Program JKN Dorong Investasi Sektor Kesehatan
Berita

Program JKN Dorong Investasi Sektor Kesehatan

Kontribusi JKN terhadap perekonomian nasional mencapai ratusan triliun rupiah.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diprediksi akan mendorong secara signifikan investasi sektor kesehatan. Triliunan rupiah uang mengalir dalam program jaminan kesehatan ini. Imbas lanjutannya, jumlah tenaga kerja yang terserap bisa bertambah. Dibuka sejak 2014, program JKN dipercaya bukan hanya membuka akses lebih luas bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan, tetapi juga berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia.

Kontribusi program JKN terhadap perekonomian itu terekam dari hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), yang dilansir Selasa (15/8).

Kepala Kajian Grup Kemiskinan dan Perlindungan Sosial LPEM FEB UI, Teguh Dartanto, mengatakan dampak JKN terhadap ekonomi nasional sifatnya positif dan berkelanjutan. Untuk jangka pendek, program JKN mendorong aktivitas ekonomi di sektor yang bersinggungan dengan program JKN seperti jasa kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), industri farmasi, alat kesehatan dan non kesehatan.“Kontribusi total JKN terhadap perekonomian Indonesia tahun 2016 mencapai Rp152,2 triliun. Pada 2021 kontribusnya diperkirakan meningkat sampai Rp289 triliun,” kata Teguh.

Dalam jangka panjang program JKN meningkatkan mutu modal manusia. Hal ini merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Tahun 2016, dampak JKN diantaranya menyasar jasa kesehatan Rp57,9 triliun, industri farmasi dan alat kesehatan Rp10,3 triliun, jasa kesehatan dan kegiatan sosial swasta Rp14,6 triliun.

Sektor industri makanan dan minuman terdampak Rp17,2 triliun, perdagangan selain mobil dan sepeda motor Rp7,5 triliun, jasa angkutan, pos dan kurir Rp3,5 triliun. Kemudian jasa keuangan dan persewaan Rp2,4 triliun serta sektor lain Rp38,6 triliun.

Menurut Teguh bertambahnya peserta JKN akan meningkatkan investasi di sektor kesehatan seperti pembangunan fasilitas kesehatan (faskes), produksi obat dan alat kesehatan. Tentunya hal itu mendorong peningkatan jumlah lapangan pekerjaan bagi tenaga kesehatan. “Memacu perekonomian Indonesia semakin berkembang,” ujarnya.

Selain itu program JKN meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia karena lebih sehat dan umurnya makin panjang. Kondisi itu diyakini mendorong peningkatan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia jangka panjang.

(Baca juga: Inilah Tiga Besar Kategori Penunggak Iuran JKN).

Program JKN bagi Teguh akan meningkatkan harapan hidup masyarakat sebesar 2,9 tahun. Berikutnya, berkontribusi 0,84 persen dari total PDB Indonesia, kenaikan 1 persen peserta JKN setara dengan peningkatan pendapatan masyarakat sebesar Rp1 juta per tahun per kapita.

Pada sektor ketenagakerjaan, program JKN berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja sebesar 1,45 juta orang tahun 2016. Jumlah itu menurut Teguh dapat meningkat jadi 2,56 juta orang pada 2021. “Penciptaan lapangan kerja itu ada di beberapa sektor seperti jasa kesehatan pemerintah (RS dan puskesmas) sebesar 864 ribu orang (2016), bakal meningkat 1,348 juta orang (2021),” urainya.

Untuk sektor farmasi, penciptaan lapangan kerja mencapai 27,2 ribu orang (2016) dan diperkirakan meningkat 42,5 orang (2021). Industri makanan dan minuman sekitar 34,1 ribu orang (2016) dan 53,3 ribu orang (2021).

(Baca juga: Manfaat JKN Bagi Buruh Terkena PHK Belum Berjalan).

Teguh menyebut dampak program JKN akan semakin besar seiring banyaknya jumlah RS swasta yang bermitra dengan BPJS Kesehatan. Dengan begitu sistem yang terbangun dengan baik pada tahun ke-4 pelaksanaan JKN akan menimbulkan kompetisi antar sesama pemberi layanan. Hal itu akan menghasilkan perbaikan layanan yang semakin baik.

Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan program JKN kini berkembang menuju cakupan semesta. Jumlah peserta JKN saat ini mencapai 180 juta jiwa atau lebih dari 70 persen dari jumlah proyeksi penduduk Indonesia di tahun 2017. Akhir tahun 2016 pemanfaatan kartu BPJS Kesehatan sebanyak 177,8 juta kunjungan ke faskes. Jumlah kunjungan itu terus meningkat sejak 2014.

Bagi Fachmi program JKN merupakan bentuk kehadiran negara untuk rakyatnya. Pemerintah telah menjalankan amanat UU dengan menjalankan program JKN. “Selain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, bagi masyarakat yang sehat program ini memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian,” papar Fachmi.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengakui kehadiran program JKN memberi manfaat besar kepada masyarakat. Tapi potensi besar yang dimiliki BPJS Kesehatan belum di dukung oleh kinerja direksi BPJS Kesehatan. Selama ini direksi BPJS Kesehatan belum mampu memaksimalkan kerjanya sehingga masih terjadi banyak masalah pelayanan yang dialami peserta JKN di RS.

(Baca juga: Penting Bagi Pelaku Usaha! BPJS Terbitkan SE untuk Mudahkan Pendaftaran Kepesertaan Badan Usaha).

Timboel melihat masih banyak peserta yang tidak paham regulasi JKN karena sering berubah sehingga pasien harus mengeluarkan uang sendiri. Misalnya, Permenkes No.4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Permenkes No.52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Peraturan itu intinya mengatur tambahan biaya untuk peserta JKN yang ingin naik kelas perawatan. Tapi, Permenkes itu menurut Timboel melegitimasi pembiayaan oleh peserta.

Soal kepesertaan di tahun 2017 mencapai 70 persen, Timboel yakin BPJS Kesehatan akan gagal memenuhi cakupan kesehatan semesta (UHC) 1 Januari 2019. Menurutnya BPJS Kesehatan akan sulit menggaet 30 persen kekurangan kepesertaan itu dalam waktu yang tersisa. “Untuk mencapai target kepesertaan UHC, direksi harus merekrut rata-rata 5,8 juta peserta baru per bulan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait