Kolaborasi Penasihat KPK Berlatar Hukum, Teknologi Manajemen, dan Information Security
Utama

Kolaborasi Penasihat KPK Berlatar Hukum, Teknologi Manajemen, dan Information Security

Pesan pimpinan KPK kepada para Penasihat KPK yang baru mengenai pentingnya peningkatan teknologi dalam penindakan dan pencegahan korupsi.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Tiga Penasihat KPK yang baru dilantik yakni Budi Santoso, Mohammad Tsani Annafari, dan Sarwono Sutikno. Foto: RES.
Tiga Penasihat KPK yang baru dilantik yakni Budi Santoso, Mohammad Tsani Annafari, dan Sarwono Sutikno. Foto: RES.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo melantik tiga penasihat KPK yang baru. Mereka adalah Budi Santoso, Mohammad Tsani Annafari, dan Sarwono Sutikno. Ketiganya dilantik setelah melalui proses seleksi yang panjang oleh Panitia Seleksi (Pansel) Penasihat KPK hingga melewati proses wawancara dengan pimpinan KPK.

Kepada ketiga Penasihat KPK, Agus mengucapkan selamat bergabung. Meski sebetulnya jumlah Penasihat KPK masih belum sesuai dengan amanat UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, yakni empat orang. Ia berharap keberadaan para Penasihat KPK dapat mempercepat kerja KPK dalam meminimalisasi korupsi di Indonesia.

Agus mengatakan, mencermati situasi yang terjadi sekarang ini, KPK tengah menghadapi "gelombang" yang cukup besar. Namun, ia optimistis "gelombang" itu dapat dilaluidan dituntaskan seperti periode-periode sebelumnya. Ia meminta seluruh jajaran KPK untuk tetap fokus bekerja.

"Makanya, saya berharap jajaran KPK tolong tunjukan pada rakyat, kita bekerja cepat, lebih fokus, hasilnya supaya bisa segera dirasakan oleh rakyat," katanya saat acara pelantikan Penasihat KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (6/7/2017). Baca Juga: Ini 3 Nama Calon Penasihat KPK: 11 Berlatar Belakang Hukum, 4 Berlatar IT

Agus mewanti-wanti ketiga Penasihat KPK agar mempersiapkan diri dengan perbedaan kultur dan sistem yang ada di KPK. Sembari membagi pengalamannya ketika pertama kali menginjakan kaki sebagai KetuaKPK, ia berharap para Penasihat KPK tersebut dapat segera menyesuaikan diri.

"Jadi, nanti, kebetulan ibunya (para istri Penasihat KPK) juga ada di sini. Kalau misalkan, biasanya ibu-ibu kalau suaminya perjalanan dinas, ikut, itu nanti Bapak harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak kecil karena tidak boleh satu kamar dengan bapak. Harus kamarnya nyewa sendiri. Ya, jadi, sama sekali tidak boleh mempergunakan fasilitas yang disediakan kantor untuk pribadi," ujarnya.

"Saya juga merasakan itu pada waktu saya pindah (dari) birokrat menjadi Komisioner KPK. Memang, dituntut betul-betul kita bisa membedakan antara uang yang pribadi maupun uang kantor," imbuh Agus.

Ketiga Penasihat KPK memiliki berbagai latar belakang. Budi berlatar belakang hukum. Ia meraih gelar sarjana hukumn dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan menyandang gelar magister hukum International Human Rights Law dari Northwestern University School of Law, Chicago, Amerika Serikat.

Sebelum menjadi bagian dari KPK, Budi merupakan Komisioner Ombudsman periode 2011-2016. Budi pernah beberapa kali mengikuti seleksi calon pimpinan KPK. Bahkan, terakhir kali, Budi sempat mengikuti seleksi calon pimpinan KPK periode 2015-2020 bersama-sama kelima pimpinan KPK periode yang sekarang.

Advokat sekaligus dosen ini cukup lama berkarir di NGO dan berkecimpung dalam pembelaan hukum bagi masyarakat rentan. Budi sempat menjadi Wakil Ketua Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta. Budi juga pernah duduk sebagai Wakil Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Yogyakarta pada 2003-2006.

Sementara, Tsani memiliki latar belakang teknologi manajemen dan ekonomi. Sebelum menjadi Penasihat KPK, Tsani adalah Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Kantor Wilayah Kalimantan Bagian Timur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tsani mengawali karirnya sebagai praktisi information technology (IT) pada DJBC.

