LBH se-Indonesia Sebut Perppu Ormas Mengandung 6 Kesalahan
Berita

LBH se-Indonesia Sebut Perppu Ormas Mengandung 6 Kesalahan

YLBHI dan 15 LBH Kantor se-Indonesia menyatakan protes yang sangat keras atas diundangkannya Perppu Ormas ini.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Kantor YLBHI. Foto: SGP.
Kantor YLBHI. Foto: SGP.
Pada 10 Juli 2017, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Ormas. YLBHI dan 15 LBH se-Indonesia telah mengikuti secara seksama dinamika respon publik penerbitan Perppu ini. 

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai seolah-olah melalui Perppu ini, Pemerintah hendak melindungi warga negara dari tindakan-tindakan diskriminasi atas dasar suku, agama dan ras dengan menjamin rasa aman. Sebab, fenomena akhir-akhir ini ada ormas-ormas yang melakukan tindakan kekerasan dan dipandang mengganggu ketertiban umum, hingga mengancam NKRI.

“Negara seolah-olah hendak memberikan perlindungan terhadap hak warga negara dengan cara menindak ormas-ormas yang mengambil alih tugas dan wewenang penegak hukum, seperti melakukan sweeping, pembubaran acara, atau tindakan-tindakan main hakim sendiri (eigenrechting), bahkan persekusi,” kata Isnur di kawasan Menteng Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Namun, Isnur menerangkan jika mengamati pasal-pasal yang terdapat dalam Perppu Ormas ini ditemukan setidaknya 6 kesalahan. Pertama, secara prosedural penerbitan PERPPU tersebut tidak memenuhi 3 syarat sebagaimana disyaratkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 38/PUU-VII/2009 yaitu adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.

Syarat lain yakni adanya kekosongan hukum karena UU yang dibutuhkan belum ada atau tidak memadai, dan kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan prosedur normal pembuatan UU. Terakhir, syarat tersebut tidak terpenuhi karena tidak ada situasi kekosongan hukum terkait prosedur penjatuhan sanksi terhadap ormas. “Nah, Perppu Ormas tidak memenuhi syarat itu,” kata Isnur.   

Kedua, Perppu Ormas melanggar kebebasan berserikat. Sebab, kebebasan berserikat merupakan hak yang ada dalam konstitusi dan berbagai UU yang harus dijamin dan dilindungi oleh Pemerintah. Perppu tersebut mengandung muatan pembatasan kebebasan untuk berserikat.

“Pembatasan kebebasan berserikat hanya bisa dibatasi apabila diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan kesehatan dan moral umum, atau perlindungan atas hak dan kebebasan dari orang lain,” lanjutnya. Baca Juga: Perppu Ormas Dinilai Tidak Penuhi Syarat Kegentingan yang Memaksa

Ketiga, Perppu Ormas ini mengandung arogansi negara karena mengabaikan dan meniadakan proses hukum ketika akan membekukan kegiatan ormas. Keempat, Perppu Ormas ini menambah ketentuan pidana yaitu “penistaan agama”. Istilah yang sebelumnya tidak dikenal baik dalam Pasal 156a KUHP maupun UU No. 1/PNPS/1965 yang menjadi asal usul penodaan agama dalam pasal 156a KUHP.

Kelima, Perppu ini melanggengkan pasal karet warisan zaman revolusi yaitu penyalahgunaan, penodaan terhadap agama yang telah memakan banyak sekali korban dengan tindakan berbeda-beda karena memang ketentuan ini tak jelas definisinya.  Padahal, pasal penyalahgunaan dan penodaan agama selama ini sering digunakan orang/kelompok intoleran atau radikal untuk menyeragamkan praktik keagamaan atau keyakinan.

Keenam, Perppu ini menambah berat pemidanaan penyalahgunaan dan penodaan agama dari maksimal 5 tahun menjadi seumur hidup atau paling sedikit 5 tahun dan paling lama 20 tahun. “Upaya negara menjaga kedaulatan bangsa dan falsafah negara ini, harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan prinsip negara hukum sebagaimana mandat konstitusi,” harapnya.

Dia mengingatkan cara-cara represif telah menunjukkan tidak pernah berhasil mengubah keyakinan seseorang. Justru malah sebaliknya dapat membuat seseorang semakin keras meyakini sesuatu. “Kami juga meyakini pelanggaran suatu hak akan menimbulkan pelanggaran hak lain karena hak asasi manusia memiliki keterkaitan antara hak yang satu dengan hak yang lain,” ujarnya.

“Atas dasar itu, YLBHI dan 15 LBH Kantor se-Indonesia menyatakan protes yang sangat keras atas diundangkannya Perppu Ormas ini,” katanya.  

Adapun nama LBH se-Indonesia ini yakni Mustiqal Putra (Direktur LBH Banda Aceh), Surya Adinata (Direktur LBH Medan), Era Purnamasari (Direktur LBH Padang), Aditya B Santoso (Direktur LBH Pekanbaru), April Firdaus (Direktur LBH Palembang), Alian (Direktur LBH Bandar Lampung), Alghifari Aqsa (Direktur LBH Jakarta), Willy Hanafi (Direktur LBH Bandung), Hamzal Wahyudin (Direktur LBH Yogyakarta), Zainal Arifin (Direktur LBH Semarang), M Faiq Assiddiqi (Direktur LBH Surabaya), Dewa Adnyana (Direktur LBH Bali), Haswandi Andi Mas (Direktur LBH Makassar), Hendra Baramuli (Direktur LBH Manado)
Simon Pattiradjawane (Direktur LBH Papua).
Tags:

Berita Terkait