Bos First Travel Janji Refund Rp4,29 Miliar pada Agustus dan September
Berita

Bos First Travel Janji Refund Rp4,29 Miliar pada Agustus dan September

Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Desvitasari Hasibuan selaku Direktur First Travel berkomitmen mengembalikan dana (refund) 300 calon jamaah umrah senilai Rp 4,29 Miliar pada 28 Agustus 2017 dan 25 September 2017.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Bos PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel pernah berjanji untuk mengembalikan dana (refund) seratus persen kepada para calon jamaahnya. Komitmen tersebut dilontarkan sendiri oleh Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Desvitasari Hasibuan selaku Direktur First Travel.

Ketua Komnas Haji & Umrah, Mustolih Siradj mengatakan bahwa Andika dan Anniesa telah berkomitmen mengembalikan dana 300 orang calon jamaah umrah yang merupakan klien dari Komnas Haji & Umrah seratus persen tanpa potongan. Pengembalian itu disepakati dalam dua skema pembayaran, pertama pada 28 Agustus 2017 untuk 120 calon jamaah sementara sisanya sebanyak 180 calon jamaah dibayar 25 September 2017.

“Komitmen itu tertulis, ada kesepakatan. Andika mewakili Direksi First Travel dan saya Mustolih sebagai kuasa hukum jamaah. Dan ada beberapa teman yang menyaksikan,” kata Mustolih kepada hukumonline Jumat (18/8).

Mustolih mengungkapkan, upaya menemui dan meminta pertanggungjawaban langsung dari bos First Travel baru bisa dilakukan setelah sebelumnya menempuh sejumlah upaya. Pertama-tama, Komnas Haji & Umrah melakukan somasi kepada First Travel namun surat tersebut tidak ditanggapi sama sekali. Di waktu bersamaan, Komnas Haji & Umrah juga mencoba jalan lain dengan menggandeng pihak Kementerian Agama agar memfasilitasi upaya mediasi antara calon jamaah dengan First Travel.

Upaya mediasi pertama dilakukan tanggal 16 Mei 2017 di kantor Kementerian Agama. Pertemuan terbatas itu dihadiri sendiri oleh Mustolih dan perwakilan pihak First Travel, yakni Saminoto. Namun, oleh karena perwakilan yang mengaku kuasa hukum dari First Travel tidak dapat menunjukkan surat kuasa, pihak dari Kementerian Agama dan Komnas Haji & Umrah menolak kehadiran mereka lantaran dianggap tidak memiliki legal standing.

Setelah mediasi pertama tidak membuahkan hasil, Komnas Haji & Umrah terus mendesak pihak Kementerian Agama untuk memanggil First Travel untuk kembali menempuh upaya mediasi. upaya selanjutkan berlangsung pada 24 Mei 2017. Pada pertemuan tersebut, pihak yang terlibat lebih luas seperti ada beberapa jamaah lain di luar kuasa kepada Komnas Haji & Umrah. Sayangnya, perwakilan First Travel baik kuasa hukum atau jajaran direksi sama sekali tidak memunculkang batang hidungnya.

“Karena waktu itu masuk bulan puasa, kita break dulu. Tapi setelah itu, Kementerian Agama didorong untuk melakukan mediasi sekali lagi karena waktu itu dua kali tidak hadir. 10 Juli 2017 mediasi, sayangnya direksi tidak mengutus siapapun. Mediasi berlangsung sejak pukul 14:00 WIB sampai jelang Maghrib itu hasilkan notulensi,” kata Mustolih.

Mustolih menyebutkan, ada tiga hal yang menjadi kesepakatan dalam mediasi yang digelar pada 10 Juli 2017 lalu. Pertama, calon jamaah meminta pihak First Travel menjadwalkan keberangkatan bagi calon jamaah yang ingin berangkat. Kedua, calon jamaah yang meminta refund agar segera dikembalikan dalam waktu 14 hari. Ketiga, para calon jamaah meminta Kementerian Agama sebagai regulator dan pengawas penyelenggaraan umrah memberikan sanksi tegas kepada First Travel.

Pada malam harinya, Komnas Haji & Umrah bertemu pihak First Travel yang diwakili kuasa hukumnya di kantor First Travel Kuningan Jakarta. Dalam pertemuan singkat malam itu, Mustolih meminta agar dipertemukan dengan Andika dan Anniesa secara langsung untuk membicarakan pertanggungjawaban kewajibannya kepada kliennya. Kuasa hukum First Travel saat itu menyatakan akan menjadwalkan pertemuan antara Komnas Haji & Umrah dengan bos First Travel. Tanggal 24 Juli 2017, Komnas Haji & Umrah bertemu langsung dengan Andika dan Anniesa di kantor First Travel di Kuningan Jakarta.

“Dari awal, Komnas Haji tuntut satu, yaitu refund. Karena waktu itu kita sudah kalkulasi dengan pertimbangan First Travel sering janji berangkatkan jamaah tetapi kemudian tidak terealisasi, kita pilih refund. Kita sudah somasi dua kali, sampai tanggal 24 akhirnya bertemu direksi,” kata Mustolih.

Pidana Tidak Halangi Perdata
Di tengah upaya meminta tanggung jawab First Travel, Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau lebih dikenal “Satgas Waspada Investasi” menghentikan kegiatan First Travel terhitung 18 Juli 2017. Satgas menghentikan penawaran perjalanan umroh promo Rp14,3 juta dan meminta First Travel memberangkatkan jamaah setelah musim haji pada November dan Desember 2017, masing-masing 5.000-7.000 jamaah per bulan.

(Baca Juga: Satgas Waspada Investasi Hentikan Kegiatan First Travel, Bagaimana Nasib Jamaah?)

Selain itu, Satgas meminta agar First Travel menyampaikan jadwal keberangkatan jamaah umroh kepada Satgas Waspada Investasi paling lambat September 2017. Sedangkan, untuk keberangkatan Januari 2018 dan seterusnya, First Travel wajib menyampaikan jadwalnya kepada Satgas Oktober 2017. Dalam hal ada permintaan refund, pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 30 sampai dengan 90 hari kerja.

Tak hanya itu, awal Agustus 2017 Kementerian Agama resmi mencabut izin penyelenggaran First Travel sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 589 Tahun 2017 sekalipun First Travel melalui kuasa hukumnya memberikan sanggahan atas pencabutan izin tersebut sekira tanggal 9 atau 10 Agustus 2017 sebagaimana dimungkinkan menurut Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 18 Tahun 2015.

Belum selesai, pada 9 Agustus 2017 Andika dan Anniesa ditangkap Bareskrim di komplek Kementerian Agama. Kepolisian menyangka keduanya melanggar Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP, UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan kemungkinan penerapan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

(Baca Juga: Polisi Tetapkan Tersangka Baru Kasus First Travel)

Dikatakan Mustolih, penanganan baik yang dilakukan Satgas Waspada Investasi, Bareskrim, dan Satgas Waspada Investasi sama sekali tidak menghapus kewajiban First Travel secara perdata sebelumnya. Menurutnya, Bareskrim menanganai ranah pidana sedangkan Satgas dan Kementerian Agama masuk ranah administrasi sehingga tidak menggugurkan sama sekali kewajiban First Travel kepada jamaah yang meminta refund.

“Tentu kita akan kejar terus, wilayah pidana kan berbeda dengan wilayah perdata. Soal nanti tanggal 28 Agustus dapat atau tidak, tentu kita akan tetap kejar, kejar terus,” kata Mustolih tegas.

Namun, ia tak serta merta ‘mengentengkan’ proses hukum lain yang saat ini menjerat bos First Travel. Salah satu kekhawatirannya terkait upaya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang ditempuh oleh calon jamaah First Travel lainnya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sekedar tahu, upaya PKPU yang diajukan Tiga jamaah First Travel, Euis Hilda Ria, Hendarsih, dan Ananda Perdana Saleh telah masuk ke sidang kesimpulan pada hari Senin (21/8). Menurut jadwal, pada hari ini Selasa (22/8), majelis hakim akan memutus nasib PKPU First Travel.

(Baca Juga: Advokat Khawatir Upaya PKPU Justru Rugikan Jamaah Korban First Travel)

Di sela-sela sidang PKPU itu, Mustolih bicara kepada kuasa hukum First Travel Deski yang kebetulan menjabat sebagai Kepala Divisi Legal Handling Complaint First Travel. Ketika bertemu di Pengadilan Niaga usai peridangan PKPU, Jumat (18/8) pekan lalu, Mustolih mengingatkan Deski bahwa Andika dan Anniesa sudah punya janji sebelumnya dengan Komnas Haji & Umrah terkait refund 300 calon jamaah First Travel.

“Saya bilang, tolong ingatkan klien saudara bahwa tanggal 28 Agustus jatuh tempo. Dia bilang, iya nanti akan disampaikan,” kata Mustolih.

Sebelumnya, Kamis (17/8) kemarin, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa First Travel harus bertanggung jawab penuh terhadap pengembalian dana calon jamaah umrah yang menjadi korban biro perjalanan bermasalah. First Travel tidak bisa begitu saja lepas tanggung jawab sekalipun pemilik sudah ditetapkan sebagai tersangka di kepolisian.

"Jadi kewajiban itu tetap melekat pada First Travel meskipun izinnya dicabut," kata Lukman.

Lukman melanjutkan, terdapat dua opsi tanggung jawab First Travel terhadap. Pertama, First Travel harus mengembalikan uang yang telah disetorkan untuk berangkat umrah ke Tanah Suci Kedua, First Travel tidak bisa memberangkatkan jamaah korban karena izin operasinya sudah dicabut namun lewat biro perjalanan lain dengan tanggungan biaya dari First Travel. Menurut Lukman, wewenang Kemenag dalam kasus First Travel adalah pada regulasi izin operasi biro perjalanan umrah.

Sementara penyelenggaraan umrah itu dioperasikan oleh biro-biro travel yang resmi mendapatkan izin dari Kemenag. Pemerintah sampai saat ini tidak mengoperasikan penyelenggaraan umrah sebagaimana terjadi pada urusan haji. Persoalan perlunya pemerintah menetapkan batas bawah harga paket umrah, dia mengatakan hal itu sedang dikaji pemerintah menilik tidak adanya pembatasan harga kerap dimanfaatkan biro travel untuk menjaring korban dengan harga murah.

(Baca Juga: Kasus First Travel, YLKI: Pidana Jangan Hilangkan Hak Perdata Konsumen)

Pertanyaanya, apakah aset First Travel cukup? Hasil penyelidikan Bareskrim Polri, hanya ditemukan dana Rp 1,3 juta dari delapan rekening milik pelaku. Sejauh ini, Bareskrim masih terus menyelidiki aliran dana jamaah yang telah disetorkan ke First Travel dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bareskrim juga menerima laporan dari sejumlah pengelola hotel di Makkah dan Madinah bahwa First Travel belum membayar sewa penginapan senilai Rp24 miliar sejak 2015 hingga 2017.

"Jadi ini kan tanggung jawab First Travel jadi First Travel harus bertanggung jawab terhadap uang jamaah yang sudah disetorkan kepada, kalau jamaah kepada mereka," kata Lukman.
Tags:

Berita Terkait