Politikus Golkar dan Nasarudin Umar Kembali Disebut dalam Dakwaan Korupsi Al Quran
Berita

Politikus Golkar dan Nasarudin Umar Kembali Disebut dalam Dakwaan Korupsi Al Quran

Terdakwa Fadh El Fouz mengaku bersalah dan siap dihukum.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan penggandaan Al Quran di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7). Foto: RES
Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan penggandaan Al Quran di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7). Foto: RES
Nama politikus Partai Golkar Priyo Budi Santoso dan mantan Wakil Menteri Agama yang sekarang menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar kembali disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi proyek penggandaan Al Quran. Kali ini, nama keduanya muncul dalam surat dakwaan Ketua Ketua Umum DPP-KNPI Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq.

Beberapa tahun lalu nama keduanya juga muncul dalam dakwaan, bahkan putusan perkara korupsi proyek penggandaan Al Quran dengan terdakwa Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra. Dahulu, Priyo menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, sedangkan Nasaruddin adalah Direktur Jenderal Bina Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam, Kementerian Agama (Kemenag).

Dalam surat dakwaan Fahd, nama Priyo disebut dalam catatan orang-orang yang akan menerima fee proyek di Kemenag. Pertama, pekerjaan pengadaan laboratorium komputer MTs tahun anggaran (TA) 2011 dengan nilai proyek sekitar Rp31,2 miliar. Kedua, pekerjaan pengadaan penggandaan Kitab Suci Al Quran TA 2011 dengan nilai proyek sekitar Rp22 miliar.

Sementara, Nasaruddin disebut pernah berkomunikasi dengan Zulkarnaen mengenai "pergeseran" posisi perusahaan pemenang lelang penggandaan Al Quran TA 2011. Dalam percakapan itu, Nasaruddin disebut meminta Zulkarnaen memberikan saran kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan meminta Fahd menemui langsung Ketua ULP Mashuri. Baca Juga: Membongkar Kembali Putusan Korupsi Al Quran, Siapa Lagi Terseret?

Fahd didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam tiga pekerjaan pengadaan di Kemenag pada tahun anggaran 2011 dan 2012. Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama Zulkarnaen dan Dendy, anak dari Zulkarnaen. Ketika itu, Zulkarnaen yang juga merupakan Politikus Partai Golkar ini "duduk" sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR.

Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lie Putra Setiawan mengatakan, peristiwa bermula sekitar bulan September 2011. Zulkarnaen, Fahd, dan Dendy melakukan pertemuan di ruang kerja Zulkarnaen di Gedung DPR. Zulkarnaen menginformasikan tentang adanya sejumlah pekerjaan pengadaan di Kemenag.

Pertama, pekerjaan pengadaan Labotarium Komputer MTs TA 2011 pada Ditjen Pendidikan Islam (Pendis), Kemenag. Kedua, pekerjaan pengadaan penggandaan Kitab Suci Al Quran TA 2011, dan ketiga pekerjaan pengadaan penggandaan Kitab Suci Al Quran TA 2011 pada Ditjen Bimas Islam, Kemenag.

Lie melanjutkan, setelah memberikan informasi mengenai adanya sejumlah proyek di Kemenag,  Zulkarnaen meminta Fahd dan Dendy mengecek informasi ke Ditjen Pendidikan Islam dan Ditjen Bimas Islam. Zulkarnaen juga meminta Fahd untuk menjadi broker atau perantara terkait ketiga pekerjaan tersebut.

"Menindaklanjuti arahan Zulkarnaen Djabar, terdakwa mengajak Vasko Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Moelyoputro untuk ikut menjadi perantara dengan imbalan ikut memperoleh fee (uang) yang didasarkan pada nilai pekerjaan pengadaan barang/jasa," katanya saat membacakan surat dakwaan Fahd di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7).

Hasil perhitungan fee telah dicatat Fahd pada secarik kertas yang pokoknya sebagai berikut:
Fee dari pekerjaan Pengadaan Labotarium Komputer MTs TA 2011 dengan nilai proyek sekitar Rp31,2 miliar Fee dari pekerjaan Pengadaan Penggandaan Kitab Suci Al Quran TA 2011 dengan nilai proyek sekitar Rp22 miliar Fee dari pekerjaan Pengadaan Penggandaan Kitab Suci Al Quran TA 2012 dengan nilai proyek sekitar Rp50 miliar
Peruntukan Persentase Peruntukan Persentase Peruntukan Persentase
Senayan (Zulkarnaen Djabar) 6% Senayan (Zulkarnaen Djabar) 6,5% Senayan (Zulkarnaen Djabar) 8%
Vasko/Syamsu 2% Vasko/Syamsu 3% Vasko/Syamsu 1,5%
Kantor 0,5% PBS (Priyo Budi Santoso) 3,5% Fahd 3,25%
PBS (Priyo Budi Santoso) 1% Fahd 5% Dendy 2,25%
Fahd 3,25% Dendy 4% Kantor 1%
Dendy 2,25 Kantor 1%

Selanjutnya, sambung Lie, dalam proses pengadaan, khususnya penetapan pemenang lelang pengadaan Labotarium Komputer MTs TA 2011, serta penggandaan Al Quran TA 2011 dan 2012, Zulkarnaen bersama-sama Fahd dan Dendy mempengaruhi para pejabat Kemenag agar memenangkan pihak tertentu yang mereka kehendaki.

Sebut saja, dalam pengadaan Labotarium Komputer MTs TA 2011. Sekitar Juli 2011, Badan Anggaran (Banggar) DPR, dimana Zulkarnaen menjadi salah satu anggotanya, menyetujui usulan penambahan dana untuk Kemenag, termasuk di dalamnya anggaran untuk pengadaan Laboratorium Komputers MTs sejumlah Rp31 miliar.

Selaku broker Zulkarnaen, Fahd menawarkan pekerjaan itu kepada Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia Abdul Kadir Alaydrus dengan syarat memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai kontrak pekerjaan. Namun, perusahaan Alaydrus tidak memiliki kemampuan dalam bidang peralatan komputer, sehingga Alaydrus menawarkan ke pihak lain.

Alaydrus menawarkan pekerjaan itu kepada pemilik PT Cahaya Gunung Mas Ahmad Maulana dengan persyaratan yang sama sebagaimana permintaan Fahd dan Ahmad menyanggupinya. Ketika mengikuti lelang, Ahmad menggunakan nama perusahaan PT Batu Karya Mas karena PT Cahaya Gunung Mas juga tidak mempunyai kemampuan untuk mengerjakannya.

Selama proses pengadaan, Fahd dan Dendy "hilir mudik" menemui sejumlah pejabat Kemenag yang terkait dengan pengadaan. Rencana kedatangan mereka sebelumnya sudah diinformasikan Zulkarnaen ke para pejabat Kemenag tersebut. Bahkan, Zulkarnaen menyebut Fahd dan Dendy sebagai dua "santrinya".

Istilah lain yang juga dipakai Zulkarnaen adalah "murtad". Istilah ini dipergunakan Zulkarnaen ketika ada pihak Kemenag yang tidak "satu suara" atau menentangnya. Zulkarnaen beberapa kali melakukan komunikasi dengan para pejabat Kemenag, bahkan meminta pejabat itu membantu Fahd, karena proyek yang ada di Ditjen Pendis adalah "milik" DPR RI.

"Atas pengaruh Zulkarnaen Djabar, terdakwa dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, pada tanggal 24 November 2011, pihak ULP menetapkan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang lelang paket pekerjaan Pengadaan Laboratorium Komputer MTs TA 2011," ujar Lie.

Perbuatan serupa juga dilakukan dalam proses pengadaan penggandaan Kitab Suci Al Quran TA 2011 dan 2012 pada Ditjen Bimas Islam. Namun, pihak swasta yang "digandeng" adalah Alaydrus yang merupakan Direksi dari PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan PT Sinergi Pustaka Indonesia. Tentu, masih dengan kesepakatan fee sebesar 15 persen dari nilai kontrak.

Lie mengungkapkan, terkait pengadaan penggandaan Al Quran TA 2011, pada 14 Agustus 2011, Fahd, Dendy, Vasko, dan Syamsurachman pernah menemui Sekretaris Ditjen Bimas Islam Abdul Karim dan mengaku sebagai "utusan" Senayan (Zulkarnaen). Kemudian, Fahd menghubungkan Zulkarnaen dengan Abdul Karim melalui telepon genggamnya.  Baca Juga: KPK Tahan Tersangka Korupsi Pengadaan Al-Qur’an

Dalam pembicaraan, Zulkarnaen menyampaikan kepada Abdul Karim, adanya proyek penggandaan Al Quran merupakan "kebaikan" dari DPR. Memahami arahan Zulkarnaen, Abdul Karim memanggil Ketua ULP Ditjen Bimas Islam Mashuri. Abdul Karim juga menyarankan agar Mashuri berkomunikasi dengan Fahd mengenai proses lelang proyek penggandaan Al Quran.

Ketika proses lelang, perusahaan yang dibawa Fahd, PT Adhi Aksara Abadi Indonesia digeser menjadi peringkat kedua. Posisi pertama dipegang PT Macanan Jaya Cemerlang yang menurut Dendy merupakan percetakan milik nonmuslim. Mendapati "hambatan" ini, pada 28 September 2011, Dendy meminta Zulkarnaen memberitahu Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar.

Lebih lanjut, Lie menyatakan, Zulkarnaen pun menelepon Nasaruddin untuk meneruskan apa yang disampaikan Dendy. "Yang ditanggapi oleh Nasaruddin Umar agar Zulkarnaen Djabar memberikan saran guna diteruskan kepada ULP dan meminta agar terdakwa menemui langsung Mashuri," paparnya.

Pada 29 Septermber 2011, Zulkarnaen melalui telepon genggam Fahd, menyampaikan kepada Abdul Karim bahwa Nasaruddin menyetujui permintaannya. Zulkarnaen meminta agar PT Adhi Aksara Abadi Indonesia yang sudah berpengalaman dimenangkan dalam lelang pekerjaan pengadaan penggandaan Al Quran.

Setelah itu, terjadi pertemuan di ruang kerja Abdul Karim yang dihadiri Fahd, Dendy, Abdul Karim, Mashuri, Sarisman, Ali Djufrie (perwakilan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia) dan Murdaningsih (perwakilan PT Macanan Jaya Cemerlang). Fahd menyampaikan agar PT Adhi Aksara Abadi Indonesia ditetapkan sebagai pemenang karena anggaran paket pekerjaan "milik" Zulkarnaen.

Akhirnya, PT Adhi Aksara Abadi Indonesia ditetapkan sebagai pemenang lelang pekerjaan penggandaan Al Quran TA 2011. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pekerjaan, PT Adhi Aksara Abadi Indonesia mensubkontrakkan pengadaan 200.000 dan 653.000 eksemplar penggandaan Al Quran kepada PT Macanan Jaya Cemerlang.

Kemudian, dalam proyek penggandaan Al Quran TA 2012, Zulkarnaen, Fahd, dan Dendy kembali mempengaruhi para pejabat Kemenag untuk memenangkan perusahaan yang mereka bawa. Hingga, pada pertengahan Desember 2011, PT Sinergi Pustaka Indonesia ditetapkan dan diumumkan sebagai pemenang lelang.

Lie menyebutkan, atas pengaruh Zulkarnaen, Fahd, dan Dendy terhadap ketiga pekerjaan pengadaan di Kemenang tersebut, mereka menerima uang sejumlah Rp14,39 miliar dari Alaydrus. Fee dari proyek penggandaan Al Quran disimpan di rekening PT Karya Sinergy Alam Indonesia, lalu sebagian dipindahkan ke rekening PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara.

"Dari penerimaan fee, terdakwa memperoleh bagian yang seluruhnya berjumlah Rp3,411 miliar," imbuhnya.

Menurut Lie, Fahd mengetahui penerimaan uang dari Alaydrus dikarenakan Zulkarnaen selaku anggota Banggar DPR telah berhasil menjadikan PT Batu Karya Mas, PT Adhir Aksara Abadi Indonesia, dan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tiga pengadaan di Kemenag. Padahal, perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban Zulkarnaen sebagai anggota DPR dan penyelenggara negara.

Atas perbuatannya, Fahd didakwa penuntut umum dengan Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Fahd dan tim pengacaranya tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Fahd mengatakan sudah mengerti uraian dakwaan yang dibacakan penuntut umum. Tak hanya itu, Fahd, kepada majelis hakim, juga mengaku bersalah dan siap menerima hukuman.
Tags:

Berita Terkait