5 Instruksi Presiden ke Polri
Berita

5 Instruksi Presiden ke Polri

Mulai dari perbaikan manajemen internal hingga meningkatkan kerja sama.

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan lima instruksi kepada Kepolsian Republik Indonesia (Polri) pada peringatan hari Bhayangkara ke-17. Menurutnya, instruksi tersebut berisi upaya-upaya Polri dalam rangka meningkatkan kinerjanya secara menyeluruh.

"Saya akan memberikan instruksi kepada seluruh jajaran Kepolisian untuk terus meningkatkan kinerjanya melalui upaya-upaya sebagai berikut. Pertama, perbaiki menajemen internal polri untuk menekan budaya negatif seperti korupsi, penggunaan kekerasan yang berlebihan dan arogansi kewenangan," kata Presiden di lapangan silang Monas Jakarta, Senin (10/7).

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat menjadi Inspektur Upacara peringatan hari Bhayangkara ke-71. Dalam kesempatan tersebut, hadir juga Ibu Negara Iriana Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta istri Mufidah Jusuf Kalla, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, para pimpinan lembaga tinggi negara, duta besar dan pejabat Kepolsian RI.

"Kedua, mantapkan soliditas internal dan profesionalisme Polri guna mendukung terwujudnya Indonesia yang berdaulat, yang mandiri dan yang berkepribadian," tambah Jokowi, sebagaimana dikutip dari Antara.

(Baca: Komnas HAM Ikut Desak Polri Tindak Tegas Pelaku Persekusi)

Instruksi ketiga adalah mengoptimalkan modernisasi Polri dengan penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik. Instruksi keempat, meningkatkan kesiapsiagaan operasional melalui upaya deteksi dini dan deteksi aksi dengan strategi profesional proaktif. Hal ini dipercaya bahwa Polri tetap dapat lincah bertindak dalam menghadapi perkembangan situasi yang meningkat secara cepat.

Sedangkan instruksi kelima, meningkatkan kerja sama, koordinasi dan komunikasi dengan semua elemen baik pemerintah maupun masyarakat serta kolega internasional sebagai implementasi kedekatan dan sinergi polisional guna mewujudkan situasi kamtibmas yang kondusif.

"Saya selaku Kepala Negara tetap komitmen untuk mendukung terbentuknya Polri yang kuat Polri yang handal, Polri yang profesional supaya tugas Polri dalam menjaga stabilitas kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), menegakkan hukum, sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dapat dilaksanakan secara optimal," katanya.

Terakhir, Jokowi berharap agar Polri benar-benar dapat melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. "Dirgahayu Kepolisian RI yang ke-71 terus tegaklah menjadi Rastra Sewakottama, Abdi Utama Nusa dan Bangsa," kata Presiden.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Polri diselenggarakan di Monas agar masyarakat bisa menyaksikan secara langsung peringatan HUT Polri tersebut. HUT Polri sebenarnya jatuh pada 1 Juli, baru diperingati pada 10 Juli karena Polri masih melaksanakan Operasi Ramadniya hingga 4 Juli 2017.

Hasil Riset
Hasil riset Indonesia Indicator (I2) menyebutkan kinerja Polri dalam satu tahun terakhir mendapat persepsi positif dari publik dalam sudut pandang media, bahkan cenderung meningkat. Menurut Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, tren sentimen negatif yang kerap mendominasi pemberitaan Polri sejak Januari 2012 hingga 2016 berubah menjadi positif sejak November 2016 hingga saat ini.

"Polri terus melakukan pembenahan dan mendapat apresiasi dari masyarakat," katanya. (Baca: Menimbang Kemungkinan Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Novel)

Ia memaparkan, temuan tersebut menunjukkan bahwa persepsi itu juga bisa dikelola agar mampu memberikan keyakinan pada masyarakat luas. "Tentu saja, untuk mengelola persepsi harus dimulai dari pembenahan internal Polri itu sendiri. Dari pembenahan itu, publik akan melihat dan menafsirkan seperti apa persepsi mereka terhadap Polri," ujarnya.

