Alasan Kehadiran Kwik Kian Gie di Sidang Praperadilan SKL BLBI
Berita

Alasan Kehadiran Kwik Kian Gie di Sidang Praperadilan SKL BLBI

Memperkuat argumentasi KPK.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Sidang peraperadilan penetapan tersangka SKL BLBI di PN Jakarta Selatan. Foto: AJI
Sidang peraperadilan penetapan tersangka SKL BLBI di PN Jakarta Selatan. Foto: AJI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri periode 1999-2000 Kwik Kian Gie sebagai saksi dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/7).

Bertindak sebagai pemohon praperadilan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sekaligus tersangka dalam perkara ini, Syafruddin Arsyad Tumenggung. Ia diwakili penasehat hukumnya Dodi S. Abdulkadir dari kantor hukum MR & Partners (MRP).

Kehadiran Kwik dalam sidang kali ini agak mengejutkan karena sebelumnya KPK lebih menjadwalkan untuk  menghadirkan dua orang ahli yaitu Adnan Paslyadja dan mantan pejabat Departemen Keuangan yang merupakan ahli keuangan negara, Siswo Sujanto.

(Baca juga: Hakim Tanyakan Pasal 55 KUHP dalam Praperadilan Kasus BLBI).

Kasak kusuk pemanggilan Kwik ini baru terlihat di waktu jeda sidang. Informasi yang diterima hukumonline pemanggilan Kwik ini tak lain untuk memperkuat argumen bahwa kasus yang ditangani KPK saat ini berbeda dari kasus BLBI yang ditangani Kejaksaan Agung pada medio 2000 hingga 2004. Ada resiko yang mungkin timbul jika hakim menganggap dua kasus tersebut sama.

KPK juga menyinggung masalah ini pada salah satu poin kesimpulan yang disampaikan kepada hakim Effendi Mukhtar. Menurut KPK, obyek penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dan KPK sangat berbeda. Selain dari alat bukti lain di persidangan, keterangan Kwik Kian Gie juga memperkuat argumentasi KPK.

"Saksi (Kwik Kian Gie) secara tegas menyatakan perbedaan perkara yang ditangani Kejaksaan Agung terkait penyimpangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar kurang lebih Rp144 triliun," tertulis dalam kesimpulan.

Dalam pemeriksaan di Korps Adhyaksa, salah satu materi yang ditanyakan terkait kucuran dana ke PT BDNI sebesar Rp37 triliun dengan tersangka atas nama Sjamsul Nursalim. Waktu kejadian perkara pada 1998. Sementara obyek penyidikan KPK terkait dengan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim oleh Syafruddin terkait penghapusan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun dengan tersangka Syafruddin sendiri dan waktu kejadian perkara pada 2004.

Tujuan tersebut makin terlihat pada proses persidangan. Salah satu anggota tim biro hukum KPK, Efi Laila menanyakan perbedaan antara pemanggilan Kwik oleh Kejaksaan Agung kala itu dengan pemanggilan yang dilakukan KPK. "Dapat dijelaskan, ada perbedaan atau sama?"

Kwik menegaskan kedua perkara yang ditangani sangat berbeda. Di Kejaksaan Agung, Kwik ditanya perihal pengucuran dana BLBI senilai Rp144 triliun. Ia menceritakan, pada 1999 lalu terjadi pengambilan uang secara serentak oleh masyarakat karena ketidakpercayaan pada bank (rush money) sehingga hal itu harus dihentikan. Jika hal itu tidak dilakukan, maka dikhawatirkan akan berdampak negatif pada sektor ekonomi.

"Oleh karena itu pemerintah beri kucuran berapa saja yang dibutuhkan tanpa ada waktu lagi. Ternyata memang berhenti dalam waktu 3 hari setelah Rp144 triliun dikucurkan," terang Kwik.

Setelah melhat keadaan kondusif, Presiden (ketika itu0 BJ Habibie memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit. Dan hasilnya cukup mencengangkan karena 90 persen dari dana Rp144 triliun tersebut ternyata tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kasus yang ditangani KPK, menurut Kwik, hanya terfokus pada satu hal saja yaitu pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Sjamsul, menurut Kwik masih mempunyai hutang kepada pemerintah sebesar Rp3,7 triliun yang harus dibayar atas kucuran dana BLBI.

"KPK hanya terfokus pada satu saja apakah Rp3,7 triliun adalah hutang Sjamsul Nursalim, bahkan keputusan saya sebagai Menko Ekuin Rp3,7 triliun harus dibayar Sjamsul Nursalim, jadi apapun yang dimiliki Sjamsul Nursalim harus digunakan untuk membayar hutang," pungkas Kwik.

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi awalnya hanya mengakui jika kehadiran Kwik hanya sebagai penyeimbang karena pemohon dalam hal ini Syafruddin yang diwakili kuasa hukumnya, Dodi S Abdulkadir pada sidang sebelumnya menghadirkan saksi fakta. Oleh karena itu KPK juga melakukan hal yang sama untuk mmeperkuat argumen mereka.

"Untuk berikan penjelasan dan berikan suatu keyakinan kepada siapapun khususnya untuk hakim tunggal penetapan tersangka SAT berdasarkan bukti permulaan yang cukup termasuk keterangan dari Pak Kwik Kian Gie," imbuhnya.

(Baca juga: Beragam Dalil Putusan Praperadilan Penetapan Tersangka).

Belakangan, ia mengakui jika salah satu poin utama menghadirkan Kwik untuk mematahkan anggapan jika kasus BLBI ini sama dengan kasus yang pernah ditangani Kejaksaan Agung. "Jelas, tadi mendengar sendiri, beliau bilang saat diperiksa kejaksaan agung dan diperiksa di KPK berbeda. Objeknya berbeda, cuma beliau tidak ingat yang di Kejaksaan Agung, tapi yang jelas berbeda.

Dalam proses sidang, pihak pemohon sendiri tidak mempermasalahkan kehadiran Kwik. "Tidak keberatan Yang Mulia," kata kuasa hukum pemohon, Dodi Abdulkadir.
Tags:

Berita Terkait