KPPU Siap Bahas Aturan Turunan dari Revisi UU Persaingan Usaha
Berita

KPPU Siap Bahas Aturan Turunan dari Revisi UU Persaingan Usaha

Mayoritas substansi PP akan diadopsi dari Peraturan Komisi.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: RES
Gedung KPPU. Foto: RES
Meski revisi UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha) belum dibahas  bersama pemerintah dan DPR. Namun, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tampaknya sudah mulai memikirkan langkah ke depan jika nantinya revisi UU Persaingan Usaha tersebut diresmikan.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menyampaikan, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU. Menurutnya, PP merupakan elemen penting dari sebuah UU karena UU tak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya PP. Pembahasan PP ini, lanjutnya, akan dikonsultasikan bersama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun ia belum bisa menjelaskan detail mengenai PP tersebut.

“Itu kan untuk PP, nanti kita siapkan dulu PP-nya karena UU enggak bisa jalan kalau enggak ada PP, ini kita konsultasikan dengan Kemendag bagaimana PP-nya ini bisa jalan, berapa PP yang akan diterbitkan dan detailnya belum tahu persis, nanti dibahas dengan Kemendag,” kata Syarkawi di Kantor KPPU di Jakarta, Jumat (14/7).

(Baca: KPPU Ingin Punya Peluang Tangani Perkara Kartel Internasional)

Pembahasan PP diyakini oleh Syarkawi tidak berjalan lama. Pasalnya, perangkat pembahasan PP sudah tersedia yakni Peraturan Komisi yang saat ini digunakan oleh KPPU. Peraturan Komisi ini nantinya diganti menjadi PP, namun tetap harus berpatokan pada UU Persaingan Usaha yang baru. Sehingga pembahasan tingkat kementerian perlu dilakukan terlebih dahulu.

“Harusnya tidak lama (pembahasan) karena perangkat sudah ada yakni yang dulunya Peraturan Komisi diganti menjadi PP. Sebenarnya dari sisi substansi tidak masalah, tetapi kalau PP kan tingkat kementerian dan ini perlu pembahasan lebih lanjut,” imbuhnya.

Selain itu, Syarkawi juga menegaskan akan ada beberapa peraturan baru yang terbit jika revisi UU Persaingan Usaha disahkan. Misalnya saja, mengenai cross border atau kerja sama persaingan usaha lintas negara yang klausulnya masuk ke dalam revisi UU Persaingan Usaha.

Selain PP, KPPU juga akan menerbitkan guideline atau petunjuk teknis. “Nanti ada dua, guideline dan PP. Jadi tidak ada lagi istilah Peraturan Komisi, Perkom sudah tidak dipakai. Semuanya akan selesai di PP dan petunjuk teknis di KPPU,” jelas Syarkawi.

Terkait cross border atau kerja sama lintas negara, jika revisi UU Persaingan Usaha disahkan, KPPU akan melakukan koordinasi dengan negara tetangga khususnya negara yang memiliki hubungan bisnis yang kuat dengan Indonesia. (Baca: Kewenangan Geledah dan Sita Tak Masuk Revisi UU Persaingan Usaha)

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengatakan nafas komisi tempatnya bernaung terhadap RUU tersebut adalah penguatan KPPU secara kelembagaan. Berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia bermunculannya kasus kartel yang menghiasi media massa, mendorong Komisi VI DPR untuk memperkuat keberadaan KPPU ini. 

Menurutnya, penguatan KPPU memiliki fungsi dalam mengatur persaingan yang sehat. Dengan cara memberikan kesempatan yang sama bagi usaha besar, menengah, dan kecil. Yakni melalui pencegahan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Tujuannya dalam rangka menyejahterakan masyarakat.

Setidaknya, dalam revisi terdapat beberapa perbaikan terhadap kewenangan KPPU. Pertama, penguatan kelembagaan secara menyeluruh. Komisi VI menginginkan KPPU menjadi sebuah lembaga negara. Konsekuensinya, memang penambahan terhadap anggaran KPPU. “Tak bisa dipungkiri, banyak pegawai KPPU yang hengkang akibat gaji yang diterima tidak berimbang dengan beban kerja.”

(Baca juga: UU Persaingan Usaha Diubah, Pahami Lima Fokus Revisi)

Kedua, keinginan penambahan kewenangan terhadap KPPU. Menurut Darmadi, adanya kesepakatan di internal Komisi VI menambah kewenangan KPPU yakni kewenangan penggeledahan dan penyitaan. Alasannya, penambahan kewenangan tersebut lantaran KPPU kerap kesulitan mendapatkan data yang dapat digunakan untuk dijadikan barang bukti di persidangan.

Ketiga, terkait proses pemberian keringanan hukuman atau pengampunan terhadap pelaku usaha yang memberikan informasi kepada KPPU menyangkut pelanggaran persaingan usaha tidak sehat. Menurutnya, mekanisme tersebut dapat dimasukan dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999.

Keempat, persoalan sanksi denda. Ia menilai, denda bagi KPPU dan Komisi VI DPR dinyatakan setinggi-tingginya Rp25 miliar. Namun, faktanya tak menimbulkan efek jera. Angka Rp25 miliar bagi perusahaan besar terbilang kecil. Menurut dia, perusahaan yang beromset triliunan ketika didenda maksimal tak akan berpengaruh terhadap perusahaan.
Tags:

Berita Terkait