Menanti Sidang Perdana Pengujian Konstitusional Hak Angket KPK
Utama

Menanti Sidang Perdana Pengujian Konstitusional Hak Angket KPK

Meminta agar MK memberikan kepastian hukum. Berharap ada putusan yang menghentikan sementara kerja Pansus Hak Angket.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Konser Slank menolak hak angket KPK. Foto: RES
Konser Slank menolak hak angket KPK. Foto: RES
Laksana anjing menggonggong kafilah berlalu. Begitulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan langkah yang ditempuh Panitia Khusus Hak Angket KPK. Panitia terus bekerja meskipun dikritik di sana sini, seolah melawan nalar publik yang mendukung KPK. ‘Perlawanan’ publik itu tak hanya lewat aksi demonstrasi dan pernyataan sikap, tetapi juga menempuh langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi.

Setidaknya, hingga akhir pekan ini, sudah ada permohonan pengujian UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang masuk ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Permohonan pertama diajukan oleh empat orang mahasiswa, yang secara khusus memohonkan MK menguji materi Pasal 79 ayat (3) UU MD3. Permohonan kedua datang dari sejumlah pegawai KPK, yang menguji pasal yang sama. Pasal ini mengatur hak angket DPR.

(Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Serahkan Petisi Penolakan Hak Angket KPK).

Pansus Hak Angket bekerja dalam waktu 60 hari. Karena itu, pengujian yang diajukan mahasiswa dan Wadah Pegawai KPK tersebut sangat menentukan. Namun, Mahkamah Konstitusi belum bisa menjelaskan banyak hal termasuk jadwal sidang mengenai kedua permohonan ini. Hingga Jum’at (14/7) kemarin, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat belum melihat berkas permohonan. Setelah dari Arief, berkas masih akan dikaji apakah layak dilanjutkan ke tahap selanjutnya. “Saya belum melihat berkas permohonannya. Nanti kita lihat saja di saat sudah memasuki persidangan,” ujarnya.

Persidangan. Itulah yang kini ditunggu para pemohon dan publik yang resah dengan langkah Pansus Hak Angket KPK. Putusan Mahkamah Konstitusi salah satu yang menentukan apakah KPK termasuk objek dan subjek hak angket DPR. Pansus sudah mendengar keterangan ahli hukum tata negara yang juga advokat, Yusril Ihza Mahendra. Yusril mengatakan KPK adalah bagian dari pemerintahan, sehingga bisa menjadi objek pemeriksaan hak angket.

Salah seorang pegawai KPK yang menjadi pemohon uji materi UU MD3, Lakso Anindito, menilai hak angket KPK sebagai suatu upaya untuk mengintervensi penegakan hukum. Sebagai warga negara pembayar pajak, Lakso merasa uang pajak yang dibayarkan seharusnya diakai untuk pemberantasan korupsi, bukan sebaliknya. “Sebagai pembayar pajak tentunya ingin agar duit yang digunakan untuk pajak dapat secara optimal digunakan pemberantasan korupsi. Ini bukan hanya berbicara tentang KPK tapi nasib lembaga lain yang pasca reformasi yang dilahirkan dengan UU untuk bekerja secara independen,” jelasnya.

Pemohon mengatakan rumusan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 telah menimbulkan berbagai penafsiran sehingga memberikan peluang bagi DPR untuk menafsirkan secara keliru. Penafsiran DPR yang demikian bertentangan dengan asas kejelasan rumusan dan kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pemohon juga mendalilkan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 tidak dapat digunakan DPR untuk melaksanakan angket terhadap KPK sebagai lembaga penegak hukum yang independen. KPK adalah lembaga mandiri yang berada di luar eksekutif (Presiden dan bawahannya). Dalam konteks ini, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of constitution memberikan penafsiran yang benar dan lurus terhadap ketentuan pasal 79 ayat (3) UU MD3.

(Baca juga: Kisruh Hak Angket KPK, Akhirnya ‘Mampir’ ke MK).

Pemohon lain, tiga orang mahasiswa Achmad Saifuddin Firdaus (Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi UGM), Bayu Segara,  Yudhistira Rifky Darmawan (mahasiswa FH Universitas Sahid Jakarta), dan Tri Susilo (mahasiswa doktor UNS), meminta Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan yang memberikan kepastian hukum atas pasal-pasal yang dimohonkan. Rumusan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 bagi Pemohon sudah jelas, yaitu pelaksanaan suatu Undang-Undang dan/atau kebijakan Pemerintah. Bagi Pemohon, membentuk Pansus Hak Angket sama saja DPR memperluas lingkup hak angket. Padahal penjelasan Pasal itu sudah secara jelas menyebut lembaga-lembaga yang bisa menjadi sasaran angket DPR.

“Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip konstitusionalisme yang menekankan pada adanya pembatasan kekuasaan atas lembaga-lembaga penyelenggara negara melalui peraturan perundang-undangan,” urai pemohon dalam permohonannya.

(Lihat juga: Aksi ILUNI UI dan Massa Antikorupsi Menolak Hak Angket).

Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Administrasi Negara DKI Jakarta, Bivitri Susanti, mengatakan adanya uji materi ini merupakan kabar baik. Perdebatan yang terjadi selama ini di media massa dan media sosial bisa lebih sistematis diselesaikan dengan argument yang kuat dengan jalan melakukan uji materi ke MK.

Menurutnya, dengan dibawa ke MK perdebatan itu menjadi lebih terstruktur, bukan sekadar antarpakar dan pengamat tetapi ada kajian yang lebih mendalam, “Terlebih lagi di MK kan ada para pihak, ahli yang akan dihadirkan untuk mengkaji aspek sejarah HTN, perbadingan HTN, filosofinya dan sebagainya secara elaboratif,” ujarnya kepada Hukumonline.

Bivitri juga memandang langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi sesuatu yang baik untuk ke depan agar tidak terjadi perang interpretasi di media. Apapun putusan MK nanti, kata dia, jika ada peristiwa serupa sudah ada acuannya. ”Bisa saja nanti ada lagi hak angket yang digunakan untuk lembaga lain yanh bisa menjadi objek perdebatan. Seperti KPU,” contohnya.

Dalam melaksanakan sidang pengujian uji materi ini. Bivitri mengatakan pemohon bisa meminta permohonan provisi untuk menghentikan sementara pansus hak angket karena kalau ada suatu peristiwa hukum yang terjadi. Sebab, adanya permohonan uji materi yang sedang diperiksa.”Saya rasa hakim bisa mengabulkan permohonan provisi ini,” harapnya.

“Seharusnya pemohon juga dapat mengajukan permohonan provisi, jika pemohon belum mengajukannya. Karena saya juga belum membaca permohonannya,” katanya.

Bivitri berharap MK mesti objektif dalam memeriksa uji materi ini. Khususnya MK perlu lebih reponsif dalam memeriksa dengan prosedur lebih cepat. Ia berharap MK mengabulkan permohonan provisi untuk pemberhentian sementara pansus agar bisa berhenti bekerja sampai ada putusan.

Kini, tinggal ditunggu kapan sidang Perdana pengujian itu dimulai di gedung Mahkamah Konstitusi.
Tags:

Berita Terkait