Dibubarkan, HTI Disarankan Gugat ke PTUN
Berita

Dibubarkan, HTI Disarankan Gugat ke PTUN

Untuk menguji keabsahan surat keputusan pembubaran ormas yang dilakukan pemerintah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Dibubarkan, HTI Disarankan Gugat ke PTUN
Hukumonline
Pemerintahan Joko Widodo melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) resmi mencabut status badan hukum Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pencabutan status badan hukum HTI ini didasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas yang menuai polemik. 

Ketua Komisi VIII DPR yang membidangi agama, Ali Taher Parasong meyayangkan sikap pemerintah yang serta merta membubarkan ormas tanpa melalui mekanisme peradilan. Padahal, Indonesia adalah negara hukum yang ditegaskan Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945. Wujudnya, penghargaan terhadap supremasi hukum, hak asasi manusia, peradilan yang bebas, dan kekuasaan kehakiman yang mandiri.

“Empat aspek itu, menurut saya penyelesaian ormas (pembubaran) harus dengan mekanisme hukum,” ujarnya di Komplek Gedung DPR, Rabu (19/7). Baca Juga: Kemenkumham Cabut Status Badan Hukum HTI

Dia menjelaskan Perppu Ormas ini berlaku sejak ditetapkan oleh presiden meski belum mendapatkan persetujuan DPR. Namun begitu, HTI sebagai ormas yang sudah dinyatakan bubar masih memiliki hak hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. “Terserah HTI mau gunakan hak hukum atau tidak,” kata dia.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai setelah HTI, boleh jadi pembubaran bakal dialami oleh Ormas lain yang dianggap bertentangan dengan Pancasila atas dasar subyektivitas pemerintah. Terlebih, subyektivitas pemerintah ini tidak memiliki parameter yang jelas untuk menyimpulkan sebuah ormas anti Pancasila.

“Ini kan sangat subjektif, belum ada  parameter sebuah ormas Pancasilais atau tidak Pancasilais. Justru, ada yang mengklaim Pancasilais menurut saya tidak Pancasilais,” ujarnya. Baca Juga: Menguji Ketepatan Asas Contrarius Actus dalam Perppu Ormas

Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid menilai langkah membubarkan ormas sepihak langkah otoriter pemerintahan di era reformasi dan demokrasi. Langkah tersebut tak ubahnya seperti era Orde Lama dan Orde Baru. Menurutnya Perppu Ormas yang dijadikan landasan membubarkan HTI tak memenuhi syarat “kegentingan yang memaksa”. Namun, “memaksakan kegentingan” dalam upaya membungkam kelompok kritis yang berlawanan dengan pemerintah.

“Dengan dalih bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” lanjutnya.

Ia pun menyerukan agar semua elemen masyarakat dan parlemen menolak berlakunya Perppu Ormas menjadi UU. Baginya, pembiaran Perppu ini menjadi UU merupakan kemunduran demokrasi yang sudah dibangun melalui pengorbanan yang cukup panjang.

“Kepada ormas ‘korban’ Perppu, saya sarankan untuk berjuang melalui saluran untuk memperoleh hak-hak dasarnya seperti hak berserikat, hak berpendapat, dan hak lain,” saran politisi Gerindra itu.

Hormati langkah pemerintah
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menghormati langkah pemerintah membubarkan HTI. Sebab, ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila menjadi kewenangan pemerintah. Dia menegaskan langkah politik pemerintah membubarkan HTI menggunakan instrumen Perppu Ormas bakal menjadi penilaian DPR di masa sidang berikutnya. Nantinya, Perppu Ormas ini dapat disetujui atau tidak tergantung sikap DPR.

“Yang pasti DPR tetap menghormati setiap keputusan politik dari pemerintah. Cuma  sikap dari DPR seperti apa, semuanya tergantung dari sikap masing-masing fraksi,” ujarnya. Baca Juga: HTI Minta MK Batalkan Perppu Ormas

Sejauh ini, DPR masih menunggu surat dan Perppu Ormas secara resmi dari pemerintah. Sebab, sejak Perppu diterbitkan hingga Selasa (18/7) sore belum diterima pimpinan DPR. Ia berharap pemerintah segera mengirimkan Perppu Ormas untuk kemudian dapat dipelajari dan dibahas oleh DPR.

Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy menilai langkah pemerintah membubarkan HTI dinilai tepat setelah Perppu Ormas diterbitkan. Sebab, Perppu serta merta berlaku sejak diterbitkan tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. “Apa gunanya Perppu dibuat kalau masih menunggu persetujuan DPR?” ujarnya.

Dia menegaskan setelah Perppu Ormas terbit, maka pemerintah dapat segera mengeksekusi pembubaran ormas yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila. Yang pasti, bila Perppu Ormas nantinya ditolak DPR, keputusan pembubaran ormas yang sudah dilakukan tidak berlaku surut.  “Kalau saja mereka (pemerintah) menunda eksekusi, maka justru dia akan kehilangan momentum berlakunya Perppu ini dalam keadaan darurat. Kalau darurat kan harus segera,” katanya.
Tags:

Berita Terkait