Aksi ILUNI UI dan Massa Antikorupsi Menolak Hak Angket
Berita

Aksi ILUNI UI dan Massa Antikorupsi Menolak Hak Angket

Penggunaan hak angket merupakan bentuk intervensi pada proses penegakan hukum yang tengah berjalan di KPK.

Oleh:
Fathan Qorib/RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menolak hak angket KPK. Hal tersebut disampaikan ILUNI UI, BEM UI dan Gerakan Anti Korupsi (GAK) bersama elemen masyarakat penggiat anti korupsi lainnya saat menyampaikan aksinya di gedung DPR RI, Jumat (7/7). Aksi tersebut bertema “Tolak Intervensi, Berantas Korupsi!”.Dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, ILUNI UI menilai, hak angket tersebut merupakan bentuk intervensi pada proses penegakan hukum yang tengah berjalan di KPK.

Selain itu, penggunaan hak angket tersebut merupakan upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. ILUNI UI mendorong agar KPK untuk tetap menuntaskan proses hukum dugaan kasus korupsi e-KTP tanpa pandang bulu. ILUNI UI juga berharap agar Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap tegas dalam melawan upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan memimpin agenda penegakan hukum pemberantasan korupsi.

(Baca: KPK Pertanyakan Kunjungan Pansus Temui Napi Korupsi)

“Aksi bersama yang akan dilakukan oleh ILUNI UI dan BEM UI ini tidak akan berhenti hanya pada Jumat 7 Juli saja, melainkan akan terus berlanjut, sampai pemberantasan korupsi mencapai hasil, yakni tidak lagi ada pejabat negara dan elit politik merampok uang negara,” ujar Ketua ILUNI UI Tomy Suryatama.

Tomy menjelaskan, selain penggunaan dasar hukum dan proses penetapannya yang masih kontroversial, pengguliran hak angket di saat proses hukum pemeriksaan kasus korupsi e-KTP sedang berlangsung juga dinilai bisa mengarah kepada tindakan obstruction of justice (menghalang-halangi proses penegakan hukum). Penggunaan hak angket jugadapat ditenggarai sebagai bagian dari serangan balik oleh koruptor untuk melemahkan KPK.

Ketua Umum ILUNI UI Arief Budhy Hardono menambahkan, penggunaan hak angket tersebut dikhawatirkan dapat menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi e-KTP yang sedang ditangani KPK. “Penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas KPKoleh DPR RIdalam Rapat Paripurna DPR, 27 April 2017 yang di-inisiasi oleh permintaan Komisi III DPR RI ke KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani, dikhawatirkan bisa menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi e-KTP yang sedang ditangani oleh KPK,”katanya.

(Baca: Kunjungan Pansus Angket KPK ke Lapas Dinilai Sandiwara Politik)

Untuk diketahui, kasus e-KTP merupakan salah satu kasus korupsi dengan dugaan kerugian negara yang besar yakni mencapai Rp2,3 triliun. Bahkan, dalam kasus ini keterlibatan penyelenggara, elit politik dan pejabat lainnya telah dibeberkan ke persidangan. ILUNI UI berharap, KPK dapat menuntaskan kasus ini dengan menjerat semua aktor dan jaringan yang terlibat, hingga membongkar modus yang dilakukan dalam mega korupsi e-KTP. ILUNI UI menilai, pembongkaran kasus e-KTP merupakan tonggak sejarah penting dalam agenda pemberantasan korupsi bangsa ini.

Sebelumnya, mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menilai, penggunaan hak angket terhadap KPK dapat dikategorikan sebagai contempt of court atau menghina peradilan. Khususnya berkaitan permintaan pandangan narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin dan LP Pondok Bambu yang dilakukan Pansus Angket KPK beberapa waktu lalu.

(Baca: Mantan Ketua KPK Ini Sebut Hak Angket KPK Termasuk Contempt of Court)

“Apa sih gunanya harus sampai ke (lapas) Sukamiskin dan Pondok Bambu? Proses mereka itu sudah yang benar lewat banding dan lewat kasasi dan bahkan ada yang PK (peninjauan kembali), apakah ini upaya-upaya politik itu harus sampai itu? Secara pribadi saya berpendapat ini adalah contempt of court karena proses itu bukan hanya KPK tapi lewat pengadilan tingkat I, tingkat II dan bahkan sampai MA,” katanya.
Tags:

Berita Terkait