Permen PUPR Kewajiban Penggunaan Transaksi Non Tunai Masuk Tahap Finalisasi
Berita

Permen PUPR Kewajiban Penggunaan Transaksi Non Tunai Masuk Tahap Finalisasi

Penerbitan payung hukum tersebut dikebut demi memenuhi pelaksanaan elektronifikasi jalan tol pada Oktober 2017 mendatang. Kementerian PUPR menyebut Permen PUPR terbit pertengahan Agustus 2017.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Foto: NNP
Foto: NNP
Seluruh transaksi di ruas jalan tol diwajibkan menggunakan uang elektronik terhitung mulai Oktober 2017. Payung hukum kewajiban penggunaan transaksi non tunai tersebut masih digodok oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Herry Trisaputra Zuna mengatakan bahwa aturan kewajiban elektronifikasi jalan tol masuk tahap finalisasi. Tidak lama lagi, Peraturan Menteri PUPR (Permen PUPR) tentang Kewajiban Penggunaan Transaksi Non Tunai di Jalan Tol bisa segera diterbitkan setidaknya sebelum pelaksanaan elektronifiasi jalan tol yang kurang lebih dua bulan mendatang. 

“Ini sedang kita finalisasi, semestinya minggu ini sudah bisa terbit,” kata Herry saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Selasa (15/8).

Dengan diterbitkannya aturan tersebut, Herry berharap pengguna jalan tol, perbankan, termasuk Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dapat menyesuaikan dengan kewajiban transaksi non tunai pada masa transisi. Bagi pengguna tol, masa transisi dipakai mempersiapkan diri mengubah kebiasaan membayar secara tunai menjadi non tunai.

Bagi perbankan, masa transisi digunakan untuk mempersiapkan sarana yang dibutuhkan dalam mendukung elektronifikasi pembayaran jalan tol. Sementara bagi BUJT, masa transisi akan memberikan ruang untuk mempersiapkan alih fungsi SDM dengan pelatihan yang memadai. (Baca Juga: Regulasi-Regulasi ‘Penjaga Optimisme’ di Sektor Jasa Keuangan)

Kepada hukumonline, Herry mengungkapkan setidaknya ada dua substansi penting yang akan diatur dalam Permen PUPR tentang Kewajiban Penggunaan Transaksi Non Tunai di Jalan Tol, yakni tata cara transaksi dan tahapan pelaksanaan. Untuk pelaksanaannya, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian PUPR telah sepakat menerapkan empat tahapan sebagaimana sebelumnya telah ditandatangani dalam kesepakatan bersama pada 31 Mei 2017 lalu.

Empat kesepakatan tersebut antara lain elektronifikasi jalan tol Oktober 2017, integrasi tarif dan gerbang ruas jalan tol dilakukan dengan proses split tariff yang cepat dan akurat. Selain itu, integrasi jalan tol dengan konsorsium Electronic Toll Collection (ETC) yang akan mengintegrasikan sistem pembayaran dari seluruh ruas jalan tol dengan multi issuer serta implementasiMultilane Free Flow (MLFF) paling lambat akhir 2018.

“Permen ini tidak atur sanksi. Yang kita atur dilapangan bahwa nanti sudah ngga ada yang sediakan (uang) kembalian. Nanti dilapangan akan diatur protokolnya, kalau kepaksa masuk gimana handiling-nya,” kata Herry.

Herry menjelaskan, teknis pelaksanaan di lapangan akan banyak dibuat lewat aturan di luar Permen PUPR tentang Kewajiban Penggunaan Transaksi Non Tunai di Jalan Tol. Misalnya, ketika ada pengguna jalan tol yang masuk tetapi tidak memiliki alat untuk melaksanakan transaksi non tunai, maka pengguna disarankan untuk membeli kartu transaksi non tunai yang disediakan di gardu tol. Ataupun, misalnya pengguna jalan tol ternyata kehabisan saldo, maka akan ditempatkan alat isi ulang (top up) kartu pada gardu tertentu.

“Nanti harus ada kartu minimum yang ada dibeli. Kita sediakan orang menjual. Tapi lama-lama kan semua. Top up juga di beberapa gardu di lokasi. kita intinya cari kemudahan,” kata Herry. (Baca Juga: Meneropong Sisi Bisnis di Balik Penerapan Transaksi Non Tunai di Jalan Tol)

Merujuk data BI, transaksi non tunai di jalan tol mengalami peningkatan yang signifikan. Per Januari 2017 tercatat 16,4% dan meningkat di angka 28% pada bulan Juni 2017 serta nilai transaksi non tunai ikut meningkat antara 90-100% pada periode yang sama. Khusus untuk tol area Jabodetabek sendiri, terjadi peningkatan sampai 33% pada bulan Juni 2017 sehingga diharapkan saat implementasi pada Oktober 2017 mendatang bisa mencapai angka 100%.

Di sisi lain, BI sendiri terus mendorong keterlibatan perbankan secara lebih luas sebagai penyedia layanan non tunai di jalan tol. Hal itu dilatarbelakangi agar tidak terjadi eksklusivitas sebagaimana harapan BI. Makanya, BI mendorong industri perbankan agar mengimplementasikan interkoneksi dan interopabilitas uang elektronik melalui konvergensi SAM multi applet sebagaimana dituangkan dalam aturan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN/National Payment Gateway).

Direktur Eksekutif Program Transformasi BI, Aribowo mengatakan bahwa tahap pertama pada Oktober 2017 mendatang, terdapat empat bank BUMN (BTN, BRI, Mandiri, dan BNI) yang akan menjadi penyedia layanan non tunai. Sementara, untuk bank swasta yang direncanakan masuk terdapat empat antara lain BCA, Nobu Bank, Mega, dan Bank DKI. Khusus untuk BCA, dikabarkan akan mulai beroperasi lebih cepat dari tiga bank lainnya sebelum Desember 2017 mendatang. (Baca Juga: Kisah Pembatasan Transaksi Tunai dalam Hukum Indonesia)

“Bagi yang blm masuk, sifatnnya bisa co-branding dengan bank penerbit e-money. Skema bisnisnya ada beberapa tahap, bank yang sudah invest bikin infrastruktur dia akan bayar. Tapi kalau sudah ETC, ada Merchand Discount Rate setelah model bisnis ETC jalan,” kata Aribowo.

Sementara, Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Eni V. Panggabean mengatakan bahwa untuk menarik minat yang lebih tinggi dari pengguna jalan tol, perbankan dan BPJT sepakat memberikan diskon sebesar 50 persen pada kartu e-money pada periode tertentu. Diharapkan, animo pengguna jalan tol dapat lebih tinggi sehingga saat Oktober mendatang seluruh pengguna telah menggunakan kartu e-money. “Waktunya disepakati tanggal 17 Agustus sampai 30 September,” kata Eni.

Presiden Direktur PT Marga Mandala Sakti (MMS), Wiwiek D. Santoso, salah satu pelaku BUJT mengatakan bahwa seluruh gardu pada dasarnya dapat menerima transaksi non tunai. Sebab, alat pembayaran pada gardu tol telah dibuat hybrid dalam arti dapat menerima pembayaran secara tunai dan manual. Wiwiek menekankan, perlu dibedakan antara gardu tol konvensional dengan gardu tol otomatis (GTO) yang hanya khusus menerima transaksi non tunai.

“MMS bisa terima transaksi dari Himbara. BCA juga segera. Ruas tol Cikopo-Palimanan sudah ada BCA. Kami dukung adanya program ini, tapi ini sangat tergantung kesiapan pengguna jalan,” kata Wiwiek.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus D.W Martowardojo mengatakan bahwa selama ini sistem pembagian pendapatan yang didapat dari ruas tol kepada BUJT dilakukan secara manual. Cara ini sangat berisiko bagi operator jalan tol, misalnya terjadinya kesalahan penghitungan penerimana dan pengembalian, beredarnya uang palsu, fraud, serta tingginya biaya operasional lantaran mengelola uang tunai (cash handling) dalam jumlah yang besar. Belum lagi, dari sisi bisnis perbankan, pembayaran tol secara tunai ini juga menyulitkan karena mesti melakukan perjanjian secara bilateral dengan masing-masing pengelola jalan tol.

“Ada 22 operator jalan tol. Kalau masing-masing bilateral (perjanjian dua pihak dengan perbankan) sistem jadi kusut. Jadi, tidak ada efisiensi. Kita harus punya komitmen jalankan arahan dari Presiden untuk jalankan ini,” kata Agus.

Dalam implementasi tahap pertama pada Oktober 2017 mendatang, perbankan yang ingin ikut dalam skema pembayaran non-tunai cukup terhubung dalam sistem ETC. Dalam konsorsium itu, nantinya akan ditiadakan fee senilai 0,3% dan digantikan dengan MDR. Kemudian, perbankan mesti menyiapkan sistem top up di mana BI mengizinkan bank untuk mengenakan fee dengan besaran tertentu. Kata Agus, fee tersebut tidak boleh ditetapkan berlebihan.

Dalam tahap terakhir yakni pada MLFF, pengguna tol yang melakukan tap atau pembayaran di pintu masuk tol, nantinya transaksi itu secara otomatis dapat langsung di switching ke dua pihak, yakni pihak bank dan pihak operator jalan tol dengan pembagian yang sesuai dengan tarif.

“Setelah lewat, dibayar, langsung rekonsiliasi mana yang diterima oleh BUJT, mana issuing card, itu semua akan dapat porsinya. Dengan tiga hal itu, lamanya rekonsiliasi data operator antar bank sebelum adanya uang elektronik di beberapa bank bisa diatasi,” kata Agus.
Tags:

Berita Terkait