PBNU: Butuh Kajian Mendalam Soal Investasi Dana Haji
Berita

PBNU: Butuh Kajian Mendalam Soal Investasi Dana Haji

Penempatan dan/atau investasi keuangan haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: cendekia.sch.id
Foto: cendekia.sch.id
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Sulton Fatoni menyambut baik rencana pemerintah yang akan menggunakan dana haji untuk dimanfaatkan sebagai investasi di sektor-sektor strategis.

"Perspektif ekonomi gagasan pemerintah tentang menginvestasikan dana haji itu positif untuk menimbulkan efek pengganda dari sektor investasi sehingga terjadi hasil pertambahan pendapatan nasional," kata Sulton di Jakarta, Senin (31/7/2017) seperti dikutip Antara. Baca Juga: Penggunaan Dana Haji untuk Infrastruktur Potensial Langgar UU

Dia mengatakan optimalisasi dana haji bisa menambah pendapatan negara tanpa merugikan jamaah haji yang telah membayar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Menurut dia, terdapat pertentangan di tengah masyarakat soal optimalisasi dana haji untuk investasi infrastruktur di Indonesia. Karena itu, perlu kajian mendalam terkait investasi dana haji dari masyarakat terutama dari aspek sosial, budaya dan agama.

PBNU, kata dia, akan segera membahas persoalan optimalisasi dana haji pada forum Musyawarah Alim Ulama dan Konfederasi Besar Nahdlatul Ulama pada November 2017 di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Dia menyarankan kepada pemerintah agar mampu melakukan sosialisasi secara baik kepada masyarakat sehingga mereka mengerti mengenai segala hal terkait optimalisasi dana haji, terutama soal proses dan tujuan BPIH digunakan untuk investasi itu.

"Ide bagus ini, tetapi hendaknya dilandasi dengan argumentasi perspektif ke-Islaman agar tidak jadi polemik dan gejolak di tengah umat Islam. Karena itu, ini perlu menunggu pendapat para kiai Nahdlatul Ulama yang akan membahasnya dalam forum Munas dan Konbes NU," katanya.

Seperti diketahui, rencana pemanfaatan dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk investasi pada pembangunan infrastruktur menuai kontroversi. Ada yang berpendapat bahwa Pemerintah atau Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus meminta izin terlebih dulu kepada jemaah selaku pemilik dana.

Tak perlu minta izin
Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag Ramadan Harisman mengatakan pemanfaatan BPIH untuk pembangunan (infrastruktur) maupun investasi lainnya tidak perlu meminta izin lagi kepada jemaah. Sebab, selama ini, ketika pengelolaan dana haji dilakukan oleh Kementerian Agama, para calon jemaah haji telah mengisi dan menandatangani formulir akad wakalah ketika membayar setoran awal BPIH.

“Ketentuan mengenai pengisian dan penandatangan akad wakalah tersebut diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama dengan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (29/07) kemarin seperti dikutip situs kemenag.go.id.

Dalam formulir akad wakalah tersebut, calon jemaah haji selaku Muwakkil memberikan kuasa kepada Kementerian Agama selaku Wakil, untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Penerapan akad wakalah juga diatur ketika keuangan haji dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dalam UU No. 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU tersebut mengatur bahwa BPKH selaku Wakil akan menerima mandat dari calon jemaah haji selaku Muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.

Dalam UU Pengelola Keuangan Haji mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH, badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Organ BPKH terdiri atas badan pelaksana dan dewan pengawas yang bertugas mengelola penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.

Nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jemaah haji. Sesuai Pasal 3 UU Pengelola Keuangan Haji disebutkan kepentingan jemaah haji dimaksud dalam bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi BPIH, serta kemaslahatan umat Islam.

Ramadan melanjutkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, BPKH berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji. Seperti diatur dalam ketentuan peraturan pelaksanaan UU No. 34 Tahun 2014, opsi pengembangan keuangan haji oleh BPKH dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.

Meski begitu, dalam melakukan penempatan dan/atau investasi keuangan haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang hendak melaksanakan ibadah haji.

“Anggota badan pelaksana dan anggota dewan pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian atas penempatan dan/atau investasi keuangan haji secara keseluruhan yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya,” ujarnya mengingatkan. Baca Juga: Badan Pengelolaan Keuangan Haji Belum Terbentuk, Pemerintah Abaikan UU

BPKH juga wajib menyusun rencana strategis (Renstra) untuk jangka waktu 5 tahun. Berdasarkan Renstra tersebut, BPKH lalu menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan yang merupakan penjabaran secara rinci mengenai bagaimana dana haji akan dikelola pada periode itu, termasuk di dalamnya kebijakan mengenai berapa besar dana haji yang akan ditempatkan dalam produk perbankan dan/atau diinvestasikan pada surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.

“Renstra serta rencana kerja dan anggaran tahunan BPKH yang akan menjadi acuan BPKH dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan haji akan ditetapkan oleh badan pelaksana BPKH setelah terlebih dahulu dibahas dan mendapat persetujuan dari DPR. Hal ini sesuai Pasal 45 ayat (4) UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji,” katanya.
Tags:

Berita Terkait