Tsani mendapatkan gelar sarjana Ilmu Komputer dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan menyabet gelar doktor Technology Management and Economics dari Chalmers University of Technology, Gothenburg, Swedia. Tsani juga menjadi salah satu yang berperan mendorong perubahan sistem layanan kepabeanan dari semula konvensional menjadi elektronik.

Hal itu "terekam" dalam Buku Catatan Inspirasi Transformasi (CITRA) Kemenkeu yang merupakan kumpulan kisah inovasi dan terobosan para pegawai Kemenkeu. Inovasi dan terobosan tersebut pun diakui Kemenkeu telah menghasilkan manfaat bagi lingkungan kerja pada lingkup yang lebih besar, termasuk pada lingkup Kemenkeu.

Seorang lagi, Sarwono merupakan Lektor Kepala di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sarwono mendapat gelar Doctor of Engineering di bidang Integrated System dari Tokyo Institute of Technology, Jepang. Ia memiliki keahlian, khususnya di bidang Information Security. Berbagai sertifikasi dan penghargaan telah diraih Sarwono.

Sejumlah sertifikasi keahlian Sarwono, antara lain IRCA Information Security Management System Lead Auditor Course pada 2004, ISACA Certified Information System Auditor (CISA) 2005, Brainbench Computer Forensic 2006, (ISC) 2 Certified Information Systems Security Professional (CISSP) 2007, dan ISACA Certified Information Security Manager (CISM) 2007.

Tiga orang dengan berbagai latar belakang itu akan mulai menjalankan tugasnya sebagai Penasihat KPK. Setelah mengucapkan sumpah jabatan, ketiganya membacakan dan menandatangani pakta integritas. Tak hanya para Penasihat KPK, masing-masing istri mereka juga diharuskan menandatangani pakta integritas.
Dengan ini menyatakan sebagai berikut:
1. Bersedia mematuhi dan melaksanakan secara sungguh-sungguh ketentuan perundang-undangan dan kode etik pegawai KPK.
2. Bersedia menghindari pertentangan kepentingan (conflict of interest) dalam melaksanakan tugas.
3. Bersedia diproses sesuai ketentuan yang berlaku apabila selama kami bertugas di KPK ditemukan perbuatan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum menjadi pegawai KPK.
4. Apabila kami melanggar hal-hal yang telah kami katakan dalam pakta integritas ini, kami bersedia dikenakan sanksi moral, sanksi administrasi, dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pakta integritas ini dibuat tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan siapapun juga.

Jakarta, 6 Juli 2017

Penindakan, pencegahan, dan teknologi
Tiga Penasihat KPK yang baru dilantik, dianggap paling memenuhi kualifikasi dan sesuai kebutuhan KPK. Agus mengatakan, pimpinan KPK berpesan, terutama untuk pencegahan korupsi, agar para Penasihat KPK tidak boleh meninggalkan teknologi. Apalagi, teknologi sekarang sudah berkembang sedemikian pesat.

Menurutnya, untuk mencegah korupsi, banyak sistem di pemerintahan yang harus dikembangkan, seperti sistem pelayanan, pengelolaan keuangan, dan sumber daya manusia (SDM). Apabila sistem dibantu dengan Information Technology (IT), tentu akan lebih mudah dan efisien. Anggaran pun tak perlu dibebani belanja pegawai yang sampai 60-70 persen.

"Kalau kita mempergunakan sistem yang backbone-nya adalah IT, itu akan jauh lebih efisien. Orangnya sedikit, informasi sudah selalu up to datereal time. Kecamatan bisa dipantau dari kabupaten kan. Ya, kita ingin bisa menerapkan teknologi itu, baik di penindakan maupun pencegahan," katanya.

Dalam bidang penindakan korupsi, sambung Agus, KPK juga membutuhkan peningkatan teknologi. Terlebih lagi, teknologi untuk pelacakan yang ada sekarang, sudah sangat maju. KPK selalu memonitor perkembangan teknologi dan mengevaluasi teknologi seperti apa saja yang sesuai dengan kebutuhan KPK.

Terkait dengan kebutuhan KPK ini, Sarwono menyatakan, sebagai orang baru, tentu ia masih harus mempelajari apa saja yang menjadi kebutuhan KPK. Walau begitu, ia menekankan bahwa informasi merupakan "aset" penting. Ia menitikberatkan pada bagaimana informasi dapat dipakai untuk pencapaian tujuan negara.

