LPSK: Permohonan Perlindungan dari Jabodetabek Masih Minim
Berita

LPSK: Permohonan Perlindungan dari Jabodetabek Masih Minim

LPSK berharap dapat menggaet Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan saling isi serta bekerja sama khususnya dalam memberikan pemenuhan hak-hak saksi dan korban perempuan dan anak.

Oleh:
M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai. Foto: RES
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai. Foto: RES
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan permohonan perlindungan datang dari hampir seluruh pelosok negeri, namun khusus kasus yang berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) masih minim.

Menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (28/7), masih minimnya permohonan perlindungan yang berasal dari sekitar Jabodetabek mendapatkan perhatian LPSK untuk kemudian dicari penyebabnya.

Untuk itu, LPSK berharap dapat menggaet Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan saling isi serta bekerja sama khususnya dalam memberikan pemenuhan hak-hak saksi dan korban perempuan dan anak. (Baca Juga: Penolakan Permohonan Restitusi dan Tantangannya di Peradilan Pidana)

"Sebagian tugas dan fungsi yang dilaksanakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebenarnya beririsan dengan P2TP2A, khususnya dalam kasus yang melibatkan perempuan dan anak. Karena itulah LPSK dan P2TP2A berharap bisa saling isi dalam menjalankan tugas masing-masing," ujar Semendawai saat menerima kunjungan P2TP2A DKI Jakarta di kantor LPSK.

Pada pertemuan tersebut, rombongan P2TP2A DKI Jakarta dipimpin Rah Madya Handaya dan diterima langsung Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai didampingi Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta, tenaga ahli di lingkungan LPSK dan sejumlah staf.

Selain membicarakan peningkatan kerja sama dalam penanganan isu-isu perempuan dan anak, pertemuan tersebut juga membahas perkembangan beberapa kasus yang kini ditangani LPSK dan P2TP2A DKI Jakarta. (Baca: Ingat! Korban Kekerasan Seksual Juga Punya Hak Restitusi)

Semendawai mengatakan, secara riil, P2TP2A merupakan ujung tombak dalam memberikan bantuan bagi perempuan dan anak yang terkena tindak pidana. Hanya saja, di dalam pelaksanaan pemberian bantuan tersebut, sangat dimungkinkan adanya keterbatasan sehingga celah tersebut bisa diatasi dengan memanfaatkan layanan yang tersedia di LPSK.

"Kerja sama inilah yang kemudian harus kami bicarakan, seperti apa dan dalam hal apa saja," tutur dia.

Baik LPSK maupun P2TP2A, lanjut Semendawai, melaksanakan tugas dan fungsi sesuai mandat peraturan perundang-undangan masing-masing. Namun di balik itu tentu ada celah untuk bekerja sama khususnya dalam penanganan kasus yang melibatkan perempuan dan anak.

"Maksudnya bukan mendelegasikan tugas, tetapi saling isi khususnya dalam isu perempuan dan anak," kata Semendawai.

Perwakilan P2TP2A DKI Jakarta Rah Madya mengatakan kerja sama antara pihaknya dengan LPSK sudah terlaksana beberapa kali, seperti dalam penanganan kasus kekerasan seksual di salah satu sekolah internasional di Jakarta Selatan.

"P2TP2A kerap membantu LPSK khususnya dalam melakukan pemulihan psikologis saksi dan korban. Selama ini, kami selalu beri laporan tertulis pada pihak kepolisian, ke depan bisa dijajaki, apakah juga bsia dilakukan dengan LPSK," katanya.

Advokat P2TP2A DKI Jakarta Rezpah Omar menambahkan layanan yang tersedia di P2TP2A antara lain layanan hukum dengan ketersediaan advokat dan paralegal dan layanan psikologis. Selain itu, tersedia pula layanan rumah aman, layanan kesehatan dan reintegrasi.

"Rumah aman kita bekerja sama dengan RPTC atau RPSA dan layanan kesehatan dengan rumah sakit. Jadi, layanan murni P2TP2A itu hanya layanan hukum dan pemulihan psikologis," ungkap dia.

Untuk jumlah kasus yang ditangani, menurut Rezpah, berkisar 1.700-an kasus per tahun. Jumlah tersebut juga mewakili data dari mitra kerja P2TP2A DKI Jakarta, seperti dari Polda Metro Jaya. Untuk jenis tindak pidana yang terbanyak yaitu KDRT dan kasus kekerasan seksual anak.

"Untuk kekerasan seksual anak, hampir semua kasusnya naik ke pengadilan karena ini bukan delik aduan. Jumlahnya mencapai 40 persen dari total kasus yang ditangani," ujar Rezkah.

Tags:

Berita Terkait