Novel: KPK Miliki Banyak Saksi Kunci Kasus e-KTP
Berita

Novel: KPK Miliki Banyak Saksi Kunci Kasus e-KTP

Novel tetap menginginkan pembentukan tim pencari fakta (TPF) independen yang tidak mengandung unsur kepolisian untuk mengungkap kasusnya.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Aksi koalisi masyarakat sipil anti korupsi memberikan dukungan untuk penyidik KPK Novel Baswedan serta KPK secara lembaga di Jakarta, Selasa (11/4).
Aksi koalisi masyarakat sipil anti korupsi memberikan dukungan untuk penyidik KPK Novel Baswedan serta KPK secara lembaga di Jakarta, Selasa (11/4).
Penyidik KPK Novel Baswedan menegaskan KPK memiliki banyak saksi kunci untuk mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP berbasis elektronik (e-KTP) meski salah satu saksi yaitu Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem telah meninggal dunia.

"Tentunya kalau saya mau bicara saksi kunci, saksi kuncinya juga banyak, tidak cuma satu. Ini yang harus jadi perhatian kita semua. Kalau salah satu saksi e-KTP meninggal tentu tidak terlalu berpengaruh terhadap pembuktian perkara tersebut," kata Novel kepada Antara di Singapura, Selasa (15/8/2017). Baca Juga: Ketika Optimisme Novel Mulai Terkikis

Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017.

Sementara Johannes Marliem ditemukan tewas di rumahnya di Los Angeles pada Kamis (10/8) dini hari, 10 Agustus waktu setempat. Berdasarkan pemberitaan media di Amerika Serikat, Johannes ditulis tewas akibat bunuh diri.

Sebelum tewas, Johannes diketahui pernah menyampaikan kekhawatiran mendapat ancaman ke media dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Apalagi, Johannes juga pernah berbicara di salah satu media massa bahwa ia memiliki bukti rekaman percakapan yang diduga melibatkan pihak-pihak lain dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.

"Tentunya saya tidak bisa berspekulasi apakah kematian Johannes terkait kasus e-KTP atau tidak, tapi saya kaget di beberapa media saya baca ada beberapa yang senang dan kemudian meminta agar dengan meninggalnya saksi tersebut agar ditutup perkara e-KTP, ini lucu, kenapa? Karena e-KTP ini faktanya banyak sekali," ungkap Novel yang juga menjadi penyidik dalam kasus e-KTP tersebut.

Meski yang terlibat banyak sudah meninggal dan bahkan tidak semua pertimbangan hukum KPK disetujui hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama untuk terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan Sugiharto dan sejumlah hambatan lain, Novel masih optimistis KPK dapat mengungkapkan kasus tersebut.

Perusahaan Johannes Marliem dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP adalah PT Biomorf Lone LLC selaku penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merk L-1 yang digunakan dalam e-KTP. Johannes juga disebut ikut memberi 200 ribu dolar AS pada Oktober 2012 kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Sugiharto sebagai "fee" karena konsorsium PNRI dinyatakan lulus evaluasi.

Johannes Marliem juga disebut mendapatkan keuntungan seluruhnya berjumlah 14,88 juta dolar AS dan Rp25,242 miliar. Bahkan, saat DPR membuat panitia khusus (pansus) tentang KPK yang salah satu sebabnya adalah karena Novel mengatakan bahwa salah satu saksi yaitu anggota DPR Miryam S Haryani ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mencabut keterangan dalam kasus e-KTP.

"Saya sangat optimis mengenai hal itu, kenapa? Coba lihat ketika salah satu anggota pansus hak angket berkata bahwa saya berbohong di pengadilan dan segala macam, sekarang bukti itu sudah keluar di pengadilan. Apakah orang ini bisa bertanggung jawab dengan kata-katanya sendiri? Orang ini apakah tidak malu dengan kata-katanya sendiri?" ungkap Novel mempertanyakan.

Ia menegaskan bahwa seorang pejabat publik seharusnya adalah orang yang dapat mempertanggungjawabkan kata-katanya.

"Ketika ia berkata seperti itu, ini suatu hal yang tidak baik. Saya sebagai penyidik dan rekan-rekan (penyidik KPK) lain ingin bekerja dengan serius, bekerja dengan bertanggung jawab. Terkait dengan masalah hak angket dan masalah keterangan Miryam yang mencabut keterangan saya kira keterangan Ibu Miryam sedang dibahas dalam proses peradilan dan bukti-bukti yang diperoleh KPK sudah sangat banyak dan tentunya akan dapat dibuktikan perkara itu," jelas Novel.