"Jadi begini, bukan teknologi informasi, tapi informasinya. Itu yang harus (digunakan untuk pencapaian tujuan negara). Bukan hanya KPK ya. Di Kementerian/Lembaga di Indonesia pun informasi kan jarang diaudit, jarang dipikirkan, yang diaudit kan kebanyakan keuangan kan. Sekarang kan informasi itu aset", terangnya. Baca Juga: 34 Calon Penasihat KPK Lolos Seleksi Kualitatif

Senada, Tsani mengaku dirinya juga masih harus mempelajari apa saja yang menjadi kebutuhan dari KPK. Ia berpandangan, sebagai bagian dari KPK, tentu apa yang dilakukan Penasihat KPK tidak bisa lepas dari apa yang sudah berjalan di KPK. KPK sendiri telah memiliki Roadmap pemberantasan korupsi.

"Tapi, setidaknya karena saya dari Kemenkeu, tentu hal-hal yang terkait dengan bagaimana memperkuat sinergi antara KPK dengan Kemenkeu, baik meliputi aspek penerimaan negara, pajak, kepabeanan, dan seterusnya, maupun yang terkait dengan spending anggaran, perencanaan anggaran yang baik," ujarnya.

Bidang-bidang semacam itulah yang akan menjadi fokus Tsani. Ia mengatakan, ingin lebih banyak terlibat dalam pembenahan di bidang-bidang tersebut. Sebab, masih banyak ruang atau celah yang mesti diperbaiki. "Intinya itu. Jadi,nanti dengan begitu kita bisa sama-sama sempurnakan apa yang belum sempurna," imbuhnya.

Mengenai perbedaan kultur dan sistem yang ada di KPK, Tsani menegaskan siap dan berkomitmen menjaga sumpah jabatannya. Istrinya pun mendukung keputusan Tsani. Ia menilai, sumpah jabatan sebagai sesuatu yang serius. Perlu proses panjang sampai akhirnya ia memutuskan untuk menjadi bagian dari KPK.

Sementara, Budi yang memiliki latar belakang hukum, sejak awal fokus untuk membantu pimpinan KPK menuntaskan pengintegrasian antara penindakan dan pencegahan. Budi mengungkapkan, di luar, ada kesan penindakan dan pencegahan KPK berjalan sendiri-sendiri. Padahal, jika keduanya dibuat saling melengkapi, hasilnya akan lebih dahsyat.

"Jadi, penindakan, pada prinsipnya tetap penting. Tapi, itu harus di-support oleh bidang pencegahan juga. Menurut saya, kombinasi dua bidang itu kalau bisa bersinergi, istilah saya tadi, menjadi komplemen antara satu dengan yang lain, saya kira akan lebih banyak keterlibatan masyarakat juga di dalam proses itu," tuturnya

Budi mengusulkan, untuk pencegahan korupsi yang memiliki spektrum sangat luas, KPK harus menggandeng lembaga-lembaga lain yang memiliki perwakilan di daerah agar dapat didayagunakan dan lebih produktif membantu pencegahan korupsi di Indonesia. KPK sendiri memiliki keterbatasan, seperti SDM dan tidak memiliki perwakilan di daerah.

Ia mengungkapkan, ada beberapa lembaga, seperti Ombudsman dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang memiliki perwakilan di semua provinsi. Bahkan, sebenarnya, KPK tinggal berinisiatif menggandeng mereka untuk membantu pemerintah-pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan terhadap korupsi.

Menurut Budi, hal itu harus dilakukan agar kejadian seperti kepala daerah yang terjerat korupsi seperti beberapa waktu lalu dapat diminimalisasi atau paling tidak, bagi daerah yang pemimpinnya pernah terjerat korupsi, ke depan, agar kejadian serupa tidak terulang lagi di provinsi yang sama. Sebagai contoh, Provinsi Sumatera Utara dan Riau.

"Kan Itu berkali-kali (kepala daerahnya terjerat korupsi). Harusnya tidak perlu terjadi. Makanya, pencegahannya, harus membantu proses itu, sehingga pemerintah daerah juga merasa terbantu dan mereka mempunyai sistem yang tidak memungkinkan lagi seorang kepala daerah melakukan seperti yang di-OTT (Operasi Tangkap Tangan) itu," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait