Ormas dan Komunitas Advokat Ini Juga Persoalkan Perppu Ormas
Utama

Ormas dan Komunitas Advokat Ini Juga Persoalkan Perppu Ormas

Yakni, PP Persatuan Islam dan Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) bersama Sharia Law Institute yang tergabung dalam Koalisi Advokat Penjaga Konstitusi.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua PP Persis, Jeje Jaenudin usai mendaftarkan permohonan Perppu Ormas di Gedung MK Jakarta, Rabu (26/7). Foto: AID
Wakil Ketua PP Persis, Jeje Jaenudin usai mendaftarkan permohonan Perppu Ormas di Gedung MK Jakarta, Rabu (26/7). Foto: AID
Satu lagi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kini, beleid ini dipersoalkan Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) dan Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) bersama Sharia Law Institute yang tergabung dalam Koalisi Advokat Penjaga Konstitusi atas nama Chandra Purna Irawan.

Sebelumnya, sudah tiga pemohon yang mengajukan uji materi Perppu Ormas yaitu Hizbut Tahrir (HTI), Organisasi Advokat Indonesia, dan Aliansi Nusantara yang sudah memasuki sidang perdana. Dengan demikian, tercatat sudah ada lima permohonan yang mempersoalkan konstitusionalitas Perppu Ormas di MK.  

Wakil Ketua PP Persis, Jeje Jaenudin mengatakan permohonan judicial review ini tidak dimaksudkan untuk membela atau mendukung kelompok atau ormas tertentu, tetapi sebagai pembelaan kepentingan hak-hak seluruh warga negara baik perseorangan maupun kelompok yang haknya dirugikan atau potensi dirugikan oleh berlakunya Perppu Ormas ini. (Baca Juga: HTI Minta MK Batalkan Perppu Ormas)

"Persis juga sama sekali tidak boleh dipersepsi setuju dengan ada dan berkembangnya paham-paham yang dinilai radikal, anti Pancasila, dan anti NKRI. Karena, (permohonan) ini  bukti ketaatan hukum dalam menegakkan konstitusi yang Indonesia yang merupakan negara hukum (rechstaat), bukan negara otoriter (atau kekuasaan) (machstaat)," kata Jeje usai mendaftarkan uji materi Perppu Ormas di Gedung MK, Rabu (26/7/2017).

Jeje menjelaskan Persis sebagai salah satu ormas tertua dan berbadan hukum sejak tahun 1923 mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan uji formil ataupun materi atas Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas terhadap UUD 1945. Hal ini sebagai bentuk perlawanan hukum yang dijamin Pasal 51 ayat (1) UU MK terkait hak warga negara/kelompok yang merasa dirugikan atas berlakunya suatu norma.  

Dalam permohonannya, ada empat pasal yang diujimaterikan yakni Pasal 59 ayat (3a) dan (4c), Pasal 61 ayat (3), Pasal 62 ayat (3) dan Pasal 82A Perppu Ormas. Empat pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), pasal 28B (1), Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD 1945. Karena itu, pasal-pasal Perppu Ormas itu mesti dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.  

Jeje menambahkan situasi yang terjadi saat ini bisa menimbulkan kegaduhan dan ketegangan antar kelompok masyarakat berkepanjangan, sehingga tidak baik bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. “Maka dari itu, Persis melakukan uji materi Perppu ini ke MK.”

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Eksekutif Nasional KSHUMI Chandra Purna Irawan juga melayangkan permohonan judicial review terhadap keseluruhan materi Perppu Ormas ini. Dia menilai materi muatan Perppu ini bentuk “kediktatoran konstitusional”. “Karena pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan,” kata Chandra saat dihubungi Hukumonline, Kamis, (27/7/2017).

Padahal, lanjutnya, penggunaan mekanisme peradilan mengenai pencabutan status badan hukum ormas penting untuk menjamin prinsip due process of law dan memberi ruang ormas yang bersangkutan membela diri dan memberikan kesempatan bagi hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.

Dia mengibaratkan Perppu ini seperti layaknya “pedang” yang digunakan pemiliknya untuk menebas siapapun (ormas yang dibubarkan) yang dianggap berseberangan dengannya. Belum lagi, ormas yang dibubarkan mengancam pengurus dan anggotanya dalam bayang-bayang hukuman pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 82A Perppu Ormas. Ini bentuk ancaman hak-hak sipil ormas dan pengurusnya.

“Kami menyeru kepada advokat (lawyers) untuk bersatu padu, bersinergi membangun kekuatan dan soliditas dalam rangka memperjuangkan kebenaran. Perlu segera diambil tindakan konkrit menyelamatkan negara dari upaya oknum dan sekelompok individu yang hendak menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan demi merealisasikan tujuan politik dan kepentingannya,” ajaknya.

Saat pendaftaran pengujian Perppu Ormas yang diajukan PP Persis dan Koalisi Advokat Penjaga Konstitusi ini, Majelis Panel MK yang diketuai Arief Hidayat menggelar sidang perdana pengujian Perppu Ormas ini untuk dua permohonan.  Yakni perkara No. 38/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Afriady Putra dari Organisasi Advokat Indonesia (OAI) dan perkara No. 39/PUU-XV/2017 diajukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dikuasakan oleh Yusril Ihza Mahendra. (Baca Juga: Yusril: Tidak Ada ‘Kegentingan Memaksa’ Terbitnya Perppu Ormas)
Tags:

Berita Terkait