Ia pun berharap agar Miryam S Haryani yang saat ini juga sudah ditetapkan sebagai terdakwa memberikan keterangan palsu di pengadilan dalam kasus e-KTP dapat memberikan keterangan yang sebenarnya.

"Lebih baik bila Bu Miryam bercerita dengan benar karena itu kewajiban bagi yang bersangkutan sebagai saksi. Bila hak angket ditujukan benar untuk menghalang-halangi KPK karena KPK menangani perkara DPR, hal itu sangat disayangkan dan tentu saya berharap perwakilan dari rakyat bisa bekerja betul-betul untuk kepentingan rakyat jangan untuk kepentingan segelintir orang," tegas Novel.

Tetap perlu TPF independen
Dalam kesempatan ini, Novel tetap menginginkan pembentukan tim pencari fakta (TPF) independen yang tidak mengandung unsur kepolisian untuk mengungkap kasusnya. "Jadi tim gabungan pencari fakta tentunya tidak melibatkan anggota Polri, tapi melibatkan profesional, akademisi dan ahli-ahli lainnya yang kemudian bisa menjadikan suatu kinerja untuk melakukan pendalaman terkait peristiwa itu," kata dia.

Ia pun mengaku akan mengungkap nama jenderal kepolisian yang sebelumnya dia diduga ikut dalam peristiwa penyerangan itu kepada tim pencari fakta. "Soal nama jenderal yang saya sebut yang lagi yang saya sampaikan terkait dengan peristiwa-peristiwa teror itu adalah konsumsi untuk tim gabungan pencari fakta karena kalau saya sampaikan ke penyidik itu hanya membebani pekerjaan-pekerjaan mereka. Toh juga tidak akan membuat mereka menyelesaikan tugasnya dengan baik," bebernya.

Sebelumnya, Senin (14/8) kemarin, Novel dimintai keterangan sebagai saksi korban oleh tim penyidik Polda Metro Jaya di KBRI Singapura. Saat itu, ia didampingi oleh tim KPK termasuk Ketua KPK Agus Rahardjo dan tim penasihat hukumnya.

"Kalau ada yang mengatakan ingin membentuk tim gabungan KPK-Polri, saya kira itu tidak tepat karena itu dibicarakan setelah perkara atau setelah peristiwa ini terjadi lebih dari 3 bulan. Seandainya KPK ikut dalam tim itu, KPK-nya bisa berbuat apa?" katanya.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan ingin membentuk tim gabungan KPK-Polri yang memiliki wewenang projustisia untuk mengungkap pelaku penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan.

"Saya ingat ketika awal terjadinya peristiwa, KPK menawarkan diri untuk membantu, dan kemudian disampaikan bahwa itu tidak sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KPK, saya setuju dengan itu, saya bisa memahami. Tapi ketika sekarang baru dibilang seperti itu, saya kira waktunya sudah tidak tepat lagi," kata Novel.

Namun, Novel meminta dibentuk adanya tim gabungan pencari fakta yang beranggotakan unsur di luar kepolisian. Baca Juga: Polri Diminta Lebih Aktif Demi Tuntaskan Kasus Novel

"Tentunya bagi polri ini akan menguntungkan, akan ada suatu fakta objektif yang oleh Kapolri bisa dilihat apakah benar indikasi-indikasi yang selama ini beredar bahwa staf-staf di bawahnya tidak serius atau ada masalah dalam penanganan perkara ini. Saya kira itu baik bila dilihat secara professional, itu bisa dijadikan bahan pembanding. Kita berharap ke depan Polri bisa jadi lebih baik, bisa menjadi bahan instropeksi saya pikir itu," tegas Novel.

Hingga lebih dari 120 hari pelaku penyerangan Novel Baswedan belum ditemukan meski kepolisian sudah memeriksa banyak saksi. Bahkan, membuat sketsa terduga pelaku hingga menahan sejumlah orang yang kemudian dilepaskan lagi. Sketsa pelaku yang ditunjukkan Kapolri seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Senin (31/7) lalu menunjukkan pelaku adalah pria dengan ciri-ciri tingginya sekitar 167-170 cm, berkulit agak hitam, rambut keriting dan badan cukup ramping.
Tags:

Berita Terkait