Polisi Tetapkan Tersangka Baru Kasus First Travel
Berita

Polisi Tetapkan Tersangka Baru Kasus First Travel

Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku Komisaris PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) diduga ikut membantu tindak pidana penipuan yang dilakukan First Travel. Beberapa aset milik Andika Surachman (Dirut First Travel) dan Anniesa Hasibuan (Direktur) diketahui dibeli atas nama Kiki.

Oleh:
FNH/NNP/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Polisi menetapkan Komisaris PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan sebagai tersangka. Kiki yang merupakan adik dari Anniesa Desvitasari Hasibuan diduga terlibat dalam penipuan dan penggelapan dana umrah puluhan ribu pengguna jasa perusahaan tersebut.

Kepala Unit V Sub Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri AKBP M. Rivai Arvan mengatakan bahwa penetapan Kiki Hasibuan sebagai tersangka dilakukan setelah Kiki diperiksa sebagai saksi bersama saudaranya, Ivan pada Rabu (16/8) kemarin.

Dari hasil pemeriksaan, Kiki diduga ikut membantu tindak pidana penipuan yang dilakukan pasangan suami istri Anniesa dan Andika Surachman di mana keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Iya sudah ditahan,” kata Rivai sebagaimana dikutip Antara Jumat (18/8).

Rivai melanjutkan, penetapan status tersangka tersebut dilakukan lantaran beberapa aset milik Andika dan Anniesa diketahui dibeli atas nama Kiki. Ia merinci, aset yang dimaksud di antaranya seperti rumah dan mobil. (Baca Juga: Satgas Waspada Investasi Hentikan Kegiatan First Travel, Bagaimana Nasib Jamaah?)

Aset tersebut juga telah disita oleh Bareskrim. Sebelumnya, Penyidik juga telah menyita rumah mewah milik Anniesa dan Andika yang berlokasi di Sentul Bogor serta empat unit mobil. Keempat diantaranya yakni Daihatsu Sirion putih nopol B 288 UAN, Toyota Vellfire putih nopol F 777 NA, Pajero Sport Dakar putih nopol F 111 PT, dan VW Caravelle putih nopol F 805 FT.

Dalam kesempatan sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Herry Rudolf Nahak mengataka bahwa kasus ini terkuak berkat 13 agen First Travel yang melapor ke polisi. First Travel sendiri menawarkan sejumlah paket umrah melalui para agennya dengan harga yang murah kepada para calon jemaah.

Paket 1 atau yang disebut paket promo umrah dipasarkan seharga Rp14,3 juta per jamaah. Sedangkan, paket reguler ditawarkan Rp25 juta sementara paket VIP dengan harga Rp54 juta. "Animo masyarakat cukup besar. Bahkan pelaku sempat merekrut agen-agen yang bertugas merekrut jamaah," katanya.

Dari hasil investigasi, kata Herry, pelaku telah merekrut 1.000 orang agen, dimana 500 agen di antaranya adalah agen yang aktif mencari jamaah. Selain itu terungkap bahwa sedikitnya ada 70 ribu calon jamaah yang telah membayar biaya umrah. Namun hanya 35 ribu jamaah yang bisa diberangkatkan. Pihaknya memperkirakan kerugian yang diderita para jamaah atas kasus ini mencapai Rp550 miliar. (Baca Juga: Kasus First Travel, YLKI: Pidana Jangan Hilangkan Hak Perdata Konsumen)

"Sisanya, tidak bisa berangkat karena berbagai alasan," katanya.

Kamis (17/8) kemarin, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa First Travel harus bertanggung jawab penuh terhadap pengembalian dana calon jamaah umrah yang menjadi korban biro perjalanan bermasalah. First Travel tidak bisa begitu saja lepas tanggung jawab sekalipun pemilik sudah ditetapkan sebagai tersangka di kepolisian. "Jadi kewajiban itu tetap melekat pada First Travel meskipun izinnya dicabut," kata Lukman.

Lukman melanjutkan, terdapat dua opsi tanggung jawab First Travel terhadap. Pertama, First Travel harus mengembalikan uang yang telah disetorkan untuk berangkat umrah ke Tanah Suci Kedua, First Travel tidak bisa memberangkatkan jamaah korban karena izin operasinya sudah dicabut namun lewat biro perjalanan lain dengan tanggungan biaya dari First Travel. Menurut Lukman, wewenang Kemenag dalam kasus First Travel adalah pada regulasi izin operasi biro perjalanan umrah. (Baca Juga: Liputan Khusus Waspada Investasi Ilegal)

Sementara penyelenggaraan umrah itu dioperasikan oleh biro-biro travel yang resmi mendapatkan izin dari Kemenag. Pemerintah sampai saat ini tidak mengoperasikan penyelenggaraan umrah sebagaimana terjadi pada urusan haji. Persoalan perlunya pemerintah menetapkan batas bawah harga paket umrah, dia mengatakan hal itu sedang dikaji pemerintah menilik tidak adanya pembatasan harga kerap dimanfaatkan biro travel untuk menjaring korban dengan harga murah.

"Jadi ini kan tanggung jawab First Travel jadi First Travel harus bertanggung jawab terhadap uang jamaah yang sudah disetorkan kepada, kalau jamaah kepada mereka," kata Lukman.

Pertanyaanya, apakah aset First Travel cukup? Hasil penyelidikan Bareskrim Polri, hanya ditemukan dana Rp1,3 juta dari delapan rekening milik pelaku. Sejauh ini, Bareskrim masih terus menyelidiki aliran dana jamaah yang telah disetorkan ke First Travel. Untuk menelusuri aliran dana tersebut, pihak Bareskrim akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Bareskrim juga menerima laporan dari sejumlah pengelola hotel di Makkah dan Madinah bahwa First Travel belum membayar sewa penginapan senilai Rp24 miliar sejak 2015 hingga 2017. Karenanya, Bareskrim akan terus mendalami aliran dana para pengguna jasa perusahaan tersebut.

Belum Ada Aturan Tegas
Kuasa Hukum korban First Travel Cabang Kebun Jeruk, Herdiyan Saksono, mengatakan bahwa sepatutnya Satgas Anti Investasi Bodong dari awal sudah bekerja sama dengan PPATK untuk mengawasi pergerakan uang First Travel, terutama uang tunai yang ditarik dari transaksi perbankan.

Selain itu, Satgas juga harus segera bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) selaku pihak yang memiliki kewenangan terhadap perusahaan-perusahaan atau biro perjalanan yang bergerak di bidang umroh. Herdiyan menilai, model usaha penghimpunan dana masyarakat, kecuali untuk kepentingan haji, sudah seharusnya dilarang. Hal tersebut mengingat tak ada aturan yang tegas dalam model bisnis di Indonesia.

“Dan membuat permanen satgas dengan satuan khusus yang melibatkan seluruh komponen negara termasuk Kemenag. Karena investasi semacam ini berbahaya, menghimpun dana masyarakat dan meresahkan. Pelaku bisnis seperti ini tidak bisa menyamai pemerintah yang bisa menghimpun dana haji,” katanya kepada hukumonline, Jumat (18/8).

Selain itu, Herdiyan juga menyoroti pasal TPPU yang bisa dikenakan kepada dua tersangka First Travel. Ia menyatakan bahwa kepolisian harus jeli dan transparan dalam menangani perkara ini. Apalagi khususnya First Travel cabang Kebun Jeruk-Jakarta Barat, yang menggunakan rekening pribadi untuk menampung seluruh dana calon jamaah umroh, dan bukan atas nama rekening First Travel.

Melihat sistem ponzi yang diyakini ada di dalam skema First Travel, maka Herdiyan berharap pihak kepolisian juga harus memeriksa seluruh jaringan First Travel secara transparan.

“Seluruh jaringan harus diperiksa secara transparan. TPPU yang disangkakan harusnya bukan hanya terbatas pada duo AA saja, tetapi para mitra franchise yang memutar uang calon jamaah bukan untuk peruntukannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada biro penyelenggara jasa umrah, PT. First Anugerah Karya Wisata atau First Travel untuk segera mengembalikan uang ribuan calon jamaah umrah yang menjadi korban karena tak kunjung diberangkatkan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Bogor, Senin (14/8), mengatakan izin operasional First Travel selama ini bukan berasal dari lembaganya, mengingat status First Travel yang merupakan biro perjalanan umrah.

Namun, OJK sebagai pengawas industri jasa keuangan, sudah berkoordinasi dengan lintas kementerian, termasuk Kementerian Agama, untuk penanganan kasus ini. "Sudah ada masyarakat yang dirugikan dan ini sudah dilaporkan dan sudah diatasi secara hukum," kata Wimboh.

OJK, lanjut Wimboh, tidak akan menyuntikkan dana atau "bail out" untuk menangani kerugian yang diderita para jamaah. Kewajiban ganti rugi tetap harus dibayar First Travel. "Tidak ada (bail out), kita hanya bantu mengkomunikasikan. Kan ini lagi proses identifikasi, investigasi. Kita tunggu saja lah nanti. Kalau dia (First Travel) punya duit, harus dibayar," tuturnya.

Tags:

Berita Terkait