Sebagaimana ditunjukkan dalam data, sepanjang 7 Juli 2016-6 Juli 2017, Polri diberitakan sebanyak 418.124 oleh 1.489 media siber di Indonesia, atau rata-rata sebesar 34.343 pemberitaan setiap bulannya. "Perhatian publik terhadap Polri terus mengalami kenaikan secara signifikan. Menjaga isu dan reputasi Polri dengan pemberitaan sebesar itu setiap bulannya memerlukan upaya yang tidak ringan," kata Rustika.

Menurutnya, pemberitaan dan juga isu yang dilemparkan media kepada publik terkait Polri tidak pernah linier, namun sangat dinamis dan berkembang sesuai dengan 'persepsi' massa. Hal itu, lanjut dia, terlihat dari perkembangan isu dari bulan ke bulan yang selalu berubah. Menurut dia, terdapat 9 isu terbesar Polri yang cukup mendominasi persepsi publik.

"Kesembilan isu besar tersebut hampir menguasai 67 persen dari keseluruhan isu," tutur Rustika.

Kesembilan isu tersebut adalah kasus penistaan agama 29 persen, terorisme 19 persen, demonstrasi 13 persen, pilkada 11 persen, narkoba 10 persen, korupsi 10 persen, makar 4 persen, kasus Novel Baswedan 2 persen, dan Freddy Budiman 2 persen. Menurut Rustika, di antara isu besar tersebut, beberapa diramaikan media karena lebih pada sisi persepsional dan faktual.

"Persepsional biasanya cukup menyita perhatian publik karena isunya dianggap sensitif atau diframing sensitif. Beberapa isu terlihat menjadi perhatian nasional dan beberapa hanya terlihat di wilayah tertentu," ujar Rustika.

Secara keseluruhan, kata dia, sentimen positif netral yang ditujukan pada Polri mencapai 68 persen, sementara sentimen negatifnya sebesar 32 persen. Menurut Rustika, perubahan sentimen yang memengaruhi persepsi publik ini cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2015 yang sempat mencapai 53 persen untuk sentimen positif dan netral, atau tahun 2016 sebesar 61 persen.

"Salah satu kunci keberhasilan meningkatkan upaya pembentukan persepsi adalah 'kehadiran' Polri di tengah masyarakat dengan upaya manajemen persepsi yang lebih baik," kata dia.

Ia mencontohkan, dalam kasus-kasus besar seperti penistaan agama, Freddy Budiman, Novel Baswedan, terlihat upaya Polri untuk terus memantau dan mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan oleh Polri secara transparan. Dengan upaya itu, diharapkan situasi publik akan lebih tenang karena selalu mendapat data terdepan (update) serta informasi dari sumber yang terpercaya, apalagi di tengah situasi peredaran berita hoaks marak saat itu.

(Baca: Kapolri: Ada Saksi Melihat Saat Novel Disiram Air Keras)

Meski begitu, hasil riset I2 membericatatan terhadap Polri. Menurut Rustika, keberhasilan Polri dalam mengelola persepsi publik terhadap institusi dengan berbagai kinerjanya juga harus diselaraskan dengan persepsi publik kepada polisi (sebagai individu). "Dalam riset I2, sentimen negatif kepada Polisi berjumlah 38 persen. Meski demikian, seperti halnya dengan Polri sebagai institusi, polisi juga sudah terus berusaha untuk memperbaiki diri, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," tegasnya.

Media sosial Kinerja Polri dan polisi juga mendapat perhatian netizen. Menurut Rustika, dalam setahun terakhir, Polri direspons sebanyak 1,874.060 percakapan di lini masa Twitter. Mereka yang merespons terdiri atas 84 persen akun manusia yakni sebesar 147.351 akun, serta 15,4 persen akun mesin 26.790 akun.

Adapun isu-isu terbesar yang dipercakapkan netizen mengenai Polri di media massa serupa dengan isu terbesar di media siber, seperti kasus penistaan agama, terorisme, serta Basuki Tjahaja. "Dengan sentimen positif dan netral sebesar 63 persen, persepsi netizen terhadap Polri didominasi oleh Anticipation dan Trust," papar Rustika.

Dua emosi terbesar itu, kata Rustika, menunjukkan bahwa harapan besar kepada Polri untuk lebih memerbaiki diri. "Di sisi lain, masih adanya amarah netizen biasanya dipicu oleh ketidaktegasan Polri dalam menangani kasus tertentu," ujarnya.
Tags:

Berita Terkait