Soal Rencana Kenaikan Dana Parpol, Ini Kata ICW
Berita

Soal Rencana Kenaikan Dana Parpol, Ini Kata ICW

Mendagri menegaskan rencana menaikkan bantuan negara untuk dana parpol tidak berkaitan dengan RUU Pemilu.

Oleh:
M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
ICW. Foto: RES
ICW. Foto: RES
Pemerintah berencana menaikkan bantuan negara untuk partai politik tingkat nasional. Awalnya hanya sebesar Rp 108,- per suara sah menjadi Rp 1.000,- atau naik sebesar sepuluh kali lipat. Untuk itu, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.  

Dalam rilis diterima hukumonline, Kamis (6/7), LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai menaikkan bantuan negara untuk partai bukan wacana baru. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah melempar isu beserta perkiraan besaran kenaikan sejak 2015. Bahkan, kenaikan pernah diwacanakan Rp1 Triliun per partai. Wacana tersebut kemudian timbul tenggelam dengan pertimbangan kemampuan keuangan negara dan kuatnya penolakan publik.

ICW berpendapat memberikan suntikan dana negara lebih besar kepada partai berangkat dari adanya masalah keuangan partai. Partai membutuhkan dana besar untuk menjalankan operasional tugas, dan fungsinya. Tapi mereka terbatas dalam mengumpulkan sumber legal keuangan. Sumber utama masalah adalah macetnya iuran anggotadan donasi publik yang di antaranya disebabkan tidak optimalnya peran partai serta buruknya citra partai.

Persoalan keuangan tersebut kemudian melahirkan sejumlah persoalan, yaitu: 1. Partai politik berada pada cengkeraman oligarki dan pendonor dalam jumlah besar yang mengganggu kemandirian partai. 2. Keuangan partai menjadi ruang rahasia yang dikelola dengan mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada publik. (Baca Juga: Kenaikan Dana, Parpol Dilarang Terima Sumbangan dari Pihak Manapun)

3. Kebijakan partai rawan berorientasi pada kepentingan oligark dan pendonor akibat ketergantungan keuangannya yang tinggi.4. Rekrutmen pimpinan partai, calon peserta pemilu, dan pejabat publik utamanya didasarkan pada kemampuan keuangan atau penggalangan dana, bukan kualitas dan kemampuan. 5. Korupsi politik yang melibatkan kader partai atau partai politik.

“Dengan kata lain, persoalan keuangan yang membelit partai telah merusak partai dan mengancam tata kelola pemerintahan yang bersih dan antikorupsi. Namun, menaikkan anggaran negara untuk partai bukan solusi tunggal yang dapat menjawab persoalan keuangan partai,” kata peneliti ICW, Donal Fariz.

ICW mengidentifikasi bahwa persoalan keuangan partai tidak hanya soal bantuan negara yang tidak signifikan membantu partai menutup kebutuhannya. Terdapat persoalan lain, yaitu pengelolaan keuangan dan penetapan prioritas kerja partai, pencatatan dan pelaporan, audit, transparansi kepada publik, penerapan sanksi, dan pengawasan. Persoalan ini juga membutuhkan perbaikan dari sisi regulasi, sepaket dengan pembenahan sumber keuangan partai.

Agenda perbaikan juga penting melihat besaran bantuan dan persoalan keuangan partai tingkat daerah. Tidak benar apabila disebut bahwa partai hanya menerima Rp 13,49 Miliar per tahun. Secara total, partai politik di seluruh tingkat kepengurusan menerima Rp 386,82 Miliar per tahun dari negara melalui APBN dan APBD provinsi/ kabupaten/ kota. Pemberian bantuan di daerah bahkan tidak proporsional apabila dibandingkan dengan pendapatan daerah tersebut.

