KPPU-BPK Bersinergi Tingkatkan Efisiensi Penggunaan Anggaran Pengadaan Barang Jasa
Berita

KPPU-BPK Bersinergi Tingkatkan Efisiensi Penggunaan Anggaran Pengadaan Barang Jasa

Mayoritas laporan yang masuk ke KPPU adalah terkait tender dalam pengadaan barang dan jasa.

Oleh:
Fitri Novia Heriani/RED
Bacaan 2 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Tercatat sejak awal berdiri hingga Tahun 2017, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menerima laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha) sebanyak 2.537 laporan. Dari total 2.537 laporan tersebut, sebanyak 1.278 laporan atau sebesar 73 persen adalah terkait terkait tender.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menegaskan bahwa pengadaan barang dan jasa memiliki peran penting dalam mendongkrak perekonomian. Belanja pengadaan barang dan jasa diharapkan menjadi pengungkit perekonomian nasional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, pemerataan dan penanggulangan kemiskinan.

“Sayangnya, tidak sedikit proses pengadaan barang dan jasa yang justru berujung pada praktik persaingan tidak sehat dan korupsi,” kata Syarkawi dalam website resmi KPPU, Selasa (18/7).

Menyikapi kondisi tersebut, KPPU pun melakukan kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan menyelenggarakan Workshop dengan tema “Risiko Penyimpangan Dalam Semua Tahap Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Pembuktiannya”. (Baca Juga: KPPU Ingin Perkuat Kerjasama dengan KPK Karena Alasan Ini)

Syarkaw menilai, kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi kerja sama KPPU dan BPK terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam rangka pencegahan dan penanganan perkara dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat.

“Workshop ini diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi Investigator KPPU dan Auditor BPK dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kasus penyimpangan tender”, jelas Syarkawi.

Lebih lanjut Syarkawi menyampaikan bahwa dalam hal ini, baik KPPU maupun BPK, ingin mendorong efisiensi ekonomi nasional. KPPU mempunyai tugas untuk mendorong terciptanya efisiensi belanja barang jasa dan efisiensi dalam perekonomian secara umum (efisiensi ber keadilan), sedangkan BPK menginginkan efisiensi dalam pengeluaran anggaran pemerintah. (Baca Juga: Prospek Cerah Jadi Pengacara Spesialis Pengadaan Barang/Jasa)

Jika efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa dapat diwujudkan, lanjutnya, maka akan membawa dampak yang sangat signifikan bagi pembangunan nasional. Saat ini, sesuai arahan presiden, sekitar 2.100 triliun rupiah APBN harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan atau mengurangi ketimpangan, menyerang tenaga kerja dan ujung-ujungnya mengurangi jumlah penduduk miskin.

Dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi bercita-cita mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5-7 persen dalam lima tahun ke depan. “Basis dari pertumbuhan ekonomi tinggi adalah pertumbuhan produktivitas, dasar dari produktivitas adalah efisiensi, guna mendorong efisiensi, salah satu caranya, yakni lewat proses kompetisi yang sehat,” ungkapnya. (Baca Juga: Presiden Terbitkan Inpres Efisiensi)

Sebelumnya, Syarkawi memaparkan bahwa dari 2.537 laporan yang masuk ke KPPU, hingga saat ini KPPU telah menangani perkara sebanyak 348 dengan komposisi 245 perkara tender, 55 perkara non tender, dan sebanyak 8 perkara keterlambatan notifikasi merger. Dari 348 perkara yang masuk ke KPPU, terdiri dari 17 sektor industri yang tersebar di berbagai daerah.

Terkait pengadaan barang dan jasa, Syarkawi menegaskan bahwa untuk pengadaan barang dan jasa yang terdapat di pusat, KPPU tidak bisa masuk karena pengadaan barang dan jasa tersebut dilakukan pada peraturan menteri yang mengacu pada UU. Perkara ini menjadi pengecualian bagi KPPU sehingga KPPU lebih banyak masuk ke proyek infrastruktur yang ada di daerah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 50 dan 51 UU Anti Monopoli.

“Salah satu yang dikecualikan itu adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan, seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan daerah. Biasanya (pengadaan barang dan jasa) yang dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan adalah proyek strategis sehingga KPPU tidak bisa masuk,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait