Jadi Tersangka, Ada Peran Setnov dalam Penganggaran-Pengadaan Proyek e-KTP
Berita

Jadi Tersangka, Ada Peran Setnov dalam Penganggaran-Pengadaan Proyek e-KTP

KPK menegaskan penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP tidak terkait dengan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berbicara kepada wartawan terkait penetapan tersangka baru pada kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik, di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7). Foto: RES
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berbicara kepada wartawan terkait penetapan tersangka baru pada kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik, di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7). Foto: RES
Akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan cukup menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya, sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai total paket pengadaan e-KTP sekitar Rp5,9 triliun pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7/2017) seperti dikutip Antara.

Setnov disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Baca Juga: Tersangka Baru Kasus e-KTP Segera Diumumkan

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Agus mengatakan Setnov yang saat penganggaran dan pelaksanaan e-KTP itu berlangsung menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, berperan besar dalam menentukan anggaran dan pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Hal dilakukan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa e-KTP. SN melalui AA diduga telah mengkondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP,” kata Agus.

Dia menegaskan sebagaimana terungkap fakta persidangan dua terdakwa sebelumnya yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Setnov berperan sejak perencanaan. "Diduga perbuatan tersangka sudah dilakukan sejak perencanaan yang dilakukan dalam dua tahap yaitu penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa," tegasnya.

KPK akan membeberkan peran Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus ini di Pengadilan Tipikor. "Kami serahkan (bukti-bukti) ke pengadilan dan KPK akan membawa alat-alat bukti yang diperlukan dalam proses itu untuk meyakinkan majelis hakim dan masyarakat untuk meyakinkan bahwa kami berjalan di track yang betul, itu saja," lanjut dia.

"Perlu saya sampaikan kembali KPK akan terus bekerja keras menangani kasus-kasus korupsi. Perkembangan penanganan e-KTP kami sampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK kepada seluruh rakyat Indonesia yang berkomitmen bersama-sama memberantas korupsi. KPK berharap publik mengawal kerja KPK termasuk penanganan kasus e-KTP, kami sadar masyarakat pemilik KPK sebenarnya," ujarnya.

Dirinya mengaku tidak khawatir kemungkinan sejumlah saksi menarik Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat sidang seperti terjadi dalam persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto. "Mengenai ada yang menarik BAP, ya itu nanti, sekali lagi adu bukti di pengadilan karena yang terjadi saat ini ada yang kita tersangkakan karena kesaksian palsu dan dalam sidang kami akan buka rekaman kalau diminta pengadilan," ungkapnya.

KPK juga tidak takut menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh Setnov. "Tidak ada kata untuk menolak (praperadilan), kalau harus kita hadapi nanti kita hadapi," tutur Agus.

KPK menegaskan penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP tidak terkait dengan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK. "Mengenai pansus, sebagaimana saya sampaikan beberapa kali, satu-satunya cara adalah KPK mempercepat kerjanya, meningkatkan performance dengan menunjukkan ke masyarakat kita tidak terpengaruh dengan itu," kata dia.

"Terkait pansus, pasti kami membawa yang bersangkutan ke proses penyidikan ini tidak serampangan, pasti punya dua alat bukti yang kuat, biar proses berikutnya diikuti saja di pengadilan.”

Dalam perkara ini, sudah ada 2 orang yang menjalani sidang yaitu mantan Dirjen (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto. Irman dituntut dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan, sedangkan Sugiharto dituntut lima tahun penjara dan denda Rp400 juta subsidair enam bulan kurungan. Selain itu, Irman dituntut membayar uang pengganti sebesar AS$273,7 ribu, Rp2,248 miliar, Sing$6000 subsidair dua tahun, dan Sugiharto sebesar Rp500 juta subsidair satu tahun.

Dalam surat tuntutan dua terdakwa e-KTP yaitu Irman dan Sugiharto, jaksa penuntut umum (JPU) KPK dengan jelas mencantumkan nama Setnov dalam proses penganggaran dan pengadaan e-KTP. Berdasarkan fakta-fakta hukum itu, jaksa berkesimpulan adanya pertemuan antara Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setya Novanto di hotel Gran Melia telah menunjukkan bahww telah terjadi pertemuan kepentingan (meeting of interest) antara Andi Agustinus yang merupakan seorang pengusaha yang berkepentingan untuk dapat mengerjakan proyek.

Sementara Irman dan Sugiharto selaku birokrat pada Kemendagri yang bertugas melaksanakan pengadaan barang/jasa, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR, yang pada saat itu diketuai oleh Burhanuddin Napitupulu yang juga berasal dari fraksi Golkar. Baca Juga: Sesal Terdakwa Korupsi e-KTP Tak Goyahkan Keyakinan Jaksa

Menurut Agus, akibat perbuatan Setnov, terjadi kerugian keuangan negara yang dihitung BPKP sebesar Rp2,3 triliun karena pembayaran lebih mahal dari harga wajar atau riil dari barang-barang yang diperlukan dalam e-KTP. "Dengan rincian, total pembayaran ke konsorsium PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia) dilakukan Rp4,9 triliun untuk periode 21 Oktober 2011-30 Desember 2013, sedangkan harga wajar (riil) e-KTP tersebut diperkirakan Rp2,6 triliun," tambahnya.

Terdakwa lain adalah anggota DPR dari fraksi Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan e-KTP dan sudah dalam proses persidangan pembacaan dakwaan pada 13 Juli 2017. Sedangkan ada juga 2 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Andi Agustinus sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP dan anggota DPR dari fraksi Golkar Markus Nari dalam dugaan tindak pidana korupsi dengan sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, pemeriksaan di sidang e-KTP.
Tags:

Berita Terkait