioner Ombudsman, Alamsyah Saragih, mengatakan selama ini institusi yang menyelenggarakan layanan publik punya aturan internal guna menjaga agar kegiatan yang mereka lakukan tetap berjalan di masa liburan. Misalnya, kepolisian, perbankan, dan rumah sakit (RS). Pelayanan di institusi itu tidak boleh berhenti sekalipun tanggal merah karena mereka meyelenggarakan layanan yang penting bagi publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Bahkan Alamsyah menegaskan institusi itu harus memberi perhatian lebih di masa liburan. Misalnya, kepolisian dan aparat terkait harus mengantisipasi peningkatan volume kendaraan di jalan raya karena banyak masyarakat memanfaatkan liburan untuk pergi ke luar kota. Tak selamanya pelayanan publik itu berkaitan dengan institusi negara. SPBU misalnya, tetap harus buka di titik tertentu yang rawan sehingga perlu disediakan petugas pengisian  guna melayani kebutuhan BBM masyarakat.

Secara prinsip Alamsyah yakin pelaksanaan layanan publik selama liburan seperti lebaran tidak perlu dikhawatirkan. Untuk melayani publik di masa liburan, Ombudsman menugaskan seorang asisten untuk menerima pengaduan publik yang sifatnya butuh penanganan cepat. Asisten Ombudsman akan meneruskan pengaduan itu kepada tim yang dibentuk pemerintah setiap tahun guna mengantisipasi dampak libur panjang.

(Baca juga: Ombudsman Tambah Objek Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik)

Walau layanan publik tertentu tetap berjalan, Alamsyah tidak menampik pelayanan yang diberikan institusi tersebut tidak seperti hari biasa. Misalnya, ketika masyarakat membutuhkan pelayanan rawat jalan di RS harus menunggu dokter lebih lama karena SDM yang bekerja di RS pada masa liburan jumlahnya terbatas.

Menurut Alamsyah sampai sekarang belum ada regulasi nasional yang mengatur layanan publik ketika liburan. Tapi setiap institusi pasti punya aturan internal sehingga mereka tetap beroperasi sekalipun libur panjang. Sepanjang layanan itu berjalan baik, regulasi tidak dibutuhkan. Sebaliknya, jika ditemukan persoalan dalam layanan publik selama liburan maka perlu ada peraturan di tingkat nasional.

(Baca juga: 5 Program dalam Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental)

Bagi Alamsyah yang perlu diatur oleh pemerintah saat ini yaitu ketentuan mengenai kompensasi yang diperoleh petugas yang bekerja di masa liburan. Institusi yang bersangkutan harus punya landasan hukum untuk memberikan kompensasi kepada petugas yang bersangkutan. Jika kompensasi itu diberikan tanpa aturan yang jelas dikhawatirkan ke depan bakal jadi temuan yang bersinggungan dengan pidana korupsi.

Hukumonline.com

“Regulasi yang dibutuhkan untuk mengatur masalah kompensasi ini cukup setingkat Peraturan Menteri seperti Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Keuangan,” kata Alamsyah kepada hukumonline.

Kompensasi itu tidak hanya berlaku bagi petugas yang bekerja di lembaga pemerintahan tapi juga pekerja di institusi swasta yang menyelenggarakan pelayanan bagi publik. Dengan adanya kompensasi ini petugas yang bekerja lebih nyaman dan tenang, ujungnya memberi kepastian layanan kepada masyarakat termasuk kualitasnya.

Regulasi yang dibutuhkan itu menurut Alamsyah tidak perlu mengatur hal teknis, misalnya unit pelayanan mana saja yang harus buka atau tutup selama liburan. Pengaturan itu lebih baik diserahkan kepada masing-masing institusi karena mereka yang paling paham kebutuhannya. “Paling penting itu bagaimana pengaturan kompensasi bagi petugas yang bekerja, jangan sampai mereka tidak mendapat haknya sehingga bisa terjadi pelanggaran HAM dan berdampak pula terhadap kualitas pelayanan yang diberikan,” urainya.

Jika regulasi itu diterbitkan, pelaksanaannya harus diawasi. Harus ada anggaran untuk pengawasan. Pengawasan itu secara umum bisa dilakukan oleh Kementerian PAN RB dan Ombudsman selaku pengawas eksternal. Untuk pelayanan publik yang dilakukan swasta, pengawasannya dilakukan oleh Kementerian atau lembaga pemerintahan di sektor terkait. Misalnya, untuk mengawasi sektor retail dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Bisa juga Kementerian Ketenagakerjaan terkait aturan mengenai besaran kompensasi dan tunjangan hari raya keagamaan (THR) bagi pekerja/buruh.

(Baca juga: Apapun Kelas Perawatannya, Pelayanan BPJS Tetap Sama)

Dari penelusuran hukumonline, UU Ketenagakerjaan menegaskan pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari libur resmi. Tapi pengusaha bisa mempekerjakan buruh untuk bekerja di hari libur berdasarkan kesepakatan bersama. Buruh yang bekerja pada hari libur berhak mendapat upah kerja lembur. Ketentuan upah lembur diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Alamsyah mencatat selama ini Ombudsman belum pernah menerima pengaduan terkait pelayanan publik selama liburan. Tapi, bukan berarti tidak ada masalah dalam pelaksanaan layanan publik pada masa liburan. Oleh karenanya dibutuhkan regulasi yang mengatur kompensasi bagi petugas atau pekerja yang bekerja di suatu institusi yang memberikan pelayanan publik selama liburan.

Agar pelayanan publik tetap berjalan baik selama liburan, Alamsyah mengusulkan agar standar pelayanan tetap dijaga dan jangan dikurangi. Bahkan jika diperlukan pelayanan itu harus mendapat perhatian khusus karena sangat dibutuhkan seperti pengaturan lalu lintas jalan yang padat pada saat liburan. Tak kalah penting, publik harus mendapat informasi yang baik kalau unit pelayanan yang mereka butuhkan tetap berjalan sekalipun di masa liburan.

Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, menekankan agar hak-hak masyarakat tidak terganggu pada saat liburan. Itu diperlukan guna menjamin pemenuhan HAM bagi warga negara. “Hak yang bersifat mendasar jangan sampai terganggu seperti kepolisian, air, listrik dan segala yang berkaitan dengan kepentingan publik,” tukasnya.

Soal kompensasi bagi petugas atau pekerja yang bekerja di hari libur, perempuan yang disapa Roi itu sepakat harus ada aturannya. Sehingga pelayanan publik dalam rangka pemenuhan HAM bagi warga negara itu tidak terganggu. “Itu sebagai konsekuensi untuk menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat agar tidak berkurang selama liburan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait