MK Komit Perbaiki Kinerja Hingga Kualitas Putusan
Berita

MK Komit Perbaiki Kinerja Hingga Kualitas Putusan

MK melibatkan 18 peneliti yang siap membantu hakim konstitusi mencari referensi dan menganalisa sebagai bahan pertimbangan menyusun putusan MK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua MK Arief Hidayat. Foto: RES
Ada sejumlah persoalan yang membuat marwah dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berimbas mengalami penurunan kinerja. Mulai kasus suap yang melibatkan Hakim Konstitusi, kinerja penanganan perkara yang memakan waktu cukup lama hingga kualitas putusan yang dinilai menurun.  

Ketua MK Arief Hidayat mengatakan MK saat ini merupakan lembaga yang sangat menarik perhatian banyak pihak karena kewenangannya cukup besar. Sebab, hampir semua kebijakan dalam bentuk Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) dimohonkan pengujian dan minta diputuskan oleh MK.   

“Ini tantangan yang menarik dan semakin membuat MK terus membenahi diri. Tidak hanya Hakim Konstitusi, tetapi juga seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di MK,” ujar Arief Hidayat saat Halal-Bihalal bersama pimpinan sejumlah media massa di Gedung MK Jakarta, Kamis (23/7/2017).

Arief menjelaskan salah satu perbaikan MK, misalnya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) masing-masing hakim menyampaikan masukan dan kritikan, untuk saling menegur satu sama lain, dan melakukan intropeksi. Hal ini dilakukan agar tidak terulang kembali kasus suap yang dilakukan Hakim Kontitusi yang menciderai marwah dan menurunkan wibawa MK.   

Dia menerangkan dalam hal penanganan perkara, sudah masuk 76 perkara hingga Juli 2017. Diperkirakan hingga akhir tahun 2017 akan ada seratusan lebih perkara yang masuk. “Perkara yang masuk awal-awal tahun pasti sudah diselesaikan, tetapi nanti ada perkara yang masuk bulan November dan Desember berarti on going proses penyelesaiannya hingga tahun 2018,” ujar Arief.

Sementara perkara tahun 2016 tersisa 20 perkara yang belum diputus, dan kemungkinan akan diputus pada Agustus dan September 2017 ini. Untuk penanganan perkara tahun 2015 sudah diputus semuanya. Arief menuturkan jangka waktu penanganan perkara tahun 2015 selesai dalam waktu 7 bulan, sedangkan tahun 2016 dalam waktu 5,5 bulan. ”Yang menyebut hingga 10 bulan itu menghitungnya salah, tetapi itu kritik buat MK,” kata Arief. Baca Juga: Perlu Regenerasi Kepemimpinan MK

Dalam kesempatan ini, Arief menegaskan batas waktu penyelesaian perkara pengujian UU tidak dibatasi jangka waktu penyelesaianya. “(MK) Dimanapun secara universal tidak bisa dibatasi, karena pengujian UU apakah ditolak atau dikabulkan membutuhkan pertimbangan yang matang,” katanya.

“Kalau tidak selesai apakah  akan melanggar kepastian hukum? Kepastian hukumnya masih ada, sebelum pasal itu dibatalkan berarti masih berlaku. Nah, itu kepastian hukumnya.”

Kecuali, kata Arief, untuk perkara sengketa Pilkada atau Pilpres dibatasi waktu penanganan perkaranya. Sebab, jika tidak dibatasi waktu penanganan perkaranya akan menganggu kalender ketatanegaraan. Misalnya, DKI Jakarta sebentar lagi akan melantik Gubernur barunya. Tetapi, jika ada aturan terkait pelantikan yang diuji ke MK, lalu diputus tahun depan maka akan menganggu kalender ketatanegaraan.

“Itulah mengapa pengujian UU tidak bisa dibatasi jangka waktunya, tetapi penanganan Pilkada dan Pilpres dibatasi,” terangnya.

Libatkan peneliti
Sementara dalam rangka memperbaiki kualitas putusan MK, saat ini MK sudah memiliki 18 peneliti, beberapa diantaranya segera mendapatkan gelar doktor berbagai bidang hukum, yang siap membantu hakim konstitusi mencari referensi dan menganalisa sebagai bahan pertimbangan menyusun putusan MK.

“Insya Allah satu sampai dua tahun ke depan, peneliti ini sudah bergelar doktor semua berbagai bidang hukum. Karena,output-nya dapat mempercepat hasil dan kualitas putusan,” kata dia. Baca Juga: Kembali Pimpin MK, Arief Janji Optimalisasi Kualitas Putusan

Tak hanya itu, untuk menunjang kinerja mempercepat penyusunan putusan dengan kualitas yang baik, Arief mengatakan seiring berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) No. 65 Tahun 2017 terkait organisasi kepaniteraan dan kesekjenan MK, pihaknya juga mengusulkan penambahan tenaga Panitera Muda III dan Panitera Pengganti. “Dan ini sudah disetujui presiden,” kata dia.

Juru Bicara MK Fajar Laksono Perpres itu usulan MK untuk pengembangan organisasi kepaniteraan dan kesekjenan MK seiring perkembangan tuntutan pekerjaan dan kebutuhan publik yang mengharapkan pelayanan administrasi peradilan dan administrasi umum lebih optimal.

“Perpres No. 65 Tahun 2017 ini belum dapat dilaksanakan dan akan segera dilaksanakan. Masih butuh alur proses administrasi untuk ditetapkan dengan Peraturan Sekjen MK setelah berkonsultasi dan mendapat persetujuan Kemenpan dan RB (terlebih dulu),” ujarnya.

Terkait pelibatan peneliti dalam penyusunan putusan, Fajar menerangkan peneliti akan memberi feeding dan pengayaan akademik bagi Hakim kontitusi dalam memutus perkara. Namun, pendayagunaan tenaga peneliti ini, tergantung Hakim Konstitusi. “Itu merupakan otoritas Hakim Konstitusi, tugas peneliti hanya menyiapkan dukungan yang bersifat akademik,” imbuhnya.
Tags:

Berita Terkait