Hipmi Ingatkan Dampak dari Penurunan Penghasilan Tidak Kena Pajak
Berita

Hipmi Ingatkan Dampak dari Penurunan Penghasilan Tidak Kena Pajak

Setiap rupiah yang berkurang dari masyarakat kecil berpotensi menimbulkan gejolak yang tidak perlu.

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Wajib Pajak yang menunggu antrean untuk menyerahkan laporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (31/3).
Wajib Pajak yang menunggu antrean untuk menyerahkan laporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (31/3).
Wacana penurunan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) oleh pemerintah memantik beragam pandangan. Salah satunya datang dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) yang mengingatkan agar wacana tersebut jangan sampai melemahkan sisi permintaan dalam aktivitas perekonomian nasional.

“Tidak saja daya beli melemah, tapi sisi permintaan bagi perekonomian nasioal juga akan melemah,” kata Ketua Pusat Pajak Hipmi, Ajib Hamdani di Jakarta, Kamis (27/7).

Bukan hanya itu, lanjut Ajib, wacana tersebut juga akan berdampak besar kepada sejumlah industri nasional. Padahal, akselerasi industri nasional selama ini belum menggembirakan menyusul lesunya permintaan global dan penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga penguatan permintaan domestik mutlak untuk mendorong industri.

Bahkan, kata Ajib, pelemahan tersebut juga dapatmemperlebar kesenjangan sosial dan berpeluang membuka gejolak sosial lebih dalam. "Setiap rupiah yang berkurang dari masyarakat kecil berpotensi menimbulkan gejolak yang tidak perlu," jelasnya.

Ia berpendapat bahwa kalau konsideran penurunan PTKP ini adalah komparasi dengan negara lain dengan faktor PDB per kapita dibandingkan angka PTKP yang berlaku. Oleh karena itu, perbandingan ini seharusnya memperhitungkan rasio gini yang masih tinggi di Indonesia.

Menurut Ajib, kebijakan penurunan PTKP ini juga dinilai akan mendorong praktik penghindaran pajak jika PTKP terlalu rendah.Atas dasar itu, Himpi meminta Kementerian Keuangan untuk terus konsisten mendukung kebijakan fiskal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sifatnya insentif dan stimulus.

“Investasi membutuhkan insentif, sedangkan perekonomian membutuhkan stimulus,” kata Ajib.

(Baca: Penerapan PTKP Sesuai UMR dan Paradigma Penerimaan Pajak)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan mengkaji mengenai definisi rasio pajak terkait dengan rencana revisi ambang batas PTKP. “Jadi saya sudah minta kepada DJP (Direktorat Jenderal Pajak) untuk melakukan penelitian mengenai komponen apa saja yang masuk dalam komponen rasio pajak,” katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/7) malam.

Ia menjelaskan, PTKP di Indonesia masih terbilang tinggi jika dibandingkan negara-negara ASEAN. Padahal, pendapatan per kapita Indonesia nisbi lebih rendah dari Thailand, Vietnam, Malaysia dan Singapura.

Sontak wacana ini menuai kritik. Salah satunya datang dari kalangan buruhyang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). KSPImenolak rencana pemerintah menurunkan batas PTKP karena makin membebani rakyat berpenghasilan rendah dan buruh.

Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, semestinya pemerintah memprioritaskan wajib pajak besar terutama yang belum membayar pajak dan juga para pengemplang pajak untuk meningkatkan pendapatan pajak.

(Baca: Begini Kritik Buruh atas Rencana Penurunan PTKP)

Untuk diketahui, daftar tarif PTKP 2016 disertai cara perhitungannya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/PMK.101/2016 tentang Besarnya Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak. Untuk wajib pajak orang pribadi yang belum kawin, jumlah PTKP sebesar Rp54 juta.

Jika sudah menikah, maka terdapat tambahan sebesar Rp4,5 juta. Terdapat tambahan Rp4,5 juta lagi untuk setiap anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus paling banyak tiga orang. Terakhir, ada tambahan Rp54 juta bagi seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. 
Tags:

Berita Terkait