Dituntut 12,5 Tahun Penjara, Patrialis Dinilai Merusak Kredibilitas MK
Berita

Dituntut 12,5 Tahun Penjara, Patrialis Dinilai Merusak Kredibilitas MK

Patrialis menilai tuntutan ini banyak hal bersifat fiksi, semacam satu karangan-karangan yang dibuat berdasarkan fakta persidangan.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Patrialis Akbar usai mendengarkan pembacaan tuntutan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/8). Foto: RES
Patrialis Akbar usai mendengarkan pembacaan tuntutan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/8). Foto: RES
Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dituntut 12,5 tahun penjara ditambah dengan Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap untuk pengurusan uji materi UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Patrialis Akbar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap Patrialis Akbar berupa penjara selama 12 tahun dan 6 bulan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/8/2017) seperti dikutip Antara.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain pidana penjara, JPU KPK juga menuntut Patrialis untuk membayar uang pengganti sejumlah harta benda yang diperolehnya dari tindak pidana korupsi.

"Menghukum terdakwa Patrialis Akbar membayar uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yakni sejumlah 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 1 tahun penjara," tutur jaksa Lie.

Tuntutan itu mempertimbangkan sejumlah hal memberatkan yang dilakukan Patrialis. "Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidan korupsi. Perbuatan terdakwa selaku hakim telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan khususnya MK, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di muka persidangan," ungkap jaksa Lie.

Kamaludin dituntut 8 Tahun
Sedangkan teman dekat Patrialis, Kamaludin yang merupakan perantara suap dituntut 8 tahun penjara.

"Supaya majelis hakim memutuskan, satu menyatakan terdakwa Kamaludin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap Patrialis Akbar berupa penjara selama 8 tahun dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan," lanjut jaksa Lie. Baca Juga: Patrialis Bersumpah Tidak Terima Uang Sepeser Pun

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama yang sama seperti yang didakwakan kepada Patrialis. Kamaludin juga diminta untuk membayar kewajiban uang pengganti sebesar 40 ribu dolar AS.

"Menghukum terdakwa Kamaludin membayar uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yaitu sejumlah 40 ribu dolar AS dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 9 bulan penjara," lanjutnya.

Dalam surat tuntutannya, JPU KPK menjelaskan Basuki sebagai "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) dari perusahaan PT Impexindo Pratama dan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny terbukti memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta melalui seorang perantara bernama Kamaludin yang ditujukan untuk Patrialis Akbar agar mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Basuki dan Ng Fenny memiliki tujuan dikabulkannya permohonan uji materi karena UU itu dengan menjadikan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan serta harganya menjadi lebih murah.

"Uang sejumlah 10 ribu dolar AS dan Rp4,043 juta dipergunakan untuk kepentingan terdakwa Patrialis dan uang 40 ribu dolar AS dipergunakan untuk kepentingan Kamaludin," papar jaksa Lie. Baca Juga: Ada Penyelidikan ‘86’ Oknum Bea Cukai di Balik Terungkapnya Kasus Patrialis Akbar

Pemberian itu diawali dari pertemuan pada 14 September 2016 di restoran D'Kevin, Graha Intiland milik Dave Kevin Ariman yang merupakan anak Basuki. Saat itu Patrialis menyarankan agar para pemohon "judicial review" membuat permohonan kepada hakim MK agar segera mengeluarkan putusan.

Penyerahan uang pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS.

Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS. Selanjutnya pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS diberikan kepada Kamaludin yang sejumlah 10 ribu dolar AS diberikan Kamaludin kepada Patrialis untuk kepentingan umrah.

Lebih lanjut Basuki dan Ng Fenny menjanjikan sesuatu kepada Patrialis Akbar yakni pada 19 Oktober 2016, Basuki menyampaikan kepada Kamaludin punya kemampuan uang Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim yang belum menyampaikan pendapat.

Patrialis Akbar juga pernah meminta Kamaludin datang ke kantor MK untuk menyampaikan bahwa sudah ada draft putusan uji materi yang akan diajukan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) serta menunjukkan pendapatnya yang tertuang dalam draft putusan dan telah ditandai dengan stabilo warna biru.

Atas seizin Patrialis Akbar, Kamaludin kemudian mengambil gambar draf putusan tersebut menggunakan telepon genggamnya.

Terhadap tuntutan itu, Patrialis akan mengajukan nota pledoi (pembelaan).

"Pertama, saya mengucapkan innalillahi wainnaillahi rajiun. Karena saya sudah mengungkapkan di persidangan seluruh fakta-fakta dan dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada JPU, banyak hal yang saya lihat itu adalah fiksi, semacam satu karangan-karangan yang dibuat berdasarkan fakta persidangan," kata Patrialis usai sidang.

Nota pembelaan itu menurut Patrialis lebih untuk mengungkapkan fakta. "Nanti Anda bisa lihat dari nota pembelaan saya. Sekali lagi saya tetap menghormati karena memang tugasnya JPU ya menuntut orang. Sementara tugas saya sebagai terdakwa dan penasihat hukum akan mengungkapkan fakta. Tidak hanya membela, tapi lebih pada mengungkapkan fakta," tambah Patrialis.
Tags:

Berita Terkait