LPSK Minta Dukungan Anggaran ke Presiden Joko Widodo
Berita

LPSK Minta Dukungan Anggaran ke Presiden Joko Widodo

Anggaran sekitar Rp 70 miliar membuat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus ‘pilih-pilih’ dalam memberikan layanan kepada saksi dan korban.

Oleh:
Nanda Narendra Putra/ANT
Bacaan 2 Menit
Kantor LPSK. Foto: Sgp
Kantor LPSK. Foto: Sgp
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta dukungan anggaran ke Presiden Joko Widodo lantaran dukungan anggaran yang dialokasikan selama ini terbilang kecil dibandingkan dengan institusi penegak hukum lainnya.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan bahwa minimnya anggaran berdampak pada pelaksanaan tugas dan fungsi LPSK dalam melindungi saksi dan korban kejahatan sesuai perintah undang-undang. Padahal dari segi jumlah, kejahatan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan sehingga LPSK ‘pilih-pilih’ dalam memberikan pelayanan.

"Dukungan anggaran yang minim, sekitar Rp70 miliar membuat peran LPSK belum bisa maksimal karena itu LPSK sangat selektif dalam memberikan layanan,” kata Semendawai saat berkunjung ke kantor Sekretariat Kabinet, Selasa (11/7).

Semendawai melanjutkan, LPSK sangat berharap dukungan maksimal pemerintah mulai dari anggaran hingga hal-hal teknis lainnya. Apalagi perlindungan terhadap saksi dan korban kejahatan merupakan salah satu hal yang tersebut dalam nawacita Presiden Jokowi. Selain itu, beberapa hal lain juga disampaikan kepada Sekretaris Kabinet Pramono Anung antara lain memperkenalkan tugas dan fungsi LPSK, serta permintaan dukungan dari pemerintah terkait program-program kerja LPSK yang lainnya.

(Baca Juga: Ini Besaran Tunjangan Kinerja Pegawai LPSK yang Diatur Perpres)

Pada kesempatan itu pula, Semendawai yang didampingi sejumlah wakil ketua LPSK, yaitu Askari Razak, Edwin Partogi Pasaribu dan Hasto Atmojo Suroyo menyampaikan pihaknya berencana mengundang Presiden untuk bisa meresmikan Gedung LPSK di Jakarta Timur yang pembangunannya selesai tahun ini. Dengan diresmikan presiden, Semendawai berharap memberikan dampak psikologis di mana LPSK punya posisi sejajar dengan lembaga lain.

"LPSK bertanggung jawab kepada presiden, sementara di DPR, LPSK bermitra dengan Komisi III. Namun, sejak pergantian pemerintahan di bawah Pak Jokowi, LPSK belum pernah bertemu dengan beliau. Padahal LPSK turut membantu mensukseskan program-program yang digagas Presiden Jokowi khususnya dalam penegak hukum," kata Semendawai.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengusulkan agar LPSK menyampaikan permintaan soal anggaran itu langsung ke Presiden Joko Widodo. Sebab, domain anggaran berada di Menteri Keuangan dan yang dapat mengubah struktur anggaran adalah Presiden. Terlepas dari hal itu, Anung secara pribadi mengatakan bahwa dirinya sangat mengenal LPSK, bahkan dirinya juga ikut mengesahkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban saat masih menjabat di DPR.

(Baca Juga: Ingat Lho! Saksi Perkara Pidana Juga Berhak Dapat Perlindungan)

"Sejak menjabat, saya belum pernah menerima surat permintaan bertemu presiden dari LPSK. Saya kaget juga LPSK belum pernah bertemu presiden (Jokowi)," kata Pramono.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 13 Februari 2017 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. menurut Perpres ini, Pegawai baik itu PNS maupun pegawai lain yang mempunyai jabatan di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK, selain diberikan penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, diberikan tunjangan kinerja setiap bulan.

(Baca Juga: Ini Besaran Tunjangan Jabatan Auditor Kepegawaian Bagi PNS)

Tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, tidak diberikan kepada pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK yang tidak mempunyai jabatan tertentu, pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK yang diberhentikan untuk sementara atau dinonaktilkan, pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK yang diberhentikan dari jabatan organiknya dengan diberikan uang tunggu dan belum diberhentikan sebagai Pegawai, pegawai di lingkungan Sekretariat Jendera LPSK yang diperbantukan/dipekerjakan pada badan/ instansi lain di luar lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK dan pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK yang diberikan cuti di luar tanggungan negara atau dalam bebas tugas untuk menjalani masa persiapan pensiun.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai Pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang tidak diberikan tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,” bunyi Pasal 3 ayat (2) Perpres ini.

Tunjangan kinerja dikategorikan per kelas jabatan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal LPSK sesuai dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Rinciannya dicantumkan dalam Lampiran yang merupakan bagian yang sama dalam Perpres tersebut dan mulai dibayarkan terhitung pada Agustus 2016 kemarin serta dibebaskan dari pajak penghasilan karena dibebankan APBN. Tunjangan kinerja itu, diberikan dengan memperhitungkan capaian kinerja pegawai setiap bulan.

Perpres ini juga menegaskan, bagi Pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal  LPSK yang diangkat sebagai pejabat fungsional dan mendapatkan tunjangan profesi, maka tunjangan kinerja dibayarkan sebesar selisih antara tunjangan kinerja pada kelas jabatan dengan tunjangan profesi pada jenjangnya. “Apabila tunjangan profesi yang diterima sebagaimana dimaksud  lebih besar daripada tunjangan kinerja pada kelas jabatan, maka yang dibayarkan adalah tunjangan profesi pada jenjangnya,” bunyi Pasal 8 ayat (2) Perpres ini.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kinerja di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK sebagaimana dimaksud, diatur dengan Peraturan Sekretaris Jenderal LPSK setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 Februari 2017.

Tags:

Berita Terkait