Pemerintah Kaji Ulang 75 Rekomendasi Sidang UPR 2017
Berita

Pemerintah Kaji Ulang 75 Rekomendasi Sidang UPR 2017

Pemerintah diberi waktu sampai September 2017 untuk menjawab 75 rekomendasi itu apakah menerima atau dicatat.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Aliansi Tolak Hukuman Mati melakukan aksi di depan Istana, di Jakata. Salah satu agenda yang masih dikaji adalahhukuman mati. Foto: RES
Aliansi Tolak Hukuman Mati melakukan aksi di depan Istana, di Jakata. Salah satu agenda yang masih dikaji adalahhukuman mati. Foto: RES
Pemerintah telah menjalani universal periodic review (UPR) Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss pada 3 Mei 2017. Ada 101 negara anggota PBB yang memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia. Dari 225 rekomendasi yang dilayangkan, 150 diterima pemerintah dan 75 sisanya masih dalam pertimbangan.

Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Dicky Komar, mengatakan sampai saat ini Pemerintah masih mengkaji ulang 75 rekomendasi itu. Ada dua sikap yang harus dipilih oleh negara yang mendapat rekomendasi yakni menerima atau dicatat (noted). Nah, yang 75 rekomendasi tersebut masih berstatus noted.

(Baca juga: Komnas HAM Minta Rekomendasi UPR Dipantau).

Rekomendasi yang belum disikapi Pemerintah berkaitan dengan isu praktik hukuman mati, ratifikasi konvensi seperti Statuta Roma, dan standing invitation atau menerima semua kunjungan pelapor khusus PBB. “Pemerintah menerima rekomendasi yang sesuai dengan Rencana Aksi Nasional HAM (RAN-HAM) dan kebijakan HAM nasional serta prioritas nasional,” kata Dicky dalam diskusi di Jakarta, Selasa (25/7).

Menurut Dicky tidak semua negara yang memberikan rekomendasi paham situasi di Indonesia. Akibatnya, rekomendasi yang disampaikan negara yang bersangkutan tidak tepat untuk Indonesia. Misalnya, Albania merekomendasikan Indonesia meratifikasi konvensi yang berlaku untuk negara anggota Uni Eropa. Padahal Indonesia jelas bukan bagian dari Uni Eropa.

(Baca juga: Lima HAM Internasional yang Belum Bisa Dipenuhi).

Pemerintah perlu mengajak kementerian dan lembaga terkait untuk membahas 75 rekomendasi itu. Pemerintah Indonesia diberi batas waktu sampai September 2017 untuk memberi jawaban terhadap 75 rekomendasi tersebut. “Pemerintah harus memberikan argumentasi yang logis dalam menjawab rekomendasi,” urai Dicky.

Dari 150 rekomendasi UPR 2017 yang diterima pemerintah antara lain soal ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT, melanjutkan kebijakan yang melindungi kaum rentan dan minoritas seperti anak dan perempuan, difabel serta lansia. Dicky menjelaskan selanjutnya rekomendasi UPR itu akan dituangkan dalam berbagai kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

(Baca juga: Pemerintah Dituntut Serius Ratifikasi Konvensi PRT).

Komisioner Komnas HAM, Nur Khoiron, mengapresiasi pemerintah Indonesia menerima lebih dari 50 persen rekomendasi yang disampaikan berbagai negara dalam UPR 2017. Tapi tantangan bagi pemerintah yakni bagaimana membahas 75 rekomendasi yang masih tertunda itu bersama pihak lain seperti Komnas HAM dan organisasi masyarakat sipil. “Pemerintah harus terbuka, dan memberi penjelasan apakah 75 rekomendasi itu ditolak atau diterima,” tukasnya.

Jika mekanisme itu dijalankan Nur Khoiron yakin masyarakat akan mengerti kenapa pemerintah menerima atau menolak rekomendasi UPR. Komnas HAM berharap pemerintah melembagakan proses tersebut. Jangan sampai forum UPR itu hanya sekedar seremonial, tapi pemerintah harus menjalankannya dan membuktikan Indonesia mampu berprestasi di bidang HAM.
Tags:

Berita Terkait