Buruh Transjakarta Mengadu ke Komnas HAM
Berita

Buruh Transjakarta Mengadu ke Komnas HAM

Mengadukan dugaan pelanggaran HAM dalam masalah ketenagakerjaan.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Kantor Komnas HAM di Jakarta. Foto: RES
Kantor Komnas HAM di Jakarta. Foto: RES
Siapa yang tidak kenal bus Transjakarta? Boleh jadi hampir semua warga Jakarta mengetahui, atau bahkan pernah naik moda transportasi publik yang melintasi jalur khusus itu. Tapi, belakangan ini operasional bus Transjakarta mendapat sorotan. Beberapa waktu lalu, pelayanan bus Transjakarta sempat terganggu karena sebagian pekerja PT Transportasi Jakarta -perusahaan yang mengelola bus Transjakarta- mogok kerja. Namun, persoalan itu belum selesai, buktinya ratusan pekerja PT Transportasi Jakarta mengadukan masalah mereka ke Komnas HAM, Senin (31/7).

Ketua Serikat Pekerja PT Transportasi Jakarta, Budi Marcello Lesiangi, mengatakan mogok kerja itu sebagai respon atas tindakan manajemen yang berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja yang menuntut diangkat statusnya menjadi pekerja tetap. Selama ini pekerja kontrak diikat melalui perjanjian kerja yang diperbarui setiap tahun. Menurutnya, itu melanggar ketentuan ketenagakerjaan dan demi hukum harus diangkat menjadi pekerja tetap. Tahun lalu ada 150 pekerja yang di-PHK dengan alasan kontrak kerja tidak diperpanjang.

(Baca juga: 5 Catatan Buruh Terhadap Struktur dan Skala Upah).

Budi menghitung jumlah seluruh pekerja PT Transportasi Jakarta sekitar 6.350 orang, dari jumlah itu yang berstatus pekerja kontrak atau perjanjian waktu tertentu (PKWT) 6.100 dan perjanjian waktu tidak tertentu (PKWTT) atau tetap sekira 200 orang. Serikat pekerja menuntut seluruh pekerja kontrak diangkat menjadi tetap, termasuk yang sudah di-PHK harus dipekerjakan kembali dengan menyandang status pekerja tetap.

“Kami menuntut manajemen PT Transportasi Jakarta menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan bagi seluruh pekerja yang berstatus kontrak (PKWT),” kata Budi ketika mengadu ke kantor Komnas HAM.

Pria yang berprofesi sebagai staf operasional itu juga menjelaskan ada 13 pekerja yang di-PHK dan perselisihannya berproses sampai ke Suku Dinas Tenaga Kerja (Sudinaker) Jakarta Timur. Hasilnya, pihak manajemen dianjurkan untuk mempekerjakan kembali belasan pekerja itu dengan status sebagai pekerja tetap. Tapi sampai saat ini anjuran itu belum dijalankan.

Bukan hanya masalah ketenagakerjaan, serikat pekerja mengadukan adanya dugaan pelanggaran HAM. Pekerja PT Transportasi Jakarta yang mengalami PHK, Novi Amelia, mengatakan saat bekerja di bagian command center atau pemantau halte Transjakarta para pekerja di bagian itu hanya diberi waktu istirahat 15 menit. Sekalipun istirahat, mereka tidak boleh keluar ruangan untuk keperluan apapun seperti makan, sholat dan ke kamar kecil. “Kami bekerja 8 jam sehari, tapi waktu istirahat yang diberikan hanya 15 menit,” paparnya.

Anggota tim advokasi pekerja PT Transportasi Jakarta dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, mengatakan kontrak kerja yang diperbarui berulang kali melanggar pasal 59 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ada syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin mempekerjakan pekerja dengan status kontrak atau PKWT. Misalnya, pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya. Setelah syarat itu terpenuhi perjanjian kerja kontrak hanya boleh untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan hanya bisa diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.

Oky melihat PT Transportasi Jakarta tidak memenuhi berbagai syarat itu saat merekrut sebagian besar pekerja kontrak. Sejak tahun 2004 sampai saat ini, ada pekerja yang dikontrak setiap tahun tanpa jeda. Tapi PT Transportasi Jakarta hanya mau mengakui masa kerja terhitung sejak 2015 karena pada tahun itu terjadi perubahan dari Unit Pengelola Transjakarta Busway menjadi PT Transportasi Jakarta. “Manajemen tidak mengakui masa kerja para pekerja kontrak. Modus PHK yang mereka lakukan yakni memutus kontrak kerja setiap tahun, ada juga yang dikenakan surat peringatan tanpa alasan yang jelas,” urainya.

(Baca juga: Serikat Buruh Mendesak Pemerintah untuk Meratifikasi Konvensi ILO 183).

Menanggapi pengaduan itu komisioner Komnas HAM, Nur Khoiron, mengatakan sebelumnya ada 150 pekerja PT Transportasi Jakarta yang mengadu ke Komnas HAM karena mengalami PHK. Penanganan kasus tersebut masih dalam proses. Adanya pengaduan yang baru ini akan menambah data Komnas HAM mengenai persoalan yang dialami pekerja PT Transportasi Jakarta.

Setelah menerima pengaduan itu Nur Khoiron menjelaskan Komnas HAM akan mengkaji  apakah perkara ini akan ditangani melalui mediasi atau pemantauan karena ada dugaan pelanggaran HAM. Bisa juga Komnas HAM menggunakan dua pendekatan itu dalam menangani perkara ini. “Mediasi yang sudah dilakukan untuk kasus sebelumnya itu para pihak tidak mencapai titik temu. Kalau menggunakan mekanisme pemantauan nanti hasilnya kami menerbitkan rekomendasi untuk para pihak terkait,” ujarnya.

Sebelumnya, pada laman resmi PT Transportasi Jakarta manajemen sudah melansir keterangan pers merespons tuntutan yang disampaikan pekerja dalam mogok kerja beberapa waktu lalu. Intinya manajemen kesulitan mengangkat seluruh karyawan menjadi tetap karena pengangkatan karyawan harus melalui proses.

“Transjakarta saat ini sedang memperbaiki administrasi kepagawaian, banyak karyawan yang bekerja sejak Transjakarta mulai berdiri, sementara Transjakarta berbadan hukum (PT) mulai 2015,” tukas Direktur Utama PT Transportasi Jakarta, Budi Kaliwono.
Tags:

Berita Terkait