Oleh karena itu, kata Donal, untuk menjawab persoalan keuangan partai tidak cukup dengan menaikkan anggaran negara melalui revisi PP No. 5 Tahun 2009. Diperlukan grand design peta perubahan yang lebih jelas serta menyeluruh untuk menjawab persoalan ini. PP hanya mengatur besaran bantuan keuangan partai. Pengelolaan, pelaporan, audit, hingga sanksi diatur dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Parpol, khususnya pasal 34 ayat 1, 2, dan 3, pasal 34 ayat 3a dan 3b, pasal 34A, pasal 35, pasal 39, dan pasal 47.

Menurut Donal, menaikkan bantuan tanpa membenahi permasalahan mendasar partai lainnya hanya akan buang-buang uang negara. Kenaikan seharusnya satu paket dengan perbaikan penganggaran partai di daerah, pengelolaan, pencatatan dan pelaporan, jenis dan mekanisme audit, serta kewajiban transparan dan akuntabel kepada publik.

“Solusi parsial hanya akan menimbulkan persoalan baru, yaitu semakin besar dana publik yang digunakan tanpa perbaikan kinerja partai. Partai akan tetap tidak jujur dan transparan dalam pengelolaan dana dan korupsi yang melibatkan partai secara langsung maupun tidak akan tetap marak, ujar Donal. (Baca Juga: Kajian KPK Soal Dana Parpol, Formappi: Perlu Dikritisi)

Oleh karena itu, sambung Donal, dalam menanggapi rencana kenaikan anggaran negara untuk partai, ICW merekomendasikan tiga hal, yaitu:

1. Pemerintah dan DPR mengawali perubahan dengan merevisi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Parpol, khususnya Pasal 34 ayat 1, 2, dan 3, Pasal 34 ayat 3a dan 3b, Pasal 34A, Pasal 35, Pasal 39, dan Pasal 47. Selanjutnya, PP No. 5 Tahun 2009 dan Permendagri No. 77 Tahun 2014.

2. Kenaikan anggaran, berapa pun besarannya, mempertimbangkan dasar penghitungan yang jelas, komitmen partai untuk bertransformasi menjadi lebih bersih dan transparan, dan disertai dengan perangkat regulasi yang menjamin diterapkannya prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.

3. Mempertimbangkan perbaikan pemberian bantuan untuk partai di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota dengan menyusun ulang formula penghitungan yang mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah masing-masing.


Tak Terkait RUU Pemilu
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menekankan rencana kenaikan dana partai politik tidak berkaitan dengan pembahasan sejumlah pasal dalam RUU Pemilu yang masih menyisakan perdebatan. "Rencana kenaikan dana bantuan parpol oleh pemerintah tidak ada kaitan dengan pembahasan RUU Pemilu," kata Tjahjo.

Ia menyampaikan sejumlah media memberitakan ada keterkaitan antara kenaikan dana parpol dengan pembahasan lima pasal RUU Pemilu yang masih belum mencapai kesepakatan khususnya pada poin "presidential threshold" dimana pemerintah menghendaki skema 20-25 persen.

Tjahjo menegaskan disetujui atau tidaknya opsi pemerintah terkait ambang batas tersebut oleh mayoritas fraksi di DPR RI tidak ada kaitannya dengan peningkatan bantuan parpol itu. "Tidak ada kaitannya. Pemerintah masih berharap adanya Musyawarah dalam Pansus RUU Pemilu, sebagaimana semangat Pansus RUU Pemilu sejak awal bahwa pembahasannya untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil," jelas Tjahjo.

Usulkan kenaikan bantuan dana parpol dari sebelumnya Rp108 per suara menjadi Rp1.000 per suara sendiri merupakan saru usulan dari Kemendagri. Tjahjo menilai kenaikan tersebut sebagai suatu kewajaran, sebab hampir 10 tahun tidak ada peningkatan dana bantuan untuk parpol. Wacana kenaikan dana parpol kembali muncul di tengah perdebatan pembahasan sejumlah poin dalam RUU Pemilu.

Tags:

Berita Terkait